Kembali Bahagia

2.5K 47 9
                                    

"Wahhh! Tulisan Mama bagus sekali!" Laras terkagum melihat tulisan mamanya ketika muda.

"Benarkah? Memangnya tulisan Laras tidak sebagus ini?" Mamanya mengusap jilbab Laras yang lembut. Memandangi mata anaknya yang masih polos.

"Tulisan Laras jelek Ma, tidak sebagus punya Mama."

Mama mengelus kepala Laras yang menggemaskan itu. Seorang anak perempuan berusia 6 tahun yang bahkan baru belajar menulis. Gadis kecil yang tampak sangat cantik dan rapi dengan jilbab berwarna ungu yang menjuntai sampai ke perut.

Pagi itu Mamanya tengah memperlihatkan tulisan-tulisannya semasa muda. Surat, cerpen, puisi, dan karya tulis lainnya.

"Ma, ajarin Laras menulis yang bagus ya..." Wajah lucu itu, membuat Amira, Mamanya, merasa sangat gemas. Berkali-kali dia mencubit pipi merahnya.

"Ihh! Sakit Ma..." Laras mengelus-elus pipinya yang baru saja dicubit mamanya.

Hanya senyuman yang terlontar dari wajah Amira setiap kali melihat tingkah anaknya yang menggemaskan itu.

"Bukannya di TK kamu diajarkan menulis, Laras?"

"Tapi tulisan Laras gak bagus Ma, ajarin ya Ma..."

Amira tersenyum dalam, melihat tingkah anaknya yang selalu menghiburnya tiap kali dia merasa letih. Letih dengan segala kesibukan duniawi yang harus dia kerjakan sendiri. Semenjak Sandi, suaminya, pergi begitu saja dari rumahnya. Entah apa yang terlintas di pikirannya saat itu, pergi tanpa kabar meninggalkan seorang istri yang cantik dan anak perempuan lucu yang ketika itu baru berusia dua tahun.

Laras berlari ke kamarnya tanpa sepatah katapun. Amira hanya melihatnya tak mengerti, apa yang hendak dilakukan oleh anaknya. Laptop di diatas meja tak lepas dari pandangan, bersamaan dengan beberapa lembar konsep cerita yang dia tulis dengan pena dikala senggang.

Tak lama kemudian Laras datang membawa dua buah pensil, penghapus, dan buku tulis yang biasa ia gunakan di TK.

Tangan mungilnya menyodorkan semua peralatan yang dia bawa ke arah Amira. Senyuman dan hanya senyuman yang selalu terlontar dari wajah ibu muda itu. Tak akan ada yang bisa menahannya jika memiliki putri selucu Laras.

"Kamu ini, gak sabaran ya..." Amira membuka lembaran kosong di halaman terakhir.

Garis demi garis ditulis oleh tangan Amira yang membentuk susunan huruf yang sangat cantik. Laras antusias memandangi ibunya yang mencontohkan bagaimana dia menulis dengan sangat apik.

"Ma, huruf A nya cantik banget."

"Kamu ya, masih kecil udah pinter ngegombal."

"Hehe, Laras juga bisa kok mah, liat ya..."

Tangan kecilnya mulai melukis garis demi garis. Maksud hati menulis huruf A, tapi yang dihasilkan lebih mirip dengan angka 4, tak ada lekukan, semuanya membentuk sudut.

"Wah bagus juga ya tulisan anak Mama ini." Amira menggodanya dengan tangan kirinya yang masih mengelus kepala Laras.

"Mama bohong... Ini kan jelek Ma." Laras menepis elusan tangan Mamanya.

"Laras, apapun yang kamu buat akan selalu cantik di mata Mama, bagus atau tidaknya tergantung usahamu."

"Kalau ayah masih ada, dia bakal bilang ini cantik juga gak Ma?."

"Pasti, pasti dia bilang tulisan kamu cantik." Amira memalingkan wajahnya, seperti menyembunyikan hal lain setelah mendengar kata 'Ayah'.

"Ayah kemana sih Ma, dia gak mau pulang gitu?."

Sepotong Kisah KehidupanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang