Narcissus: Keegoisan Untuk Memiliki

4 1 0
                                    

"Sebenarnya apa yang terjadi? Pulang dari festival itu kau langsung jatuh sakit Sae Bin."

Suara ibu samar-samar dapat aku dengar meskipun kedua mataku cukup berat untuk terbuka seperti biasa. Tiga hari setelah kejadian di festival aku memang sudah tidak bisa lagi bergerak dari tempat tidurku. Sekujur tubuhku rasanya lemah tidak berdaya, bahkan untuk duduk saja aku sudah tidak bisa lagi.

"Kau benar-benar membuat ibu cemas, nak! Apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja agar mendapat perawatan yang baik?"

"Tidak perlu, bu! Aku istirahat di rumah saja."

"Ujian sekolahmu juga sudah dimulai tapi kau tidak kunjung sembuh. Jika seperti ini terus maka kau bisa tidak naik kelas Sae Bin."

Benar juga, ujian sekolah sudah resmi dimulai sejak dua hari yang lalu. Aku sampai tidak kefikiran tentang hal itu karena terlalu terpukul dengan kejadian tempo hari.

"Tapi apa terjadi sesuatu antara kau dan Chae Rin? Kalian berdua tidak saling bercanda atau bicara seperti biasanya. Apa kalian bertengkar?"

Aku tidak bisa mengatakan pada ibu bahwa semua ini hanya karena seorang pria brengsek. Lagipula jika memang Pak Guru memilih eonni, aku juga tidak bisa berbuat apapun.

"Hanya pertengkaran biasa, sudahlah. Tapi tentang kuliah eonni?"

"Jadi kau sudah tahu yaa?"

"Hmmm, aku sudah mendengarnya bahwa eonni tidak berhasil mendapatkan beasiswa itu."

"Ibu sudah mengatakan tidak masalah jika dia melanjutkan kuliahnya, ibu akan mengambil pekerjaan lebih banyak lagi. Tapi dia menolaknya, bagaimanapun juga kau jauh lebih penting daripada kuliahnya. Dia berkata seperti itu."

Aku jauh lebih penting dari kuliahnya? Eonni bilang begitu kepada ibu? Dasar sok baik, kenapa harus berfikir sampai sejauh itu untukku. Jika semua ini hanya karena rasa bersalahnya saja juga tidak ada gunannya. Aku tidak akan menerima lagi apapun yang eonni berikan padaku mulai sekarang dan untuk seterusnya.

Itu adalah hukuman untuknya karena telah membohongiku sampai seperti ini. Aku tidak akan memberikannya kesempatan untuk menebus semua kesalahannya padaku. Jika eonni menderita maka Pak Guru juga akan menderita, itu saja sudah cukup bagiku.

"Ibu merasa bersalah terhadap eonni-mu, dia harus mengorbankan semuanya karena ibu memintanya begitu. Tidak sama sepertimu, Chae Rin adalah anak yang kuat hatinya dan dia tidak akan membiarkan dirinya terluka. Itu sebabnya ibu merasa bisa mengandalkannya. Tapi karena itu juga ibu sampai lupa bahwa dia adalah gadis berusia 19 tahun tapi memperlakukannya layaknya gadis dewasa dengan ikut menanggung beban keluarga."

Aku tidak bisa mengelak akan kenyataan yang diucapkan oleh ibu. Aku tahu gadis seusia eonni seharusnya masih berkumpul dengan teman-temannya dan juga jatuh cinta. Tapi eonni berbeda, ia harus membantu ibu menjaga toko sekaligus menanggung beban keluarga dipundaknya.

Aku menyadari bahwa satu-satunya hal baik yang ia dapatkan dalam hidupnya adalah Pak Guru. Keegoisanku dengan menempatkan kebohongannya sebagai sebuah kesalahan hanya semata-mata untuk menutupi perasaan kesal dan amarahku karena Pak Guru lebih memilih eonni daripada aku.

Tapi tentu saja aku tidak bisa mengakui hal itu didepan eonni maupun Pak Guru, sehingga kata-kata yang keluar dari bibirku menjadi berlawanan dengan apa yang seharusnya ingin aku katakan. Ternyata benar ketika orang berkata bahwa perkataan disaat emosi hanya membawa penyesalan bagi kita dikemudian hari.

Rain-CarnationTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang