AUF 1

120K 4.2K 49
                                    

Angin berhembus dengan pelan, langit mulai menggelapkan dirinya. Warna oranye yang menjadi warna khasnya terlihat sangat jelas jika dipandang langsung dari lantai dua belas bangunan ini, apalagi dengan balkon yang langsung menghadap puncak pencakar langit yang berada di tengah ibu kota, membuat sore yang datang terlihat lebih indah ketika di pandang, tidak kalah jika di bandingan dengan pemandangan pantai.

Rahma Humairah. Gadis berusia 21 tahun yang tengah duduk di semester akhir masa kuliahnya, terlihat tengah bersantai memandang senja yang mulai menghiasi langit. Di temani dengan secangkir susu cokelat kesukaannya, ia duduk di balkon kantornya. Hampir setiap hari Rahma menghabiskan waktu sorenya di kantor dengan memandang senja sembari menunggu adzan Maghrib berkumandang.

Rahma berkerja di sebuah butik milik Widya -tantenya- yang memang khusus mendesain busana muslim pernikahan. Rahma bahkan sudah berkerja di butik tantenya selama hampir dua tahun, bukan karena kekurangan uang, Rahma sama sekali tidak kekurangan uang karena orangtuanya setiap bulan selalu mengirimkannya uang bulanan, ia berkerja karena ingin mencari pengalaman sekaligus mengisi waktu luang.

Lebih tepatnya, dengan ketidaksengajaan Rahma bisa berkerja di butik tantenya ini. Awalnya Rahma yang memang tinggal bersama tantenya memang sudah gemar menggambar sejak kecil, belakangan semenjak ia memutuskan berhijrah dan berhijab ia tertarik dengan model busana muslim, karena kebosanannya saat awal pindah ke rumah tantenya Rahma yang sering berdiam di kamar, akhirnya Rahma memutuskan untuk mendesain pakaian casual yang simpel dan bisa digunakan sehari-hari. Sampai suatu hari tantenya yang awalnya berniat ingin mengajak Rahma belanja kebutuhan sehari-hari melihat beberapa desain Rahma yang terletak di meja belajar.

Tante Widya yang melihat hasilnya terpesona dengan desain dari Rahma, untuk ukuran pemula kedetailan dari gambaran Rahma sudah cukup bagus, dan tantenya pun langsung menawarkan Rahma untuk berkerja di butiknya, dengan syarat Rahma harus berhenti jika nilainya turun. Karena, tantenya itu tidak ingin jika Rahma lebih peduli terhadap perkerjaannya daripada pendidikannya, dan kesepakatan berakhir dengan disetujuinya syarat dari tante Widya oleh Rahma.

Rahma bangkit dari kursi santainya, berniat untuk mengambil wudhu dan bersiap untuk menuntaskan kewajibannya. Untungnya memang ruangan Rahma cukup luas sehingga saat pertama menempati ruangan ini ia sengaja membeli tirai dan memberi pembatas di sudut ruangan dekat mejanya dengan tirai sehingga jadilah sebuah ruangan sholat.

Selesai sholat Rahma merapikan lagi mukenahnya, lalu mengambil tasnya dan beberapa lembar kertas berisi perkerjaannya yang belum selesai dari atas meja. Rahma sudah berniat pulang, memang biasanya ia pulang sehabis maghrib berbeda dengan tantenya yang terkadang pulang larut karena Rahma sendiri tahu perkerjaan tantenya itu memang sangat banyak.

Rahma berjalan keluar ruangannya menaiki lift yang sudah mulai ramai karena jam pulang kerja, sesampainya di lobby Rahma langsung berjalan ke parkiran untuk menuju mobilnya terpakir, lalu dengan perlahan Rahma menggemudikannya meninggalkan butik.

Butuh waktu setengah jam untuk sampai ke rumah karena memang keadaan jalan yang selalu ramai, bahkan sebenarnya jarak antara kantor dengan rumah bisa di tempuh dalam waktu lima belas menit jika jalanan lancar.

"Assalammualaikum," ucap Rahma sembari menekan bel rumah. Tak lama terdengar suara kunci yang di putar, lalu terlihat wanita paruh baya dengan kain yang menempel di pundaknya.

"Waalaikum Salam, eh Mbak udah pulang, pas banget Bibi baru aja masak makanan kesukaan Mbak Rahma sama Mbak Widya."

"Alhamdulillah kalo gitu Bi, ya udah Rahma mandi dulu ya Bi." ucap Rahma, lalu berjalan menaiki tangga menuju kamarnya yang berada di lantai dua.

Rumah tantenya ini memang tidak terlalu besar tapi, untuk ukuran dua orang rumah Widya tergolong besar. Sementara Rahma mandi, bi Tari sibuk menata makanan di atas piring dan merapikannya di atas meja makan.

Ana Uhibbuka Fillah [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang