"Sae Bin, kenapa kau tidak mau makan? Tubuhmu sudah lemah sekali bahkan berdiri saja sudah tidak bisa."
Ibu masih saja berteriak membujukku dari luar kamarku. Entah sudah berapa lama ibu berdiri di deoan pintu kamarku, aku juga tidak memperdulikan hal itu. Penglihatanku sedikit kabur dan ketika melihat cermin, aku mendapati kedua mataku yang sembab karena menangis semalaman. Menangis adalah hal yang rutin aku lakukan belakangan ini, tentu saja karena Pak Guru.
Sudah hampir seminggu ini aku tidak masuk ke bimbingan belajar. Ibu sudah menerima telfon berkali-kali dari pihak bimbingan belajar yang menanyakan tentang keadaanku. Ibu hanya berbohong dengan mengatakan bahwa aku sedang sakit dan perlu beristirahat, itu sebabnya aku diberikan izin untuk tidak masuk. Aku menyadari bahwa ibu bertanya-tanya tentang apa yang terjadi padaku, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk mengatakan kepadanya. Ibu bisa marah padaku jika aku mengatakan bahwa sikapku yang seperti ini karena cintaku ditolak.
"Sae Bin, ibu tidak bisa membujukmu seperti ini terus. Ibu akan ke pabrik untuk mengantarkan boneka-boneka yang sudah selesai dikerjakan, jadi cepatlah keluar dan makan makananmu."
Langkah kaki ibu yang terdengar menjauh perlahan-lahan membuatku cukup tenang. Sebenarnya aku sejak tadi menunggu ibu untuk pergi agar aku bisa keluar dari kamar. Aku kan malu jika ketahuan ibu dengan kedua mata bengkak begini.
Perlahan aku membuka pintu kamar dan mengeluarkan kepalaku, melihat-lihat apakah ibu benar sudah pergi ke pabrik. Kemudian langkahku perlahan tapi pasti berjalan keluar dari kamar. Rumah ini sunyi sekali, ternyata benar ibu sudah pergi dan jam segini pasti eonni sedang di toko bunga.
Aku berjalan melintas di depan kamar eonni, eh? Pintu kamarnya sedikit terbuka. Hah? Apa eonni ada di rumah? Secepat kilat aku merapatkan tubuhku ke dinding dan sedikit memanjangkan leherku untuk mengintip di celah-celah pintu kamar eonni untuk memastikan dia ada di kamar atau tidak.
Tidak ada siapapun. Aku menarik nafas lega sambil tersenyum geli karena membayangkan apa yang sedang aku lakukan dengan mengendap-endap di rumahku sendiri. Astaga~ aku memang sudah gila.
Aku membuka pintu kamar eonni sedikit lebih lebar dan memperhatikan ruangannya yang tertata rapi, benar-benar berbanding terbalik dengan kamarku yang berantakan. Seperti ada benang yang menarik tubuhku untuk melangkah masuk ke kamarnya. Jujur saja, jarang sekali aku bisa masuk ke kamar eonni. Aku hanya masuk ke kamarnya jika dia mengundangku masuk, itu sebabnya aku sedikit kaget ketika mendapati pintu kamarnya tidak terkunci. Eonni selalu mengunci kamarnya, berlebihan menurutku, bukannya dia menyembunyikan harta karun di dalam sini.
"Eh? Foto ini? Eonni yaa?"
Aku mendapati sebuah foto yang diberi bingkai berwarna silver yang terletak manis di atas meja belajar eonni. Foto seorang wanita yang tersenyum sambil memegang payung berwarna kuning. Wajahnya yang tersembunyi dari balik payung itu mengisyaratkan malu-malu. Apa ini eonni?
Latar belakang foto itu, entah dimana aku merasa pernah melihatnya. Apa ini tempat rahasia yang eonni katakan padaku? Jika ini memang eonni, lalu siapa orang yang mengambil foto ini? Apa pria yang berdiri dibawah hujan? Aku kembali memperhatikan latar belakang foto tersebut, dibelakang eonni sepertinya ada kebun bunga yang berwarna-warni dan juga pepohonan besar seperti di dalam hutan. Tempat apa ini?
"Eh? Kebun bunga di dalam hutan?"
Geum Hee terlihat berfikir keras untuk menjawab pertanyaanku. Entah kenapa aku merasa ingin tahu dimana tempat itu berada. Tempat dimana foto eonni diambil oleh pria yang berdiri dibawah hujan itu. Geum Hee yang datang mengunjungiku ke rumah menjadi sasaran pertama tempat aku bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain-Carnation
RomanceUntuk nafas yang masih berhembus dan untuk jantung yang masih berdetak didalam tubuhku, kata terima kasih juga masih tidak cukup untuknya. Sejak awal aku sudah tahu tidak akan bisa berhasil melalui semua ini tapi eonni merubah semua keputus-asaan me...