ANAK-ANAK

151 26 21
                                    


"Mamiiiii...," Adrian berlari terbirit-birit menghindari pukulan maut Erina, kakaknya.

Setelah tiga kali berkeliling kamar, naik turun kasur, dan melompati kursi hitam di ruang televisi, sampai bersembunyi di bawah kolong meja makan, menurutnya hanya dengan bersembunyi di belakang Mami tercintalah, satu-satunya tempat paling aman dari amukan sang monster, Erina Tarumanjaya.

"Adrian jangan lariiii...," teriak Erina tak mau kalah. "Ganti bukuku!"

Badan yang bongsor membuatnya kelelahan berlari. Ia melempar buku, kaos yang digulung-gulung, pensil, atau apapun yang dia temukan di dalam rumah digunakan sebagai senjata untuk melempar Adrian yang badannya kecil. Meski masih berusia empat tahun, ia sangat gesit berlari untuk menghindari lemparan Erina.

Tanpa banyak suara, Adrian lari tunggang langgang mengejutkan Mami yang sedang asyik membaca resep donat menul-menul pada tabloid kesayangannya. Disusul Erina yang terlihat ngos-ngosan kelelahan, mengejutkan Mami tepat di sebelah kuping dengan suaranya yang melengking.

"Mi, Adrian yang mulai duluan. Lihat, nih," ujar Erina di depan Mami sambil menunjukkan buku Donal Bebeknya penuh coretan warna warni.

Mami yang sedang serius membaca buku sontak melepas kacamata, meletakkannya dengan tangan kiri ke atas Tabloid, dan menempelkan jari telunjuk kanannya di depan bibir, sambil menggeleng-gelengkan kepalanya yang berarti anak-anak harus diam dan berhenti.

"Ih, Mami apaan, sih," gerutu anak perempuan berpipi chubby, sambil mengerucutkan bibirnya.

Ia membanting buku kesayangannya dan duduk bersedekap. Itu biasa Erina lakukan jika ada hal yang membuatnya kesal. Khususnya ketika ia merasa satu-satunya mami yang ia miliki di dunia ini selalu membela Adrian.

Beda dengan Erina yang merajuk, Adrian justru tersenyum dan menjulurkan lidah sambil memainkan alisnya.

"Tuh kan, Mi. Lihat, tu. Adrian mulai lagi," lanjut Erina sambil berusaha menggapai tangan Adrian yang bersembunyi di belakang Mami.

"Sudah, sudah. Apa-apaan sih. Kakak ndak mau ngalah, Adik juga sama aja," sergah Mami menjauhkan Adrian dari gapaian tangan Erina. Merasa aksinya menangkap tangan Adrian gagal, Erina kembali mengerucutkan bibirnya dan melemparkan bantal yang tetap meleset.

"Ini buku Donalku dicorat-coret, Miiiii. Mami ngerti ndak sih, aku tu belum baca yang ini," gerutu Erina. "Lha wong tadi pagi sebelum sekolah mau tak baca, disuruh ke sekolah dulu sama Papi. Pulang sekolah mau baca, disuruh makan sama Mami. Abis makan, disuruh tidur sek sama Mami.  Lha ini bangun tidur, meh tak baca malah udah dicorat-coret sama Adrian kaya gini," cerocosnya. "Ya aku ndak isa baca, to ya."

"Udah, udah. Mana yang dicoret Adrian?" tanya Mami sambil melihat buku yang dimaksud.

"Ya ampun. Yang dicoret kan gambare to, Kak. Kakak kan baca tulisane, bukan gambare, to?" lanjut Mami setelah beberapa saat melihat lembaran penuh coretan tanpa makna di buku bergambar donal beserta ketiga keponakannya itu.

 Kakak kan baca tulisane, bukan gambare, to?" lanjut Mami setelah beberapa saat melihat lembaran penuh coretan tanpa makna di buku bergambar donal beserta ketiga keponakannya itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Gen •UK•Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang