NICO POV
Mobilku melaju dengan kecepatan sedang, menghabiskan waktu dengan berputar-putar mengelilingi kota. Beberapa saat kemudian, kemudiku menuntun ke sebuah kafe dengan dominasi warna warni layaknya pelangi. Seorang waitress yang menggunakan pakaian sewarna pelangi itupun menghampiriku yang duduk di samping jendela.
"Silahkan menunya." Ujar gadis itu sambil menyodorkan sebuah daftar menu.
"Coffe latte." Aku memesan tanpa menyentuh daftar menu yang ia bawakan.
"Baiklah, silahkan tunggu sebentar."
Selagi menunggu aku mencoba untuk menghubungi Evan. Aku perlu memastikan Elena tidak keluar rumah meski hanya selangkah. Kepalaku masih tak cukup dingin untuk menemui gadis keras kepala itu. Aku mengirimkan pesan singkat pada Evan untuk memastikan kebeadaan Elena dan segera memperoleh balasan.
From : Evan
Aku baru saja melihatnya, dia masih menangis di kamar.
Setidaknya itu lebih baik daripada dia pergi menemui Trisia dengan keras kepalanya itu. Jam tanganku telah menunjukkan pukul enam lebih tiga puluh menit saat waitress meletakkan coffe latte pesananku.
"Apakah anda ingin memesan yang lainnya?" Tanya waitress itu lagi. Aku menggeleng, membuatnya kembali meninggalkanku sendiri.
Aku melempar pandanganku ke luar jendela, memerhatikan lalu lalang orang-orang di sekitar kafe. Elena masih terus saja berlarian di pikiranku. Dari sekian banyaknya manusia di muka bumi ini, mengapa Elena harus bertemu dengan gadis itu? Aku menghela nafas panjang sambil memejamkan sejenak mataku yang terasa lelah.
Pandanganku kembali memerhatikan pemandangan yang dibingkai oleh jendela kaca yang cukup besar. Tanpa sengaja aku memerhatikan sebuah mobil yang menurunkan seorang gadis yang tampak tak asing. Aku mengernyit, mencoba mengingaat-ingat lagi, namun masih saja tak kutemukan jawabannya.
Aku membelalakkan mata saat seorang lelaki menghampiri gadis berpakaian merah yang terlebih dahulu turun dari mobil berwarna hitam tersebut. Harry. Aku ingat betul wajah lelaki itu. Selain dia adalah rekan bisnis yang sempat kulupakan wajahnya, tetapi kecelakaan tempo hari membuatku sangat mengingat wajah lelaki itu.
Jantungku berdetak hebat saat menyadari kemungkinan bahwa gadis keras kepala itu akan termakan jebakan Harry dengan menggunakan Trisia sebagai umpan. Bergegas aku menghubungi nomor Evan. Aku menghentak-hentakkan kakiku tak sabar karena Evan tak kunjung mengangkat telponnya.
"Sialan!"
Evan tak juga mengangkat telponnya, sehingga membuatku menghubunginya kembali. Beberapa detik kemudian, tersengar suaranya menggantikan nada tunggu.
"Evan, tolong jangan biarkan Elena pergi dari rumah. Aku sekarang ada di Rainbow Café, aku melihat Harry dan Trisia. Aku khawatir jika Elena bertemu Trisia di Rainbow Café, Harry mungkin saja memiliki rencana untuk menangkapnya."
Butuh beberapa detik bagi Evan untuk menanggapi penjelasanku barusan hingga ia terdengar kembali suaranya. "Aku sudah memastikan Elena. Dia sedang tidur di kamar."
Aku merasa tak yakin bahwa Elena benar-benar akan tertidur, mengingat betapa keras kepalanya gadis itu. "Apa kau sudah mengecek bawa yang berada di atas ranjang itu adalah benar-benar Elena?"
Lagi-lagi Evan membutuhkan sedikit waktu hingga akhirnya menjawab petanyaanku. "Sekarang aku berada di hadapan Elena yang tertidur. Apa perlu kubangunkan jadi kau bisa bebicara dengannya?"
Menyadari akulah yang terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkan Elena, akirnya aku dapat bernapas lega mendengar gadis itu masih berada di dalam rumah. Pandanganku kembali menyaksikan kedua orang yang masih berada di sisi mobil. Hary tampak mengatakan sesuatu yang disambut gelengan oleh Trisia. Kemudian lelaki itu menunduk untuk menatap gadis di hadapannya kedua tangannya menggenggam bahu Trisia. Mungkin ia sedang meyakinkan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Green Eyed (TAMAT)
RomantizmSeumur hidup aku akan membawa rasa bersalah ini, menenggelamkannya di dasar hatiku. Menyimpannya sebagai sebuah luka yang tak akan pernah sembuh. Entah harus sejauh apa lagi aku berlari, aku ingin menghilang tanpa jejak, melupakan bahwa kesalahan it...