Chapter 14 - Ditembak? Gue mati dong

42 13 2
                                    


                    Hari ini sekolah terasa lebih sepi dari biasanya, entah hanya perasaan Zee atau bagaimana, namun yang jelas hari ini tidak mungkin libur karena hari Senin. Langkah demi langkah, akhirnya Zee sampai di depan kelasnya, sejurus kemudian ia menelongokkan kepalanya ke dalam kelas. Tingkahnya persis seperti maling yang takut ketahuan.

Lagi-lagi kelasnya sepi. Sekarang Zee benar- benar bingung, lalu ia mengecek ponselnya siapa tahu ada informasi yang bisa ia dapat. Namun hasilnya nihil, ia memasukkan ponsel ke dalam tas nya dengan kasar.

Ia berjalan menuju kantin, hasil yang ia dapat hanya kursi dan meja kantin yang berjajar rapi, tidak ada siapapun. Lalu ia ke perpustakaan, namun yang ia dapat hanya suara angin. Sial, dimana sebenarnya mereka semua.

Zee kembali mengingat bahwa hari ini tidak mungkin libur. Ia benar-benar dibuat pusing tujuh keliling. Entah mengapa, sekolahnya ini menjadi sedikit terasa horor karena sepi sekali. Sambil sesekali ia mengusap tengkuknya.

Hati Zee seperti menuntun langkah demi langkahnya menuju ke suatu tempat. Aihh kenapa agak sedikit merinding ya.

Benar saja. Tibalah Zee di suatu tempat yaitu taman belakang sekolah. Ia kaget bukan main.

Terlihat seluruh siswa SMA Putra Bangsa sedang ada di sana, ya di taman sekolah.

"Emang ada acara apa? Kok gue nggak tau apa-apa. " tanyanya dalam hati.

"Ada apa sih?" tanyanya kepada salah satu siswa yang sedang lewat di depannya. Namun hanya dijawab oleh gelengan kepala saja.

Karena rasa kepo yang tinggi maka Zee tetap meneruskan langkahnya dan tibalah ia di kerumunan siswa- siswi yang menutupi jalan. Setelah mereka semua melihat Zee datang, sejurus kemudian mereka membuka blokade jalan itu dan setiap siswa yang dilewati oleh Zee, memberikan masing- masing setangkai mawar putih. Lantas Zee kaget.

"Loh, kok dikasih gue semua bunganya. Ada apasih sebenarnya?"

Yang lain memilih bungkam.

Ihh aneh semua.

Zee terus melangkahkan kakinya hingga ia dapat melihat seseorang dengan pakaian putih abu- abu di depannya. Persis di depannya. Apakah ini surprise? Namun ia tidak sedang berulang tahun. Wah pasti ada yang tidak beres.

"Aldo?"

Aldo berjalan mendekat, matanya terus menatap mata gadis yang ada di depannya.

"Gue minta penjelasan dari lo tentang semua ini. " ucap Zee dengan tegas.

Lalu Aldo menjelaskan semuanya. Ia ingin mengungkapkan perasaannya selama ini. Semuanya. Tidak perduli resikonya nanti yang pastinya Aldo tahu bahwa Zee akan marah besar bahkan membencinya setelah penjelasan sekaligus pengakuan ini. Aldo tidak perduli lagi, ia sudah tidak mampu untuk memendamnya lagi. Karena semakin lama memendam perasaan itu, yang ada rasa ingin memiliki akan tumbuh semakin besar dan lebih besar lagi. Dan Aldo tahu bahwa memilikinya adalah suatu ketidakmungkinan dalam takdir. Rasa sesak dan sakit yang akan menjelma setap kali ia melihat Zee. Mencintainya adalah kesalahan terbesar dalam hidupnya. Dan ia membenci dirinya sendiri.

Ya, perasaan itu sebenarnya sudah muncul sejak lama, karena waktu dan keadaan pula yang membuat Aldo semakin terjebak dalam cinta sahabat sendiri alias friendzone. Semakin hari ia semakin tidak berdaya. Dan yang lebih parah lagi ia tidak pernah mau mengungkapkan perasaannya.

Memendam suatu hal itu menyakitkan. Tidak semudah membalikkan telapak tangan seperti kata orang. Hanya orang-orang hebatlah yang mampu melakukan itu semua. Tidak mudah karena aku pernah merasakannya.

"Lo bercanda kan Do?" Zee menanyakan kebenarannya kepada Aldo sambil tertawa getir.

Lalu Aldo meraih tangan mungil milik gadis yang sepertinya terlihat sangat syok mendengar kebenaran itu."Gue nggak bercanda Zee, gue beneran sayang sama lo, lebih dari sahabat."

"Gue benci situasi kaya gini. Dan ini adalah hal yang paling nggak gue pinginin Do. Lo tau itu kan? Dan seharusnya lo- lo buang jauh- jauh rasa itu. Mana janji lo?"

Air mata sudah mengalir deras dari pemilik mata indah Zeekania Mayriska Ashley. Mengucur sebagai tanda jiwa yang terluka, hati yang terdusta dan gairah yang tak ada.

Sangat disayangkan memang, sangat. Persahabatan yang penuh makna, penuh kisah, penuh warna harus berakhir karena salah satu dari mereka memilih untuk menyerah dan terjebak dalam perasaan menyayangi yang lebih. Hal ini adalah pantangan bagi Zee namun malah Aldo yang melakukanya.

"Gue kecewa sama lo Do. " Lalu Zee berbalik ingin segera pergi namun tangannya berhasil dicekal oleh Aldo.

"Zee, dengerin gue dulu, gue udah coba kubur perasaan laknat itu dalam- dalam, namun semakin hari gue malah semakin tersiksa, apa lo juga pernah berpikir tentang perasaan gue Zee?"

"Tapi lo-"

" Please, dengerin gue dulu. Ini semua gue lakuin supaya gue bisa lega, beban gue sakarang serasa keangkat, udah nggak ada. Ini Cuma pengakuan perasaan aja Zee, Hati gue ini cuma pengen lo ngertiin perasaan gue ini,"

"Gue capek, gue mau istirahat Do, thanks buat bunganya tapi gue nggak bisa nerima ini." Zee menaruh begitu saja semua bunga tadi. Sejurus kemudian ia pergi.

Siswa lainnya yang melihat kejadian itu tertegun sekaligus sedih karena jika melihat mereka berdua selalu bersama,tak terlihat celanya, menyimpan sejuta perasaan getir dan mendera. Mereka semua membubarkan diri meninggalkan Aldo yang masih berdiri seperti sebuah manekin.

Sedangkan Zee berjalan menuju halte depan sekolahnya dengan kepala tertunduk. Ia lalu duduk di halte sambil menuju bus yang akan segera membawanya pulang ke rumah dan bisa memenangkan diri. Tak terasa ada sekotak tissue yang terarah kepadanya. Lantas Zee menoleh dan mendapati seorang cowok yang ter-nyebelin itu duduk di sampingnya.

"Thanks Ndra. "

Andra hanya membalas dengan senyum tipis. Lalu setelahnya mereka berdua hanya diam.

Beberapa menit kemudian...

"Udah ah mau sampe kapan kaya gini" suara Zee yang masih agak serak memecahkan keheningan yang tercipta.

"Gue akan kasih waktu lo untuk nangis sepuas hati lo kalo itu bisa bikin lo lega." Ucap Andra akhirnya sambil menoleh menatap sepasang manik milik Zee.

"Gue nggak nangis, gue cuma kelilipan aja, nih liat. "

"Nggak nangis apanya, orang gue tau kok masalah lo."

Wajah Zee kembali pias.

"Eh eh jangan kaya gitu muka lo, kaya topeng monyet, lo udah jelek tambak jelek tau nggak." Hibur Andra.

"Thanks ya Ndra, lo bisa bikin gue seneng meski cara lo yang harus ngatain gue dengan kata pedes bahkan omong kosong lo itu." batin Zee yang berbicara.

A/N : Hai maaf ya kalo lama banget updatenya. Jujur nih ya, aku tuh udah mulai sibuk banget karena lima hari kerja. Makhlumlah soalnya masih sekolah. Jadi maaf ya.

Thanks juga buat kalian yang sempetin baca cerita abalku ini, thanks to 1k read, aku seneng banget.

Sebenarnya ada nggak sih yang baca, kalo ada tinggalin komentar dong hehehe jangan lupa vote juga ya. Love you.

"Hargai karya yang kalian baca dengan vote sebagai bentuk apresiasi dari kalian."

My DisillusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang