"Kesedihan yang paling menyakitkan adalah kesedihan yang tidak ditangiskan."
Bukan. Itu bukan suara gadis itu. Tapi suara seorang laki-laki yang berada tepat di sisi gadis itu
Gadis itu refreks menoleh saat mendapati seseorang tengah memandang lurus ke laut. Entah, dia pun tidak tahu siapa laki-laki itu. Wajah laki-laki itu asing baginya.
"Bukan urusan lo."
Ada keterkejutan yang kentara sekali pada laki-laki itu saat mendapati gadis itu meliriknya tajam.
Gadis itu. Natagia Zaina Tsabit.
Sepuluh menit berlalu dengan hanya ditemani suara debur ombak yang saling sahut-menyahut.
Bahu Nata sedikit bergetar, tak kuasa menahan segala hal yang selama ini ada di kepalanya. Lantas menggigit bibirnya, berusaha menahan gejolak emosi yang kian meluap-luap ingin segera keluar.
"Menangis bukan sesuatu yang hina ko." Ucap laki-laki itu seraya tersenyum hangat.
"Cukup." Tidak ada bentakan, namun suara Nata cukup untuk memberikan suatu perintah agar laki-laki itu diam.
Lagi. Nata menghela nafasnya. Lantas tubuhnya balik kanan dan berlalu dari sisi laki-laki itu
Laki-laki itu tersenyum nyinyir seraya menahan pergelangan tangan Nata sebelum gadis itu berlalu terlalu jauh.
Nata membatu saat lengannya dirambati oleh rasa dingin yang menusuk pori-pori kulitnya.
"Lu ga bisa terus-terusan jadi pengecut.."
"Lepasin!" Nata menghentakkan tangannya kasar. Tapi sia-sia. Laki-laki itu tetap mencekal lengan Nata semakin erat.
"Gua lepasin dengan syarat lu bakal temenin gua di sini. Gimana?" laki-laki itu menaikkan satu alisnya.
"Siapa lo berani perintah-perintah gua?" Nata memalingkan wajahnya tak acuh.
"Gua Nevin Zuhair Purnama." Sebutnya dengan bangga, "Laki-laki yang paling menawan, apalagi pas purnama tiba. Kayak sekarang." Terangnya
"Cih.." meski Nata memutar bola matanya apatis tapi ada sisi penasaran yang tidak bisa disembunyikannya terhadap laki-laki itu. Berkali-kali Nata melihat seulas senyum yang dipamerkan laki-laki itu, terasa hangat namun bertolak belakang dengan sentuhan tangannya yang dingin, yang bisa dipastikan setiap orang yang bersentuhan dengan kulit tangan laki-laki itu akan bergidik.
Yang telah diketahui bahwa laki-laki bernama Nevin itu, kini tengah mencondongkan wajahnya pada Nata nyaris tak berjarak, "Gimana?"
Nata menjauhkan kepalanya risih.
"Gua ga akan macem-macem, suer deh. Gua cuma pengen lu tahu kalau dunia ga bisa di lihat hanya sebatas satu sudut pandang aja." Tanpa menunggu persetujuan Nata, Nevin menarik tangan Nata, membawanya menyusuri pantai. Semakin jauh.
Diam-diam Nata memperhatikan Nevin yang berjalan menyusuri pantai dengan sangat antusias. Tidak ada perbincangan diantara mereka. Hanya sesekali Nevin menoleh dan tersenyum pada Nata yang dua langkah di belakang Nevin.
"Mau kemana?" Nata bersua, yang di tanya justru menghentikan langkahnya dan menunjukkan sesuatu dengan isyarat dagunya.
Di depannya terihat hamparan batu karang yang menjulang tinggi. Terlihat begitu mempesona dengan terpaan sinar rembulan yang begitu purna.
Seulas senyum hadir dibibir Nata, begitu tipis. Tapi purnama menyaksikannya. Ya. Nevin menyaksikkannya.
--LucidDream—
![](https://img.wattpad.com/cover/123483411-288-k68671.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
General FictionBiarkan kerinduan itu mencari Melanglangbuana Mengembara dalam dimensi hening Untuk tahu kepada siapa Ia pantas ber-Tuan . . Awalnya bernafaspun masih terasa menyesakkan. Namun seketika semua berubah saat udara bisa dirasakan dengan cara yang lain. ...