AUF 31

22.1K 1.2K 44
                                    

Happy Reading
Jangan lupa tambahin ke library yaaa
left komentar jugaa okee^^

###




Tok ... tok ... tok ...

Rahma mengetuk pintu ruangan Alvaro dengan sedikit malas. Bukan karena Rahma tidak profesional, tapi memang jam kerjanya sudah selesai dan ia juga memiliki kepintingan lain.

"Ya, ada apa Pak?" tanya Rahma.

Alvaro memandang Rahma yang sudah rapi  dengan tas selempang yang sudah berada di pundak kanannya, yang menjuntai indah.

"Perkerjaan kamu sudah selesai?" tanya Alvaro. Bukan menjawab pertanyaan Rahma, Alvaro malah balik bertanya.

"Sudah, Pak." jawab Rahma.

"Sudah bukan jam kantor, panggil Alvaro saja." Rahma hanya mengangguk, sengaja tak menyauti ucapan Alvaro.

"Bagus sekali, sekarang kamu temani saya menjemput Kikil. Dia mau kamu ikut," ucap Alvaro dengan nada perintah khasnya.

"Maaf, saya gak bisa. Saya harus pulang," tolak Rahma.

"Kenapa? Kamu tega melihat Aqila sedih karena kamu gak datang? Melihat Aqila di ejek gak ada Mama?" ucap Alvaro sedikit dingin.

"Kenapa Bapak malah bicara begitu, siapa yang senang jika di ejek begitu. Sebagai orang tuanya, Bapak tak seharusnya berkata begitu," balas Rahma dengan nada yang sedikit meninggi.

Ucapan Alvaro sungguh menyulut emosinya, ia sebagai orang tua tidak seharusnya berkata begitu bahkan ucapannya seakan-akan melimpahkan peran orang tua Aqila kepada Rahma, setidaknya itu yang Rahma rasakan.

"Maaf, saya tidak bermaksud begitu. Bukan maksud saya menyinggung kamu, tapi bisakah kamu membantu saya menjemput Aqila?" tanya Alvaro sedikit melunak, ia merasah bersalah telah berbicara seperti tadi.

"Saya ada janji sama sahabat saya," jelas Rahma namun singkat, Rahma berharap Alvaro dapat mengerti ucapannya.

"Setidaknya, ia melihat sosok seorang ibu di kamu," ucap Alvaro dalam.

"Maaf, Varo. Sungguh untuk kali ini saya gak bisa, bukanya kamu sendiri yang bilang sesekali saya harus menolak permintaan Kikil."

Alvaro diam tak sanggup membantah, ingin membantahpun ia tak bisa karena Alvaro tak memiliki hak apapun terhadap Rahma.

"Baiklah kalau begitu," ucap Alvaro datar.

Aura di ruangan ini yang sebelumnya dingin mendadak menjadi lebih dingin. Di tambah dengan sikap Alvaro yang memang dingin dan mendominasi.

"Saya pamit pulang Varo?" ucap Rahma, sedangkan Alvaro hanya mengangguk acuh.

Rahma berjalan keluar ruangan meninggalkan Alvaro yang menatap jejak-jejak Rahma yang sudah menghilang terhalang dinding.

"Saat saya ingin mencoba ternyata kamu sulit," gumam Alvaro.

###

"Apa!" ucap Mama Arkan terkejut dengan ucapan Arkan.

"Iya, Arkan mau nikah. Kok kaget sih," ulang Arkan. Berbeda dengan Arkan. Kini Mamanya yang terkejut, bahkan Papanya  sampai tersedak karena ucapan ajaib Arkan.

"Kamu jangan kumat Arkan. Jangan main-main, wanita mana lagi yang mau kamu mainin. Kamu gak ngerusak anak orang 'kan?" tanya Mama Arkan menasehati.

Ana Uhibbuka Fillah [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang