Suara decitan sol sepatu yang terbuat dari karet itu ikut mengiringi setiap langkah besar yang diambil oleh kedua kaki kecilnya. Ransel kecil dipunggungnya bergoyang ke kanan dan ke kiri, manandakan si empunya sedang memacu langkahnya cepat. Tepat dari pintu mobil yang menghubungkan antara halaman dengan pintu utama rumah, senyumnya mengembang karena esensi Ibunya yang pertama kali ia lihat. Tangan Ibunya melambai, sehingga dengan cepat ia menghampur ke dalam tubuh tinggi sang Ibu untuk mendapat pelukan.
"Kibummie sudah merindukan Ibu, eoh?"
Kibum hanya mengangguk, masih pada posisi dimana ia menenggelamkan wajahnya pada perut sang Ibu. Maniknya membuka ketika sang Ibu tiba-tiba menyamakan tingginya dengan tubuh kecilnya.
"Ibu ingin mendegar cerita hari pertama Kibum sekolah, boleh?"
Mendadak tangan kecil Kibum terlepas dari tubuh sang Ibu, membuat perempuan cantik itu bingung terlebih ketika kini putranya hanya menatapnya dalam. Dalam sepersekian detik, kepala Kibum merunduk dan dipelintingnya ujung seragamnya. Saat itulah, Jae Kyung tahu ada yang salah dengan putranya.
"Kibummie?"
"Tidak ada yang bermain dengan Kibummie. Semuanya berlomba-lomba mengajak Donghae hyung bermain. Kibum tidak suka"
Sejujurnya itu adalah ketakutan Jae Kyung ketika harus pindah ke Seoul. Ia tak peduli bagaimana dirinya, tapi ia begitu khawatir dengan bagaimana putranya akan beradaptasi. Kibum bukan si pandai sosial, ia bahkan sangat tertutup dengan rang-orang baru. Jae Kyung tahu, itu adalah salah satu resiko yang harus ia hadapi di Seoul, lalu kenapa hatinya masih saja sakit ketika mendengar langsung?
Tak ingin terlihat kacau di depan Kibum, Jae Kyung lantas tersenyum dan membawa pundah Kibum untuk menghadapnya. Kedua manik yang sama itu saling menatap, "Bukan tidak ingin bermain dengan Kibum, hanya saja mereka belum begitu mengenal Kibum. Kibum saja juga sulit bermain dengan orang baru kan?"
Kibum tak bereaksi, ia diam. Kemudian cicitan lirih begitu saja keluar dari bibirnya, "Aku ingin menjadi Donghae hyung"
Seketika itu Jae Kyung tak lagi mampu mengontrol perasaannya. Kecemburuan Kibum kepada Donghae sebenarnya sudah nampak jelas sejak mereka tinggal di rumah Park. Bahkan di hari pernikahannya dengan Park Seung Hwan, ia bisa menatap lirikan iri Kibum ketika Donghae yang datang ditemani Leeteuk menjadi pusat perhatian karena setelannya yang terlihat trendi di usianya. Semua orang memuji Donghae, dan melupakannya yang duduk di deret kursi paling depan seorang diri.
Putranya yang seperti itu seperti memukul telak Jae Kyung bahwa ia tak pernah memberikan Kibum lebih seperti anak-anak di usianya. Mereka miskin, ia hanya penjaga toko yang secara beruntung bertemu dengan pria kaya raya sekelas Park Seung Hwan. Meski hidupnya sulit dan Kibum terbiasa dengan itu, tetap saja ketika dihadapkan dengan keadaan yang sangat bertolak belakang membuat mereka silau. Terlebih Kibum, otak polos putranya itu akan menangkap semua keadaan dengan sesederhana mungkin, sehingga hirarki miskin dan kaya tertanam di otak kecilnya. Menimbulkan rasa iri dan mungkin mulai menyentuh kata serakah.
.
.
"Jika aku mengharapkanmu lenyap untuk menyelamatkan diriku sendiri, maka kupikir tak ada yang salah dengan itu. Ini hukum alam, jadi jangan berharap sedikitpun"
-Kim Kibum-
.
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
If You Gone
FanfictionTentang dua remaja yang dipersatukan karena keadaan. Merintis kehidupan lewat setiap langkah yang mereka ambil. Mencoba melindungi satu sama lain dengan bayangan masa lalu yang masih lekat menghantui. Memunculkan ketakutan dari pemuda buta yang menc...