***
KEDUA kakiku bergerak gelisah di bawah meja. Perginya wanita pramusaji itu hanya membuat perhatian Sasuke teralihkan dan sepenuhnya jatuh kepadaku. Sekilas, aku mendengar Sasuke menggeram rendah diiringi gerakan mengetuk dataran meja dengan jari jemari tangannya. "Dimana kau tinggal saat ini?"
"Di suatu tempat," jawabku singkat. Membicarakan masalah pribadi bersama pria yang baru saja berciuman panas denganku tidak termasuk ke dalam daftar wajib kegiatan harian. Dia memang mengenalku, sebagai sekretaris pribadinya, hanya itu.
Gerakan jari tangannya berhenti mengetuk meja, sedangkan aku menoleh ke arahnya, melihat ekspresi wajah Sasuke mengeras. "Aku temanmu di sini."
"Kau bukan temanku. Kau atasanku, dan semua mata yang menatapmu dengan cara yang berbeda di saat mereka menatapku menjelaskan segalanya." Aku mendesah, "Kau tidak seharusnya membawaku kemari. Ini bukan kawasanku."
Akhirnya kedua bahu tegap pria itu bergerak saling melemaskan diri. Sasuke menghela napas kemudian berkata setengah erangan rendah. "Kau akan terbiasa, hanya tetaplah berada di sampingku. Maka para wanita sialan itu tidak bisa menyentuhmu."
Aku terkesiap, mengetahui apa yang Sasuke maksudkan dengan para wanita tersebut. Mereka yang menatapku seolah aku adalah mangsa empuk untuk ditindas. "Kau menyadarinya?"
"Semua orang akan menyadarinya, bahkan disaat kau pertama kali menginjakkan kakimu ke dalam sini," Sasuke menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi berlapis kain lembut di belakangnya, lantas menatapku dengan sorot pandang yang berbeda. "Kenapa kau membenci kawasan umum?"
"Aku tidak membenci kawasan umum. Hanya tidak terbiasa dikelilingi manusia yang memiliki sumber keuangan fantastis, itu membuatku risih."
Senyuman tipisnya terbit, membuat hatiku berlomba untuk mencari tempat sembunyi. "Kau merasa risih padaku?"
Sasuke mungkin sama seperti orang-orang di dalam sini, tapi sikap dan perlakuan yang dia tunjukkan padaku bertolak belakang dengan mereka yang menganggap orang miskin seperti kami adalah hama. Aku menggeleng kecil tanpa menatapnya, tidak ada alasan bagiku untuk merasa risih karena kehadirannya. "Tidak," jawabku kemudian melanjutkan. "Mungkin memang tidak seluruhnya, tapi sebagian besar aku benci mereka yang merasa di atas segalanya. Bahkan Tuhan yang memiliki alam semesta tidak pernah bertindak demikian."
Dia terdiam, menatapku dengan tatapan selidik serta kedua tangannya yang saling bertaut di depan mulut. Tarikan posisi tersebut hanya semakin membuat otot lengan atas dan sepanjang bahunya terlihat sangat menggiurkan bagiku, dan mungkin juga bagi sebagian besar para wanita di luar sana. Sasuke seperti sebuah berlian, mahal, tidak tersentuh, dan hanya terdapat satu di seluruh dunia. Berlian antik itu kini duduk di hadapanku, menaruh seluruh perhatian kedua matanya untuk terpusat padaku. Aku merasa beruntung, sialannya terlalu beruntung.
"Kau benar," jeda sesaat sebelum akhirnya Sasuke terkekeh ringan. "Kau satu-satunya wanita yang berkata seperti itu padaku."
Dua orang pramusaji membawa pesanan kami dengan menggunakan roda dorong yang terbuat dari kayu. Kesan pada saat zaman lima puluhan dan terasa sangat mewah. Mereka meletakkan makanan khas italia tersebut ke atas meja, dan aku melihat salah satu dari mereka mengulum senyum saat melihat Uchiha Sasuke dari dekat. Oh Tuhan.
Aku tersenyum, "Terimakasih." dan beruntung mereka membalas ucapanku dengan senyum dan anggukan hangat. Profesionalitas, aku tahu itu. Aku beralih untuk menatap Sasuke yang tengah menjulurkan sedikit lidahnya, bergerak membasahi bibir dengan tatapan terjatuh pada bibirku. Aku gemetar secara seksualitas, merasa sangat tertantang untuk turut membasahi bibirku melihat gerakan lidahnya yang mengundang. Namun yang kulakukan adalah berdeham panik, merasakan wajahku kini menghangat dengan cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give to You
FanfictionSejak awal, ini memang kesalahanku. Kebodohanku karena membiarkan sesuatu yang jauh dari jangkauanku mencoba mendekat. Meski begitu, aku tetap diam, bahkan saat kau mencoba mengikatku dalam lingkaran kehidupanmu yang terasa sangat abu-abu. Aku ketak...