6

624 74 18
                                    

Di malam hari tampak dua orang perempuan sedang berjalan sehabis membeli makanan.

Digengah jalan yang sepi, tiba-tiba..
"AAAAAA.. CICI TOLONG.."
-----------

"Aduh, Ge. Jangan teriak dong." ucap seorang gadis berambut panjang itu lalu menarik pelan rambut belakang gadis yang di panggilnya Ge tadi.

"Iih, ci Shani kan Ge kaget. Wajar dong kalau teriak." protes Gracia. Shani mendelik malas kearah Adiknya itu.

"Eh ci, tapi itu kakaknya udah mati belum?" tanya Gracia polos sambil melihat kedua tubuh seorang laki-laki yang tergeletak dengan hanya menggunakan celana tanpa baju, tanpa alas kaki.

"Heh, sembarangan aja kalau ngomong." tegur Shani.

"Eh, Ge.. Ge kamu mau ngapain? Ge jangan aneh-aneh ya. Sini gak" ucap Shani, namun Gracia tetap berjalan menghampiri dua laki-laki itu.
Lama Gracia berdiam sambil berjongkok di samping salah satu laki-laki itu, Shani yang penasaran pun mengikuti langkah adiknya.
Niat hati ingin berdiri di samping adiknya, tapi langkah kakinya justru membawanya ikut berjongkok di samping laki-laki yang lainnya.

"Siapa kamu sebenarnya?" Batin Shani.
Ia terus memperhatikan wajah lelaki itu.

"Ci, kita bawa pulang mereka boleh? Kasian ci. Liat tuh, mereka gak punya baju trus dadanya juga luka." ucap Gracia dengan airmata yang mengalir di pipinya, bahkan hidungnya juga terlihat merah.

"Kok kamu nangis sih Ge?" heran Shani.

"Aku gak tau, kok sedih banget ya liat dia gini. Mana cowoknya ganteng lagi." ucap Gracia diakhiri dengan cengiran bodohnya. Shani memilih tidak membalas perkataan adiknya itu.

"Profesor.. Profesor Arnot.." igau kedua lelaki itu bergantian.
Beberapa detik setelahnya suara petir menggelegar membuat Shani dan Gracia menutup mata dan juga telinganya dengan sebelah tangannya namun sebelah tangan mereka reflek menggenggam erat tangan lelaki di dekatnya.

Shani dan Gracia membuka matanya bukan karena suara petir itu yang sudah menghilang, melainkan karena  merasakan genggaman tangan mereka berbalas meski terasa lemah.

Saat kedua dua pasang mata itu bertemu, baik Shani maupun Gracia merasakan debaran jantung mereka yang tak seperti biasanya.

"Halo Indira ku.." sapa Lelaki yg tak lain adalah panglima Vino.

"Hai Gracia ku.." panglima Okta pun ikut menyapa gadis di sampingnya itu.

Senyum tipis terukir di wajah tampan kedua lelaki itu membuat jantung  Shani dan Gracia semakin berdebar.

"Kamu bisa bangun? Kita pulang ya." ucap Shani tanpa sadar.

Dengan susah payah Shani dan Gracia membantu Vino dan Okta berdiri lalu memapahnya hingga sampai ke rumah mereka yang jaraknya tak terlalu jauh dari tempat itu.

Sesampainya di rumah. Shani membawa Vino ke kamarnya, sedangkan Gracia membawa Okta ke kamarnya.

"Ge, liatin dulu ya mereka. Cici mau ke apotik depan mau beli obat sama perban untuk mereka." Gracia mengangguk pelan. Saat Shani pergi, Gracia mengambilkan air hangat dan juga kain untuk mengompres Vino dan Okta.

Setelah selesai mengurus Okta, Gracia pindah ke kamar Shani untuk mengompres Vino. Namun baru saja akan mengompres Vino, lengan kiri Vino mengeluarkan cahaya biru.
Tiba-tiba Vino membuka matanya dan langsung duduk, ia melihat ke arah Gracia yang terlihat terkejut.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Vino berdiri dan berlari keluar rumah.
Gracia ingin mengejar Vino namun langkahnya terhenti saat mendengar suara Okta di kamarnya.

The Angel Fall In Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang