KREATIF (12)

20 7 4
                                    


"Anak-anak jangan lupa, besok kita akan membuat hiasan gantung. Yang dipersiapkan adalah,...," Bu Sri meletakkan buku di meja, mengambil spidol, dan berjalan ke arah papan tulis yang terletak di depan kelas.
Seluruh peserta didik kelas 3c membuka buku agenda, dan bersiap untuk menulis agendanya. Dengan tatapan serius Erina memicingkan mata, agar bisa melihat tulisan di papan tulis dengan jelas. Cuaca siang yang terik, dan lelah seharian menghafal kosakata baru dalam bahasa Inggris membuatnya kehabisan energi.

Rupa-rupanya, sepiring nasi goreng, dua butir telur ayam kampung setengah matang, dan segelas susu full cream, saat sarapan, serta sepiring nasi katsu saat jam istirahat sepertinya tidak cukup menjadi pasokan energinya selama enam jam sekolah. Di saat-saat terakhir, menjelang bel pulang sekolah dibunyikan, ia terlihat kurang fokus, atau jangan-jangan justru karena kebanyakan asupan karbohidrat.

"Satu," lanjut Bu Sri sambil tangannya menulis angka satu di papan tulis. "Dua lembar Kain flanel, berukuran empat puluh centimeter dikali empat puluh centimeter, dengan warna bebas. Dua, kapas, kemudian yang ketiga gunting, lem uhu, dan aksesoris atau hiasan bebas."

Bu Sri menutup spidolnya, kembali duduk di kursi guru yang terletak di sudut depan ruang kelas, menunggu anak-anak menyelesaikan tulisannya. Setelah ia memberi tanda tangan di kolom sebelah kanan pada buku agenda para peserta didik, artinya kelas telah usai, dan anak-anak bisa pulang.

Siang itu cuaca tidak terlalu terik. Mendung terlihat menggantung, dengan hembusan angin yang cukup kencang, Erina duduk di kursi depan kantin, sembari menunggu Mami datang menjemput. Ia habiskan siang penuh penantiannya dengan ritual seperti biasa. Melahap semangkuk penuh jangan gori (sayur nangka) yang menjadi menu makan siang di kantin saat itu, dengan dua potong tempe mendoan yang sudah dioles sambal terasi pada permukaannya, (mungkin lebih tepatnya dioles tebal-tebal), dan ditemani segelas es teh.

Tanpa terasa, setelah menghabiskan mendoan yang kedua, Mami sudah menampakkan diri tepat di depan gang masuk ke kantin, dan memanggilnya untuk segera pulang, karena masih ada acara yang melibatkan Mami, dan mengharuskannya tiba di lokasi tepat waktu.

"Ayo, cepat. Mami harus sampe lokasi jam empat. Sekarang dah setengah dua," Mami melirik arloji kuning di tangan kirinya, berjalan menghampiri anak perempuannya yang berkuncir dua, sembari sesekali melempar senyum kepada beberapa guru dan orang tua murid yang ada di kantin.

"Sek, Mi. Bentar," ujar Erina. Tangan kanannya mencomot tempe mendoan (yang ketiga), memberi sesendok sambal di atasnya, kemudian berpamitan dengan ibu penjaga kantin dan memberikan senyuman manisnya kepada beberapa orang tua murid serta guru-guru yang juga sedang menikmati makan siangnya.

Mami mendekati Ibu penjaga kantin, dan setelah sedikit berbincang, Ia mengeluarkan selembar uang dua puluh ribuan dari dalam tas, menyerahkan kepadanya untuk membayar makan dan minum Erina siang itu, dan kemudian beranjak meninggalkan kantin, menuju halaman depan, tempatnya memarkirkan mobil. Erina pun bergegas menyambar ransel ungu yang tergantung di samping jendela kantin, dan berjalan cepat mengikuti Mami dari belakang.

Jalanan kota yang sedikit padat, di bawah langit yang semakin gelap, membuat semua pengendara motor berkendara dengan sangat cepat, agar segera sampai tempat tujuan tanpa harus terganggu oleh tetesan hujan. Mengingat waktu yang terus berkejar-kejaran, dengan konsentrasi yang maksimal, Mami melajukan mobil dengan kencang, melewati mobil-mobil besar yang agak serampangan, sambil sesekali membunyikan klakson sebagai tanda agar pengguna jalan yang lain tahu akan keberadaannya yang membutuhkan jalan.

Seadan hitam Mami memasuki komplek SEMUT, setelah melewati beberapa Pak Ogah yang selalu berjaga di depan gapura komplek dari pagi hingga petang.

Sebenarnya kurang cocok ya, jika dinamakan Pak Ogah. Karena tokoh Pak Ogah yang ada di serial unyil, identik dengan perkataannya 'cepek dulu, Den.' (yang artinya seratus rupiah dulu, Den) saat diminta untuk melakukan sesuatu. Sedangkan di daerah komplek SEMUT, boro-boro cepek. Dikasih gopek aja ngomelnya kagak ketulungan. Baiklah, sekarang kita kembali ke topik mengenai Mami dan Erina.

Gen •UK•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang