1

13K 1.2K 167
                                    

***

AKU MELEMASKAN punggungku sejenak, memberi napas pada jari jemari tanganku yang sedari tadi mencatat salinan formulir keuangan tanpa henti. Aku diberi tugas menyalin sebuah laporan keuangan pada periode lima bulan ke belakang yang berhasil diraih Uchiha Industries, pada sebuah format tabel di dalam software komputer milikku.

Tapi sayangnya, banyak sekali pemasukan dan pengeluaran dalam jeda waktu sedikit membuat laporannya menjadi sebuah bencana bagi tanganku, dan tentu saja dengan hasil akhir yang luar biasa fantastis. Uchiha Industries berhasil mendapat keuntungan lebih dari puluhan miliar setiap melakukan satu kali kontrak kerja sama. Bagaimana bisa Mr. Uchiha melakukannya? Aku yakin dia sangat cerdas dalam bidang bisnis.

Kursi dengan empat roda kecil di bawahnya bergeser saat kakiku mendorong ke belakang. Melirik ke arah jam dinding yang terpasang di samping kananku kini menunjukkan pukul dua belas siang lebih sepuluh. Apa yang akan kulakukan sekarang? Keluar, menyapa beberapa teman, lalu makan siang bersama?

Aku menghela napas kecil. Aku tak terbiasa dengan suasana baru, akan sulit bagiku untuk beradaptasi dengan hal-hal yang baru saja kujalani. Aku bukan tipe orang pendiam dan menjaga keanggunan di depan seseorang, hanya saja, rasa canggung akan menyelimutiku secara tiba-tiba jika dihadapkan dengan sekumpulan orang dengan wajah baru.

Ponselku di samping map merah bergetar dan berkedip beberapa kali. Aku meraihnya, membaca pesan yang berasal dari Naruto membuat senyumku mengembang. Aku menyambar dompet dan bergegas mematikan komputer setelah menyimpan perubahan terakhir dalam aplikasi penyimpan data di sana.

Lorong tempat ruanganku berada terlihat sepi, mungkin karena beberapa orang di lantai yang sama denganku sudah turun untuk istirahat makan siang. Aku berjalan dengan mengetik pesan balasan untuk Naruto. Pria itu sudah menungguku di bawah untuk makan siang bersama, karena dia tahu bahwa aku selalu kesulitan mencari teman yang mudah untuk diajak berbicara santai.

Naruto, pria berambut pirang dengan tatanan yang selalu dibuat berantakan adalah sahabatku. Dia teman terbaikku. Meski seorang pria, tapi Naruto selalu bersumpah padaku bahwa dia hanya menganggap diriku sebagai adik perempuannya. Dia tinggal beberapa blok dari tempat tinggalku, bekerja sebagai salah satu koki di restoran masakan Eropa.

Naruto pintar memasak, itu adalah nilai tambahan baginya sebagai seorang pria. Aku menyayanginya, Naruto sudah seperti kakak bagiku dan pengganti ayah untuk menjadi pelindungku saat aku berada di New York. Karena pekerjaan yang ayah cintai di Seattle​, membuatnya bersikeras menolak saat aku mengajaknya ikut ke New York. Dia mengirimku uang setiap bulan, meski uangnya tidak pernah kugunakan. Aku menabungnya, berharap uang itu akan menjadi berguna di masa mendatang.

Ini aku, dan segala kehidupan minimalisku. Aku tidak kaya raya, aku diharuskan banting tulang dan bekerja lebih keras untuk membantu ayah membiayai kehidupanku. Sejak kematian ibu yang menghantui kami. Kami sepakat untuk hidup dengan masing-masing beban, meski sering kali ayah membagi keuntungannya padaku. Seperti uang yang dia kirim setiap bulan.

Langkah kakiku untuk keluar dari dalam lift terhenti saat Kakashi berdiri beberapa langkah di depanku. Pria itu membawa sekantung plastik putih dengan cup kopi di dalamnya, lalu tersenyum padaku hingga kedua sudut matanya menyipit. "Kukira kau tidak akan turun untuk makan siang karena tak terbiasa. Jadi aku membelikanmu kopi mocaccino dari kedai di pertigaan." Kakashi mengulurkan tangannya, memberi kantung tersebut padaku. "Aku yang traktir, tenang saja."

Aku menatap kantung tersebut dan Kakashi bergantian, lalu tertawa ringan seraya menerimanya. "Terimakasih. Apa waktu istirahatnya masih tersisa cukup banyak? Temanku ada di luar dan ya... mengajakku makan siang bersama."

Give to YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang