Satu menit. Dua menit. Lima menit.
"Anjiiiiiir lu bocah ingusan yang dulu sering maen sama Nata kan? Gilaaaa!! Lu ketawa doang lagi tadi pas gua salah tebak. Taiiik. " Juna melempar bantal sofa kepada laki-laki itu. "Ngapain lu ke Bogor? Bosen di Bandung?"
"Bosen idup kayaknya gua bang."
"Halasaaaan."
"Nata mana bang?"
"Ada tuh di kamarnya. Ke kamarnya aja sana."
"Eh? Boleh emang bang?"
"Yaelah, sok aja lagian gua tau lu ga akan ngapa-ngapainkan? Hahaha." Juna terkekeh, "Udah sana, gua tau ko lu kangen ade gua kan?"
"Ah kampret lu bang. Yaudah gua ke atas ya hehe." Laki-laki itu lantas berlalu menaiki tangga rumah Juna.
Laki-laki itu berdiri di depan pintu putih yang dia ketahui pastilah kamar Nata. Hanya saja, pintu itu terlihat bersih dari yang dia lihat dulu. Dulu, pintu kamar Nata di hiasi oleh sticker-sticker bunga.
Laki-laki itu lantas mengetuk pintu.
Di dalam sana Nata hanya menggeliat saat mendengar pintu kamarnya di ketuk.
Nata melirik jam di atas nakasnya sekilas. "Elah masih pagi juga."
Akhirnya Nata beranjak dari atas tempat tidur dengan sempoyongan berusaha meraih kenop pintunya dan satu tangan kirinya masih sibuk mengucek matanya.
"Kenapa bang?" Nata masih saja mengucek matanya. Di depannya laki-laki itu justru menahan tawa.
Tak kunjung mendapat jawaban akhirnya Nata menengadahkan kepalanya, matanya terbuka sempurna saat menyadari yang berada di hadapannya ternyata bukan abangnya, "Elo?"
Laki-laki itu lantas memeluk Nata, "Yap! Gila gua kangen lu Nat!"
Tidak ada jawaban dari Nata. Nata justru berdiri mematung.
"Elaaah kaku amat sih lu Nat." Laki-laki itu melepaskan pelukannya. "Btw lu bau iler sumpah."
Nata memalingkan tubuhnya dan berjalan ke dalam kamarnya, lantas duduk di ujung tempat tidurnya, "Ngapain lo ke sini?"
"Sungguh kata penyambutan yang sangat tidak baik wahai Natagia." Laki-laki itu hanya bersender di ambang pintu.
"Sungguh lu sangat mengganggu tidur gua—" Nata melangkah mendekati laki-laki itu, saat tepat di depan wajahnya Nata berhenti, "Wahai Irham Al Nazeef."
Irham mengembangkan senyum di bibirnya seraya menarik hidung Nata.
Nata menoyor kepala Irham, "Sakit anjiiiiir."
"Lari pagi kuy!"
"Males."
"Buru." Irham menarik lengan Nata.
Dengan terpaksa Nata mengikuti langkah kaki Irham. Sekilas Nata melihat Nevin berada di ujung tangga sedang melipat tangan di dada. Wajah Nevin terlihat berbeda di mata Nata. Ada rasa penasaran dalam diri Nata, mungkin nanti saja dia akan bertanya. Begitu pikirnya.
"Bang gua keluar bentar ya sama Nata."
Juna hanya mengacungkan jempol tanda persetujuan.
Irham dan Nata lari pagi di sekitar komplek rumah Nata. Belum setengah jam berlalu, Irham sudah banyak berhenti-berhenti.
"Payah lo. Ga seru." Nata mencibir saat melihat Irham justru membungkuk sambil mengatur napasnya.
"Ko lu kuat banget Nat? Larinya cepet banget pula. Padahal dulu gua yang selalu menang kalau lomba lari sama lu."

KAMU SEDANG MEMBACA
LUCID DREAM
General FictionBiarkan kerinduan itu mencari Melanglangbuana Mengembara dalam dimensi hening Untuk tahu kepada siapa Ia pantas ber-Tuan . . Awalnya bernafaspun masih terasa menyesakkan. Namun seketika semua berubah saat udara bisa dirasakan dengan cara yang lain. ...