Utakata no yume to wakattemo
Anata to ikiteitai no sa
Ushinau tsurasa wo shittemo
Anata wo aishiteitai no saKalian tahu lagu ini? Mungkin untuk para pecinta anime lagu ini tak asing di telinga kita.
Siang itu, aku sedang mendengarkan lagu ending Boruto yang kedua, Sayonara Moon Town dari Scenarioart. Aku sangat menyukai lagu ini. Lagu ini selalu membuat mood-ku lebih baik. Padahal aku tahu isi lagu ini bercerita tentang perpisahan.
Tak banyak yang tahu bahwa aku seorang pecinta anime. Di kampus, penampilanku bak seorang muslimah yang sangat tertutup. Ya, sejak pertama kali aku masuk kampus, aku berencana untuk hijrah. Semuanya kulakukan, mulai dari menutup auratku dengan baik, bertutur lembut, dan masih banyak lagi yang coba kulakukan. Hanya satu yang tak bisa kutinggalkan. Aku sangat menyukai anime.
Mungkin kalian akan bertanya-tanya mengapa aku masih mendengarkan lagu. Sedangkan banyak pihak yang kini mengatasnamakan hijrah, lalu mengharamkan lagu dan musik. Namun, aku tidak terpaku pada satu pendapat. Guru yang membimbingku, membolehkanku mendengarkan musik selagi isinya baik. Karena ada beberapa ulama yang menghalalkan musik.
Di siang hari ini juga, ketika aku sedang asyik mendengarkan musik, aku menemukan sehelai daun di dalam laci mejaku. Ada tulisan di daun itu. Daun jambu yang sudah kering.
Ukhty, kamu cantik
Tapi sayang, aku belum siap nikah.Aku tidak tau siapa pengirimnya, surat yang dia tulis seperti puisi singkat yang merayuku. Aku tak begitu menghiraukannya. Mungkin ini hanyalah keisengan temanku saja. Biarkan sajalah!.
***
Pagi ini sangat cerah, aku bersiap menuju kampus yang tak jauh dari tempat kostku. Aku bangun cukup telat, maklum saja, wanita ketika datang bulan mungkin selalu seperti ini. Atau hanya aku?.
Kelas masih kosong, aku sempatkan untuk menghafal beberapa ayat di juz ke duapuluh sembilan. Hafalanku masih jauh untuk menjadi seorang Hafidzoh. Namun, tak ada alasan bagiku untuk menyerah semudah itu.
Seperti biasa, sesudah melatih hafalanku, aku mendengarkan beberapa lagu favoritku. Menikmati suasana hening di kampus ini, yang hanya sejuk di pagi hari saja. Kampusku memang sangat panas jika siang tiba.
Kusimpan Al-Qur'an-ku di laci mejaku, seperti biasa. Dan aku merasa ada benda lain di laci tempatku menyimpan buku-buku kecil ini. Ketika tersentuh, benda itu mengeluarkan suara krsek!. Dan dugaanku ternyata benar, ini surat daun seperti yang kudapatkan kemarin. Kali ini dia menggunakan daun sirih kering.
Aku ingin kau mencium tanganku di waktu Isya
Tapi, di waktu Isya yang halal.Kau tahu artinya bukan? Sampai di surat kedua ini aku masih tak menghiraukannya. Aku masih berkeyakinan bahwa ini hanyalah keisengan kawan-kawanku saja. Tapi, siapa juga yang selalu berbuat iseng di kelas? Kurasa tidak ada seseorang yang seperti itu. Semua orang di kelas ini tidak suka bercanda. Kelas yang serius...
Seperti biasanya, aku buang surat daun itu di tong sampah depan pintu kelasku. Aku tidak tertarik dengan keisengan seperti ini. Mungkin seseorang tahu bahwa aku baru saja memulai hijrah. Tidak menutup kemungkinan seseorang itu ingin menggoyahkan imanku. Tapi, aku tahu suudzon seperti ini tidak baik.
Beberapa temanku sudah datang. Kulihat jam yang melingkari pergelangan tangan kananku. Ternyata sudah pukul 07.30 pagi. Setengah jam lagi mata kuliah pertama akan dimulai. Sedangkan, wajahku masih terlihat cemberut. Sepertinya aku mulai memikirkan surat itu. Aku mulai merasa konyol, lantas beristighfar dalam hati. Astaghfirullah...
Hasna menatapku bingung. "Kamu kenapa, Asri?"
"Eh... aku gak kenapa-kenapa kok." Aku yakin dia tak akan percaya dengan jawabanku dengan raut wajahku yang seperti ini.
"Udah cerita aja, aku bisa tahu kok kamu lagi ada masalah."
"Hm... lebih tepatnya sih bukan masalah Has."
"Lantas?"
Aku menceritakan semuanya pada Hasna. Dia mengangguk seperti paham apa yang kuceritakan. Semoga saja dia memiliki pendapat yang baik. Aku merasa aneh, kenapa juga harus memikirkan hal semacam ini. Yang bahkan belum jelas siapa yang membuatnya.
"Gini aja deh As, kamu kan biasa mendapatkan surat itu dibawah laci, nah sekarang kamu bikin surat balasan."
"Terus kirimnya kemana?"
"Ya Allah As, ya simpan aja di laci kamu lah. Aku yakin, dia pasti bakal ngirim lagi surat itu buat besok. Nah, pas dia lagi nyimpen suratnya, dia bakal nemuin surat dari kamu."
"Kok aku gak kepikiran ya Has... haha." Aku menepuk pundaknya.
"Ih, sakit tahu..." Hasna mencubit pipi merahku.
Seusai kuliah, kebetulan hari ini aku pulang cepat hanya sampai jam sebelas, aku menuruti saran dari Hasna. Ku buat surat balasan yang ku simpan di laci mejaku. Semoga saja dia membacanya.
Hai kau yang misterius
Apakah kau tidak punya kertas?
***
Pagi hari itu, aku bergegas pergi ke kampus, walaupun tidak ada jadwal pagi. Aku merogoh laci mejaku, ternyata benar ada balasan. Selain balasan, ada juga beberapa helai daun yang dulu ku buang.
1
Ukhty, aku tidak tahu siapa namamu
Dan aku tidak mau tahuAku yakin surat di daun ini adalah daun yang pertama harus kubaca. Dia memberi nomor di atas kalimat suratnya. Dan ini bukanlah surat balasan. Surat ini menggunakan daun jeruk yang kering. Baunya memang seperti jeruk, tapi bentuknya agak lebar, aku tidak tahu jelas.
2
Hai kau yang memiliki pipi merona
Aku bukan tidak punya kertas
Aku hanya takut cintaku tak kesampaian
Dan kau masih menyimpan suratku, itu tidak baik
Mungkin daun akan lebih mudah rusak, bahkan hilang.
Surat ini menggunakan daun pisang kering, ukurannya hampir sama dengan setengah kertas HVS.
Aku mengerti, dia sungguh pria yang baik. Dia tidak ingin aku menyimpan suratnya terlalu lama. Bahkan dia tak sedikitpun memperkenalkan dirinya. Dia hanya memberiku sebuah perhatian yang tak langsung. Dia seperti yang sudah paham betul karakteristik seorang perempuan yang akan menjaga hal-hal berbau cinta seperti surat ini. Aku menyesal pernah membuangnya. Untung saja dia mau mengambilnya lagi, walaupun dari tempat sampah.
Di hari-hari berikutnya, dia rajin memberiku surat. Terkadang aku membuat balasannya.
Satu hal yang membuatku heran, aku tidak pernah ingin tahu bagaimana sosok misterius itu. Bahkan diapun sama sepertiku, dalam suratnya dia tak pernah bertanya kepada siapapun tentangku. Aku merasa terhormat, ada seorang laki-laki yang mencintaku dalam diamnya, tanpa sedikitpun ingin mengotoriku.
Dia : (dia menggunakan daun sirsak kering)
Hai ukhty, hanya aku yang tahu sosokmu
Kau tidak tahu aku
Walaupun begitu, aku tidak tahu siapa namamu, dan tidak pernah ingin tahu.
Aku : (aku menggunakan daun durian kering)
Akhy, bahkan aku tidak pernah berniat mengenalmu
Semoga saja takdir berkata baik.Sampai detik ini, sampai cerita ini ku tulis, aku tidak tahu siapa namanya, siapa orangnya. Aku tidak tahu. Namun yang aku tahu, dia adalah sosok yang baik. Sosok yang berusaha menjagaku dari jauh tanpa harus kuketahui. Aku hanya berharap, kami bertemu ketika sudah siap dengan segala halnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sepotong Kisah Kehidupan
Historia Corta#1 Sehari Kumpulan cerpen yang semoga menginspirasi. walaupun bukan kisah nyata semuanya, semoga bisa bermanfaat bagi para pembacanya. 😊