Chapter 12

2.1K 195 8
                                    

Keringat sudah mengucur dari kening Tayuya. Seorang perempuan berambut pirang pendek menatapnya tajam. Wanita itu seolah mengatakan, "Kau merusak dapurku."

Mahasiswa baru jurusan tata boga Hashirama saat ini tengah menghadapi tes akhir. Mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil yang didampingi seorang senior. Hanya ada satu juri dalam tes kali ini. Dia adalah Maeda Yuri.

Maeda Yuri adalah lulusan terbaik jurusan tata boga empat tahun lalu. Wanita itu amat terkenal, karena memiliki program televisi yang berkaitan dengan masak. Kebanyakan yang menjadi penggemarnya adalah ibu-ibu dan sejumlah lelaki yang suka sifat dingin si ratu dapur.

Baru saja Hinata lega, karena dia dinyatakan lolos dalam tes ini. Namun, saat ini dia takut Tayuya, orang yang paling dekat dengannya di kampus, tidak lolos. Dia sangat tegang menunggu komentar Maeda Yuri.

"Kau kupecat," kata Yuri singkat.

Ootsutsuki Toneri, selaku ketua kelompok segera memberikan sanggahan. "Dia masih bisa diberi kesempatan, Maeda-san. Kesalahannya tidak fatal."

"Tidak fatal? Maksudmu membuat lidahku terasa sepat sampai dua hari ke depan bukan kesalahan fatal?"

"Jangan bercanda. Memang ketika Anda seusia gadis ini, Anda bisa mengolah daging ular dengan sempurna?"

Yunior mana yang tidak akan menyukai Toneri kalau sikapnya begitu? Teman seangkatan Hinata yang lain bahkan merasa sial karena Toneri bukan ketua kelompok mereka. Beberapa dari mereka sekarang justru sudah pulang dan tidak akan pernah kembali lagi ke kampus sampai tahun ajaran baru tiba, itu pun bila mereka berhasil melewati tes masuk.

Demi seorang yunior, Toneri tak segan mengatakan hal yang membuat wajah Yuri tampak tegang. Seharusnya Toneri bersikap lebih baik kepada Yuri, selaku senior, bukannya membela yuniornya.

Sungguh. Hinata terkesan, sedikit. Dia jadi merasa bersalah menilai pria itu kurang ajar. Nyatanya Toneri memang pria baik.

"Terserah apa maumu," kata Yuri datar. Wanita itu keluar dari dapur dengan wajah merah menahan malu.

"Terimakasih, senpai!" kata Tayuya sambil membungkukkan badannya.

"Tidak masalah," balas Toneri singkat. "Kalian segeralah kembali ke penginapan dan bersiap-siap untuk acara puncak summer camp kita."

"Hampir saja!" pekik Hinata. Dia memeluk Tayuya seraya mengujar syukur kepada Dewa. "Ayo kita susul yang lain," ajak Hinata.

"Tidak, Hinata," kata Toneri cepat, "ada hal yang perlu kubicarakan dengan Tayuya. Kau duluan saja."

Hinata tersenyum mengerti, kemudian mengangguk. Di mata Toneri, itulah pertama kalinya gadis itu tersenyum begitu tulus padanya. Seolah Hinata memberikan sedikit celah untuknya memasuki hidup gadis itu.

"Ada apa, senpai?" tanya Tayuya singkat setelah Hinata meninggalkan dapur bersama teman-teman sekelompoknya.

"Aku butuh bantuanmu," jawab Toneri.

Tayuya menatap Toneri penuh tanya. Namun, kemudian gadis itu tersenyum senang. "Aku senang sekali jika aku bisa membantu senpai. Jadi, hal apa yang bisa kubantu?"

"Baguslah. Ini tidak akan sulit untukmu, cuma tentang Hinata."

...

Pada kamis malam seorang Uchiha berkunjung ke mansion Hyuuga. Tampilannya sama seperti seorang pegawai pada umumnya, mengenakan kemeja hijau toska dengan celana bahan dan sepatu pentofel berbahan kulit. Tetapi, tompel di wajah pemuda itu membuatnya tidak normal, apalagi tatapan matanya yang seakan mampu membunuh siapa saja. Hal itu membuat seluruh pelayan Hyuuga bertanya-tanya.

Tidak CocokTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang