Rahma dan Fatha menghabiskan sore bersama di bawah pohon yang berada di bibir pantai. Rahma duduk di kursi yang terbuat dari kayu yang berada tepat di bawah pohon, sedangkan Fatha kini tengah sibuk dengan kamera yang ada di tanggannya.
Rahma menarik napas dalam, sejuk sore mulai menusuk tubuh Rahma namun tak membuat Rahma terusik. 'Masya Allah, maha indah semua ciptaanmu.' batin Rahma.
"Bang, indah ya. Aku selalu suka senja. Seperti ada luka yang di tutup dengan indah, sehingga yang melihat tidak akan sadar, betapa sakitnya jadi senja." ucap Rahma, menatap langit yang berwana oranye.
"Abang setuju, senja seperti membawa luka. Tetapi, tak terlihat karena keindahannya." Fatha beralih memotret matahari yang perlahan mulai terbenam.
Rahma menutup matanya, menikmati setiap detik yang berlalu. Entah mengapa, hatinya merasa hangat. Tanpa Rahma sadari, Fatha memotret dirinya. Fatha tersenyum bangga dengan hasil potretannya.
"Bang, aku hampir gagal jaga hati." ucap Rahma tiba-tiba.
"Gagal?" tanya Fatha heran.
"Aku hampir gagal jaga hati, aku salah karena aku hampir jatuh cinta dengan selain Dia," ucap Rahma lembut. Rahma menarik nafas lalu menghembuskannya dengan kasar.
"Kamu tau, konsekuensi jika kamu memiliki rasa dengan selain Dia? Kamu akan mendapatkan sakit, mungkin tidak sekarang tapi nanti. Belum lagi, kamu akan dapat dosa." Fatha berjalan mendekati Rahma, sedangkan Rahma masih memandang langit lebar di hadapannya.
"Abang, suka sama sahabat itu kesalahan bukan?" Rahma sedikit gelisah, tetapi ia butuh saran. Bahkan, ia tidak tahu harus bertanya dengan siapa.
"Gak ada yang salah dengan perasaan, Dek. Kamu tau apa yang paling berbahaya dari rasa suka dengan sahabat sendiri?" Fatha menatap Rahma, Fatha tidak mau adiknya merasakan sakit karena rasa yang haram.
"Apa?"
"Yang paling berbahaya dari rasa suka dengan sahabat sendiri adalah kamu harus siap kehilangan dua status penting jika memang rasa itu tidak bisa di pertahankan," jelas Fatha. Fatha menghembuskan nafas dalam, meletakkan kamera yang sedari tadi tergantung di dadanya ke pangkuannya.
"Maksudnya?" tanya Rahma bingung dengan penjelasan Fatha.
"Jadi gini, kita gak tahu kedepannya dalam suatu hubungan itu bagaimana. Jadi kamu nanti harus siap jika kamu berpisah dengan dia. Karena, jika itu terjadi, kamu bukan hanya akan kehilangan dia sebagai pacarmu tetapi juga kehilangan dia sebagai sahabatmu sekaligus."
"Abang, aku gak mau. Aku akan berusaha jaga hatiku, sampai kekasih halal aku datang."
"Cie ... anak kecil, udah bisa bahas kekasih halal. Yang namanya pacaran itu emang dilarang, karena gak ada pacaran dalam Islam, yang ada itu taaruf." Ledek Fatha, yang seketika langsung membuat Rahma cemberut.
"Biarin, emangnya Abang udah ada calon? Sok-sokan ngatain aku nih." Fatha tertawa melihat tingkah adik kecilnya ini, yang sekarang sudah semakin dewasa.
"Ada dong, makanya Abang pulang. Besok rencananya Abang mau ngelamar calon." Rahma menganga tidak percaya dengan ucapan Fatha.
"Astaghfirullah, Abang kalo bercanda jangan gitu deh. Serius, aku tau kok kalo Abang jomblo tapi jangan gitu banget Bang! Lagian, anak siapa yang kena sial gara-gara kamu Bang?" Rahma mengeluarkan semua apa yang ada di kepalanya tanpa berpikir, terlalu banyak pertanyaan mengenai calon dari Fatha di kepalanya.
"Astaghfirullah, Adek! Sadis ya kamu, Abang kamu gini-gini laku tau." Fatha memandang sebal kearah adik kesayangannya itu.
"Iya, tapi beneran Bang siapa calonnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [Sudah Terbit]
SpiritualSemua orang pasti ingin berubah. Berubah menjadi lebih baik dan dekat kepada-Nya. Tapi, dalam usaha untuk berubah menjadi lebih baik banyak sekali halangan yang berdatangan. Terkadang juga, perubahan tidak selalu mendapatkan respon positif. Tetapi...