AUF 46

21.9K 1.1K 31
                                    

Seharian Aqila merasa tidak nyaman dengan pembalut yang dia pakai, berapa kali juga ia sudah mengganti pembalutnya karena rasa tak nyamanya kerap menghampiri.

Aqila merasakan perutnya sakit sekali, bagaikan di tusuk dengan belati. Tanpa sadar setetes air mata turun dari kelopak mata Aqila.

"Pa ... Papa ...."

"Papa ...."

"Iya Kil, kenapa?" tanya Alvaro dari ruang kerjanya.

Alvaro masih sibuk menyelesaikan beberapa perkerjaanya yang terlantar karena mengantar Aqila ke dokter kemarin, sehingga sekarang ia harus mengerjakannya.

"Pa, Kikil sakit perut. Sakit banget," ucap Aqila dengan sedikit meringis.

"Sebentar Kil, Papa ambilin air hangat. Kamu duduk dulu," ucap Alvaro.

Alvaro beranjak dari kursi kerjanya lalu berjalan ke dapur. Alvaro menuangkan seperempat air panas ke dalam cangkir lalu mencampurnya dengan air dingin biasa ke dalam air panas tadi.

Lalu, Alvaro membawa air hangat tadi ke kamar Aqila yang berada tak jauh dari ruang kerjanya. Untuk kamar di lantai 2 memang Alvaro desain dekat dengan ruang kerjanya.

Sehingga memudahkannya untuk kembali ke kamarnya jika ingin tidur ataupun ke kamar Aqila jika ingin melihat anak satu-satunya itu.

"Ini, minum dulu Kil."

Alvaro memberikan gelas berisi air hangat yang ia bawa tadi ke Aqila. Perlahan Aqila meminum air yang tadi di bawa oleh Alvaro, meski tidak sampai habis.

"Gimana Kil?" tanya Alvaro.

"Udah enakan Pa," jawab Aqila.

"Maafin Papa ya Kil, Papa gak tahu harus ngapain."

"Gak apa-apa Pa, seandainya aja Mama masih ada pasti Mama ngajarin Kikil dan nenangin Kikil biar Kikil gak ngerasa sakit lagi."

"Kil maafin Papa, belum jadi Papa yang baik buat Kikil. Maaf," ucap Alvaro mengusap puncak kepala Aqila.

"Papa kenapa gak sama Kak Rahma aja? Kikil percaya Kak Rahma itu orangnya baik Pa, Kikil juga setuju kalau Papa mau nikah sama Kak Rahma."

"Papa akan coba Kil, demi kamu. Tapi Papa gak janji, karena kita gak tahu kemana hati Kak Rahma. Tapi demi kamu Papa akan coba," ucap Alvaro.

'Apa aku benar-benar harus mencoba?' batin Alvaro.

"Pa, Kikil pengen kita jalan sama Kak Rahma. Kita udah lama gak jalan sama dia, lagian juga untuk mendekatkan diri Papa sama Kak Rahma."

"Untuk sekarang gak bisa Kil, Papa masih sibuk dengan urusan kantor. Lagian, Kak Rahma udah bilang sama Papa kalau ia mau liburan selagi hari libur cukup panjang. Sebaiknya lain kali saja Kil," jelas Alvaro.

Aqila merasa sedikit kecewa, Aqila berencana mengajak Papanya ke rumah Rahma tapi lagi-lagi Papanya menolak dengan alasan perkerjaan.

"Ya udah Kil, Papa ke ruangan kerja dulu ya. Nanti kalau ada apa-apa kamu panggil Papa aja."

Aqila mengangguk paham, Alvaro pun sudah keluar dari dalam kamar Aqila meninggalkan Aqila dengan kebosanannya.

Aqila mengambil sebuah novel yang baru di belinya beberapa hari yang lalu. Setelah mengambil novel ya yang berada di atas meja belajar Aqila kembali ke tempat tidurnya lalu membaca novel tersebut dengan harapan bosannya dapat terobati.

###

"Kil bangun Kil, cari makan yuk laper. Kamu belum makan kan?" ucap Alvaro sambil mengoyang-goyangkan tubuh Aqila yang tengah terlelap.

Ana Uhibbuka Fillah [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang