Bab 2 - Tunangan

38.6K 2.5K 19
                                        

Kiran memandang cincin pertunangannya dengan hati sedih miris. Ia duduk di sebuah bangku di depan sungai sambil meneguk air mineral yang dibawanya. Ia membayangkan masa depan suram bersama pria yang baru dikenalnya 4 hari yang lalu hingga pertunangan terjadi 2 hari setelahnya. Kiran bahkan tidak memiliki pilihan lain karena sang ibu ngotot memaksa Kiran menerima lamaran Bima, hal ini membuat Kiran merasa sebagai Siti Nurbaya abad ke 21.

Cincin platina polos dengan ukiran Bima di dalamnya pertanda ia milik Bima yang menghilang sesaat setelah acara tukar cincin. Buruknya dua hari berselang, Kiran tidak mendengar kabar bima sama sekali.

"BRAM SIALAN...," teriak Kiran keras keras.

Kiran melempar batu ke sungai membuang kekesalan tertingginya selama 18 tahun hidupnya. Ia menghentakkan kakinya bergantian dengan keras dan mengepalkan dua tangannya kuat kuat.

"BIMA SIALAAAN...," teriak Kiran lebih kencang.

"Kalo sampai ketemu makhluk oger itu sekali lagi kupastikan hidupnya menderita sampai akhir hayatnya," ucap Kiran geram.

Kiran menarik nafas dari hidung dan membuangnya dari mulut lalu diulangnya sekali lagi hingga amarahnya mereda.

'Setidak tidaknya Bima menitipkan 2 kartu ATM untukku yang bisa di hambur hamburkan sampai sepuasku, kata hati Kiran.

***

Bima berdiri menempel di tembok dengan tangan kanan membawa pistol. Bram juga melakukan hal serupa, keduanya saling menatap dan mengangguk lalu keluar dari persembunyian mereka.

Di balik tembok di sisi lain, enam kawanan perampok bersiap di posisi lain. Tiga diantaranya memegang senjata laras panjang yang siap meledak kapan saja. Satu pria memakai kupluk hitam mengangguk pada pria di depannya lalu keduanya berdiri dan melepaskan pelurunya ke arah Bima dan Bram.

"Dor dor dor."

Bunyi tembakan dari dua arah antara kubu Bram dan Bima dengan musuh yang bersembunyi di balik tembok. Bima dan Bram bagai James Bond menembak dengan tepat sasaran membuat dua orang yang menembak tadi langsung mati di tempat setelah peluru Bima dan Bram bersarang di kepala keduanya.

Bima dan Bram berdiri di sisi kanan dan kiri pintu. Di sisi lain, pria yang wajahnya ditutup masker dengan laras panjang di tangannya sedang bersiap melawan dua agen rahasia yang sedang melakukan tugasnya. Bima menatap moncong senjata mengintip sedikit di balik pintu yang setengah tertutup, ia mengangguk pada Bram dan melakukan komunikasi dengan gerakan tangan memerintahkan Bram untuk menyerang bersama sama.

"Braak." Suara pintu dibuka paksa.

Pria yang membawa senjata terjungkal dan memilih melepas senjatanya demi menyelamatkan nyawanya.

"Jangan tembak saya. Saya menyerah, Pak," kata pria itu.

Pria itu mengangkat dua tangannya tinggi tinggi. Bram segera mendekatinya dan memborgol tangan perampok itu.

Tanpa disadari keduanya, tujuh kawanan perampok lainnya masuk ke dalam ruangan bersama sama. Dengan gerakan cepat Bram menembak tiga diantaranya namun sayang peluru telah habis. Bima membalikkan badan dan meledakkan pistolnya namun naas peluru juga tak ada dan malah dapat hadiah tonjokan tepat mengenai rahangnya.

***

Kiran tertawa riang mengelilingi gerai demi gerai mall dan selalu keluar dengan membawa belanjaan. Tak terasa dua tangannya penuh dengan belanjaan dan kini perut mulai berteriak minta makan. Kiran masuk ke sebuah restoran mahal, ia memilih duduk di salah satu kursi di pojok kanan dan kini seorang waitress datang membawa buku menu.

Kiran membuka buku menu dan mulai membaca satu persatu beserta harga yang tertera disana.

"Chicken steak dan Chocolate milkshake with topping ice cream vanilla trus ehm strawberry shortcake ya," kata Kiran

Kiran tersenyum sambil menyerahkan buku menu kepada waitress.

Selama menunggu, Kiran menatap rambut barunya dari pantulan kaca jendela. Sekali lagi Kiran tersenyum menatap rambutnya yang kini berwarna brunete dan bergelombang setelah dirombak di sebuah salon terkenal dengan hairstylish terkenal pula.

***

Bima berdiri bersandar di mobil polisi dimana anak buahnya mendorong seorang pria hitam yang kedua tangannya terborgol masuk ke dalam mobil. Anak buah Bima menghormat pada Bima, Bima mengangguk sedetik kemudian anak buah Bima berlalu.

Bima menatap layar Hp untuk membuka GPS sekedar memastikan keberadaan tunangannya. Ia tersenyum melihat keberadaan Kiran yang kini berada di dalam sebuah mall. Ia segera menghubungi Kiran demi mendengar teriakan Kiran yang tadi sempat ia dengar melalui software khusus yang tersambung di Hp Kiran sehingga ia tidak hanya mengetahui keberadaan Kiran namun juga bisa mendengar obrolan Kiran.

"Halo honey, i miss you so much," gumam Bima dengan suara baritonnya.

"Halo siapa ini." Suara Kiran judes.

"Calon suamimu sayang," kata Bima sambil menahan tawa.

"Calon suami pala lu peyang," teriak Kiran.

"Sama tunangan sendiri kok galak sih hun." Bima terkikik.

"Ck, ngapain ganggu orang." Kiran memutuskan sambungan telponnya secara sepihak.

Bram geleng geleng kepala melihat sahabatnya yang jatuh cinta pada pandangan pertama pada adiknya yang super galak.

"Kamu sinting Bim, baru liat Kiran dah main ngelamar aja," seloroh Bram.

Bima terkekeh. Diraihnya pundak sahabat sepenanggungannya dengan perasaan bahagia.

"Gue sangat mencintai adik lo Bram. Setelah sekian lama pencarian gue, hati gue tertambat pada gadis cantik yang bikin gue klepek-klepek hanya dengan melihat senyumnya," ungkap hati Bima.

Bram menoleh menatap tajam sahabatnya.

"Awas aja kalo kamu sampai macam macam," ancam Bram.

Bima melirik sahabatnya, ia berjanji akan menjaga kehormatan gadisnya hingga penghulu menyerukan kata sah.

"Tenang aja. Gue bakal jaga dia, besok gue ambil cuti. Mau ajak Kiran jalan jalan," kata Bima sambil memainkan kedua alisnya.

Bram menghela nafas, Bram yakin Kiran akan membunuh keduanya jika Kiran tahu Bima telah mendaftarkan diri untuk menikah minggu depan.

"Pastikan tidak ada benda tajam apalagi benda beracun. Gadis itu bisa membunuh kita berdua," kata Bram dengan helaan nafas berat.

"Oh ya," kata Bima tidak percaya. Ia hanya bisa geleng-geleng sambil menahan tawa.

"Asal kamu tahu. Aku pernah dilarikan ke rumah sakit karena Kiran mendorongku dari lantai tiga," kata Bram sedikit mengancam.

Bima tersenyum, Bram terlalu melebihkan ceritanya. Tak mungkin gadis semanis dan seimut Kiran bisa bertindak sekasar itu. Sekali lagi Bima tertawa sambil geleng geleng kepala lalu membuka pintu mobil dan masuk ke dalamnya.

Kiran adalah perempuan kuat tapi manja. Cewek pertama dengan karakter unik dan sangat berbeda yang mampu mengambil hati Bima semudah membalikkan telapak tangan.

Ia melirik Bram, merasa kalau Bram beruntung sekali memiliki adik seperti Kiran. Tapi bukannya dia yang paling beruntung karena akan menjadi suami perempuan itu.

Tiba-tiba saja ia mengulurkan tangan hanya untuk menepuk pundak Bram, membuat pria itu memukul ringan bisepsnya. Tawa keduanya mengisi mobil yang sepi. 

Kiran, aku sangat ingin bertemu denganmu. Sangat ingin mencium bibirmu yang ranum. Astaga, kenapa pikiran nakal itu tiba-tiba mengisi kepalanya. Alamat harus mandi air dingin biar kepalanya kembali lurus dan tak memikirkan hal-hal lain yang membuat bulu kuduknya meremang, ingin segera disayang.

Oops, cukup Bima!

HE IS MY HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang