Chapter 3

1.2K 113 20
                                    

            Rasanya tak ada yang lebih menyakitkan daripada ditinggalkan tanpa perpisahan, dan Leeteuk mengalaminya sekaligus. Belum genap satu hari Tuhan mengambil ibunya, sekarang lagi-lagi ia harus menerima jika Donghae –adiknya- juga pergi. Tapi kali ini lebih menyesekkan karena ia harus menerima fakta bahwa adiknya pergi karena dirinya. Bagaimana mungkin seorang kakak mendorong adiknya sendiri di depan banyak orang dan menghujaninya dengan ratusan umpatan yang bahkan tak mampu ia bayangkan lagi.

Leeteuk terkekeh pelan dalam kesunyian yang tercipta di dalam kamar yang telah seutuhnya ditelan pekat. Lututnya yang ia peluk kuat dengan tubuh meringkuk dan kepala yang ditenggelamkan dalam itu terus menggulung bak bola. Air mata telah membeku dari maniknya, hingga hanya lewat kekehanlah ia luapkan perasaannya.

"Seorang kakak tanpa adiknya, bagaimana mungkin ia dipanggil kakak" ingatnya pada satu kalimat yang pernah di dengarnya dari mendiang sang ibu.

Rengkuhan pada lututnya semakin kuat, bahkan buku-buku kuku berwarna ungu telah tercipta pada setiap jarinya. "Donghae-ahh" panggilnya lirih dengan bibir yang bergetar sehingga suaranya terdengar pecah.

"Jika dunia menghianatiku, hyung tidak boleh pergi bersama dunia. Kau harus jadi satu-satunya yang berbalik dan merengkuhku"

"Aku tidak bisa, Hae-ahh. Mianhae"

Dan semuanya berakhir. Satu kalimat Leeteuk berhasil meruntuhkan pertahanan seseorang yang sedari tadi berdiri di tengah kegelapan yang sama. Kibum, dengan mata dinginnya menatap siluet tak terlihat sang kakak dengan penuh nyalang. Rasa benci atas keadaan yang menimpanya membuncah dalam dirinya. Hatinya yang mulai mencair setelah melihat kakaknya menangis dan terpuruk kini kembali membeku – seutuhnya beku. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal, sedang pikirannya tertuju pada satu nama: Park Donghae.

.

.

"Jangan salahkan aku yang menjadi kejam dan tak berhati. Karena nyatanya, tak ada hati yang benar-benar meletakkan namaku. Tidak juga kau ataupun mereka. Faktanya selalu ia yang terpatri"

-Kim Kibum-

.

.

.

If you Gone...

.

Suara tabrakan antara tongkat besi dan lantai marmer berhasil mengusik konsentrasi Yesung yang sedang mengurus beberapa dokumen kedai. Tak perlu bertanya siapa pelakunya, sudah barang pasti Kyuhyun. Atensinya sepenuhnya terfokus pada pintu kayu ketika sebuah ketukan tak beraturan terdengar. "Masuklah, Kyu"

"Apa itu, Kyu?" tanya Yesung dengan kening berkerut melihat Kyuhyun berjalan hati-hati dengan membawa sebuah cangkir yang masih mengepul.

"Susu. Ahjussi Lee bilang kau terlihat lelah hari ini, jadi aku menyuruhnya membuatkan susu untukmu"

Yesung dengan cepat meraih cangkir yang dengan sembarang arah Kyuhyun sodorkan, ia tak mau mengambil resiko jika cangkir tersebut jatuh dan isinya kececeran di karpet beludru yang ia beli dari pendapatan pertamanya.

"Aih, ahjussi Lee memang si pengadu"

"Aniyo, itu karena dia memperhatikanmu hyung. Dia tahu kau hidup sendiri jadi dia bilang setidaknya ia bisa menjadi ayah untukmu"

Kyuhyun berdecak mendegar dengusan Yesung. Kemudian ia raba kusi di depannya dan mendudukinya ketika posisi kursi tersebut dirasa pas untuk berbicara pada CEO muda pemilik kedai kopi di depannya.

If You GoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang