D+1 putus

74 8 0
                                    

"Shaf, jangan galau mulu dong. Kita kan jadi sedih lihatnya." Fira dan Leony kini sedang merayu sahabatnya yang sejak tadi menaruh kepalanya di meja malas.

"Iya Shaf. Shafa yang kita kenal kan ceria dan bakal selalu tebar senyum apapun yang terjadi."

"Tau ah. Gue masih ngambek sama kalian. Kalian udah boong banyak sama gue." Jawab Shafa malas, masih menelungkupkan kepalanya di meja.

"Kita ngga maksud buat boongin lo lagi Shaf. Sebenernya kita udah lama pengen kasih tau lo kelakuan Gio dibelakang lo." Jelas Fira.

"Iya Shaf. Cuman kita ga tega kasih taunya. Kita lihat lo tuh bahagia banget bareng Gio. Kita ngga pengen senyum lo hilang, Shaf." Lanjut Leony.

"Kebenaran itu selalu benar untuk diungkap meskipun pahit rasanya. Apalagi kalian sahabat gue. Harusnya dalam persahabatan nggak ada yang ditutup-tutupin." Jelas Shafa masih bertahan dengan posisinya.

"Iya deh Shaf. Maafin kita. Kita salah. Kita ga bakal bohong lagi ke lo."

"Hmm"

"Jangan marah lagi dong, Shaf. Kita harus apa biar lo mau maafin kita?"

Seketika Shafa bangkit dan duduk tegak dengan senyuman licik di wajahnya.

"Kalian mau gue ngga marah lagi kan?" Tanya Shafa yang dijawab dengan anggukan dan muka bingung dari kedua sahabatnya.

"Kalo gitu kalian besok temenin gue bolos." Jawab Shafa yang membuat kedua sahabatnya melongo. Shafa yang mereka kenal sangat teladan dan taat aturan itu baru saja mengajak mereka membolos. Apa mereka tidak salah dengar?

"Shaf, lo nggak papa?"

"Iya Shaf lo nggak sakit kan?"

"Lu ngga kerasukan apa-apa kan?"

"Gue tau lu lagi patah hati, tapi jangan berubah gini dong."

"Iya shaf. Kan kita takut."

"Ih kalian mah." Sahut Shafa yang kini menyilangkan tangan di dada sambil manyun.

"Lagian lo ah. Aneh aneh aja."

"Apaan sih aneh. Cuman bolos sehari doang seumur hidup. Gue lagi males ke sekolah."

"Shaf, besok tuh kita ada ulangan biologi. Lo tau kan Bu Anne itu ngga menerima ujian susulan."

"Dan gue bakal dibunuh bonyok gue kalo ketahuan bolos, Shaf."

"Ah, kalian nggak asik ah." Kata Shafa kembali menelungkupkan kepalanya bersamaan dengan masuknya Gio ke dalam kelas. Ya mereka memang satu kelas. Sebenarnya mereka duduk bersebelahan. Tapi Leony sudah berinisiatif untuk pindah duduk ke sebelah Shafa.

Gio hanya dapat menatap sendu Shafa yang sedang menelungkupkan kepalanya, masih tidak sadar akan kehadirannya. Sedangkan kedua sahabat Shafa itu sudah menghadiahinya dengan tatapan garang seperti macan yang siap melahap mangsanya. Gio tak mempedulikan mereka dan tetap berjalan menuju ke arah mereka.

"Minggir. Ini bangku gue." Kata Gio dingin pada Leony.

"Gue udah duluan disini. Lo cari bangku lain aja." Kata Leony tak mau kalah.

"Tapi kan ini bangku gue." Jawab Gio lagi kekeuh.

"Ya lo kan bisa-" kata-kata Leony terpotong oleh suara yang berasal dari gadis disebelahnya, "berisik banget sih kalian." Kata Shafa tanpa mengangkat kepalanya.

Mau tak mau, Gio mengalah dan duduk di bangku lain. Tapi ia masih terus menatap Shafa dari bangkunya. Selama pelajaran, Shafa hanya merenung dan tidur. Sesekali menatap keluar ke arah jendela atau mengecek jam. Tak sedikitpun melirik ke arah Gio. Shafa tidak memerhatikan pelajaran. Sungguh tak seperti Shafa yang ia kenal.

"Bodoh" Gio merutuki dirinya sendiri dalam hati. Ia sendiri tak dapat fokus pada pelajaran. Apapun yang terjadi ia tidak mau putus dengan Shafa. Ia tidak mau kehilangan gadis yang dicintainya itu.

ShafaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang