***
ADA SATU hal di dunia ini yang kutakuti, yaitu kehilangan mereka yang kusayangi. Meski aku tahu bahwa Tuhan menciptakan pertemuan lengkap dengan adanya sebuah perpisahan. Aku tahu itu, aku mengerti, sama halnya dengan beberapa orang yang mengatakan bahwa perpisahan adalah awal dari sesuatu hal yang baru. Tuhan memberikan keburukan untuk menciptakan keindahan setelahnya. Sama seperti pelangi yang muncul setelah hujan datang.
Ibuku adalah orang pertama yang akan tersenyum saat aku mengajukan pertanyaan tentang kematian seseorang, yang mana itu menyebabkan sebuah perpisahan dalam waktu selamanya. Senyuman yang tulus dan isyarat tanpa keraguan, kemudian menjawab seolah dia akan menerima perpisahan dengan tangan terbuka. "Karena mereka yang sanggup mengalami pertemuan, harus menerima resiko tentang adanya perpisahan."
Perpisahanku dengan ibu berakhir mengenaskan. Ayah kehilangan pegangan kehidupannya, aku kehilangan wanita terhebat dalam hidupku. Itu terjadi cukup lama, dan Tuhan baru saja membuatku kembali mengalami pertemuan dalam situasi yang berbeda. Seorang pria tampan, panas dan tak tersentuh itu kini tengah menatapku dengan tatapan tak biasa.
Napasnya memburu tak sabaran tanpa menghentikan gerakan jari jemari tangannya yang masih setia memijat permukaan kulit tengkukku. Membujukku untuk mengatakan ya pada penawaran menggiurkan yang baru saja dia lontarkan. Aku terpejam, ajakan untuk berbuat nakal di atas sofa itu meruntuhkan pertahananku. Terlebih kalimat itu meluncur sempurna dari mulut seorang Uchiha Sasuke.
Dia menginginkanku, sama seperti aku menginginkan kehangatannya dalam sisi seksualitas. Dia pria yang luar biasa, tubuhnya yang ramping namun berisi membentuk otot-otot sempurna, memberikan kesan berbahaya jika kau seorang pria dan berani menantang Uchiha Sasuke untuk beradu tinju. Mataku kembali terbuka dan merayap naik untuk bertemu dengan kedua matanya, hitam yang kelam, membuatku tanpa sadar menelan ludah ketakutan jika halnya aku akan terjebak di dalam sana. Napasku tertahan, merasa kelimpungan karena tarikan sensual saat Sasuke kembali menunduk dan mengecup bibirku.
"Pergilah sebelum aku menarik dan memaksamu untuk melebarkan kedua kakimu di atas sana," bisiknya di depan bibirku. Mengirimkan getaran yang membuat kewanitaanku ngilu akibat denyutan hebat yang tak kunjung reda. Hormon sialan, pertahananku hancur dalam sekali tembakan.
Aku meremas jari jemari tanganku yang kini basah akibat keringat. Aku harus pergi dari sini, mencari tempat aman untuk bersembunyi dan menormalkan debaran jantungku akibat hormon seksual yang membombardir wilayah ketenanganku. Mengucapkan berulang kali doa-doa baik, memikirkan pekerjaan dan juga tanggung jawabku untuk ayah yang kini hanya berjalan di atas satu kaki. Aku menghela napas meski terdengar sangat menyedihkan, "Aku hanya akan melakukan seks dengan seseorang yang sangat kukenal baik."
Sudut bibirnya terangkat, membentuk senyuman geli namun mengandung arti yang lebih dari sekedar menertawakanku. "Jawabanmu persis seperti apa yang aku bayangkan," ucapnya dengan nada dalam. "Aku akan kembali menghubungimu saat rapat pukul setengah dua selesai."
***
Dalam agenda rapat kali ini tertulis jelas bahwa Sasuke akan keluar dalam waktu setengah jam lagi. Aku menaruh dagu di atas dataran meja, memikirkan apa arti dari ucapannya untuk menghubungiku lagi saat kegiatannya selesai. Apa dia berniat untuk menghubungiku dalam hal pribadi? Kenapa dia harus melakukannya? Apa yang dia inginkan dariku? Apakah hanya sebuah pengalaman seks luar biasa? Sasuke pasti pernah melakukan seks hebat bersama wanita lain di luar sana.
Tunangannya... atau bisa kusebut sebagai mantan tunangannya. Dia pastilah wanita yang luar biasa cantik dengan lekukan tubuh yang membuat Sasuke sampai memujanya begitu dalam. Membayangkan sosok wanita dalam majalah harian yang menjadi mantan kekasih Sasuke membuatku mengernyit pedih. Dia wanita yang sialan beruntung pernah bersama-sama dengan Sasuke, merasakan kehangatan dan kelembutan pria terdingin di muka bumi ini dengan mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Give to You
Fiksi PenggemarSejak awal, ini memang kesalahanku. Kebodohanku karena membiarkan sesuatu yang jauh dari jangkauanku mencoba mendekat. Meski begitu, aku tetap diam, bahkan saat kau mencoba mengikatku dalam lingkaran kehidupanmu yang terasa sangat abu-abu. Aku ketak...