18

538 76 32
                                    

"Suatu kebanggaan tersendiri pernah mengenal dan berjuang bersamamu panglima. Maafkan aku yang lemah dan tidak bisa menyelamatkanmu." Okta mengeluarkan pedang dari sarungnya.

"Okta.. Kamu bilang masih ada waktu lima menit bukan?" Okta mengangguk.

"Beri aku waktu sebentar. Aku gak mungkin pisah kayak gini, tanpa salam perpisahan." Shani berusaha keras untuk tetap kuat ia mencoba berdiri dan menghampiri Vino.

"Kak.. Kamu inget gak? kamu bilang aku Ratu kamu kan? Keinginan dan ucapan aku itu kewajiban buat kamu. Sekarang aku ingin kamu buka mata kamu, peluk aku kak.. Bilang ke aku kalau semua baik-baik aja dan kamu bakal terus jagain aku.." ucap Shani kemudian ia menggenggam tangan Vino yang sedang di rantai.

"Bangun sayang.. Aku pengen kamu bangun.. I-ini.. Ini perintah.. Kamu bilang kamu gak pernah mengabaikan perintah apapun. Aku gak ngijinin kamu mati kak.. Bangun.. Buka mata kamu, aku pengen kamu jagain aku terus. Bukan gini, aku mohon bangun.. Siapa yang bakal jagain aku kalau kamu gak ada? Aku udah terbiasa ada kamu di sisi aku.. Aku bakal ngerasa asing kalau kamu gak ada.. Jadi aku mohon bangun kak.. Bangun.." Shani menundukkan wajahnya. Ia kembali menangis, mengapa harus sesakit ini?

"Shani, menyingkirlah. Aku akan melakukan tugasku." ucap Okta, yang menyadari waktunya sudah hampir habis. Dan dia harus cepat melakukan tugasnya. Okta telah bersiap dengan pedangnya.

"Okta.. Apa boleh aku yang melakukannya?" Okta melirik sejenak pada Delion.

"Nona Shani, gunakan ini. Tusuk tepat di jantungnya." Delion menyerahkan sebuah belati dari perak.

Dengan tangan sedikit bergetar Shani menerima belati tersebut.

"Maafin aku kak.." Shani mengangkat kedua tangannya bersiap akan menusuk Vino.
.
.
.

DEG

Vino menahan tangan Shani, menghentikan belati itu menusuk jantungnya.

"Aku tidak pernah gagal dalam tugas Ratu ku.. Maaf sudah membuatmu khawatir dan menangis." ucap Vino lemah, perlahan ia membuka matanya.

Terlihat matanya berubah menjadi berwarna biru. Luka di tubuhnya pun mulai tertutup dan menghilang tanpa bekas sedikitpun.

Rantai yang mengikatnya pun telah lenyap entah kemana.
Vino mulai bangun, ia duduk lalu memiringkan tubuhnya menghadap pada Shani yang duduk di tepi ranjangnya.

"Kemarilah, aku akan memelukmu dan mengatakan semua baik-baik saja seperti yang kau inginkan." Vino merentangkan kedua tangannya. Yang langsung saja di sambut gembira oleh Shani.

Ia memeluk Vino dengan sangat erat.

"Jangan menangis. Semua baik-baik saja. Aku akan selalu menjagamu, dan selalu di sisimu." Shani kembali menangis dalam pelukan Vino. Perasaannya benar-benar lega karena Vino kembali padanya.

"Jangan buat aku takut kayak tadi kak.." Vino mengangguk pelan.

"Kerja Bagus panglima" ucap Vino.

"Kau hampir membuatku menjadi seorang pembunuh. Tapi, Senang bisa melihatmu kembali."

"Bentar ya, aku ambilin baju kamu dulu." Shani berjalan menuju lemari pakaian Vino.

"Lalu bagaimana dengan tuan Putri Manda dan guru mu Shanju?" tanya Vino.

"Sepertinya dia juga ikut kabur panglima, saya sudah tidak merasakan aura keduanya." jawab Delion.

"Ini kak bajunya." Shani menyerahkan baju dan celana untuk Vino. Setelah Vino masuk kedalam kamar mandi untuk mengganti pakaian, mereka keluar dari dalam kamar Vino kecuali Shani. Ia merapikan tempat tidur Vino yang terlihat berantakan karena hal tadi.

The Angel Fall In Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang