Chapter 8.

7.7K 661 119
                                        

NoRen

.

.

.

.

Renjun terdiam begitu juga Jeno, hanya isakan Renjun yang sesekali terdengar.

"Aku tak memaksamu untuk menerima ku kembali Renjun-ah, kalau kau tak mau menerimaku tak apa." Ucap Jeno tersenyum, lalu mengusap bekas air mata Renjun.

"Maafkan aku Jeno, aku.. aku..-

.

.

Taeyong dan Winwin kembali ke dorm, tapi tidak dengan Renjun dan Jeno. Mereka memutuskan untuk menunggu Injun, karena mereka takut seandainya Injun bangun dia pasti menangis dan rewel.

"Maafkan aku Jeno, aku.. aku..-..

Aku tak bisa berhenti mencintaimu, aku tak bisa merelakan kau dengan wanita lain. Aku dan Injun membutuhkanmu maafkan aku, aku tak bisa menolakmu untuk kembali ke pikiran dan perasaanku, hiks.. maafkan aku, karena aku dan Injun membutuhkanmu." Ucap Renjun panjang lebar, membuat Jeno tersenyum dan mengecup kening Renjun.

"Jangan katakan itu harusnya aku berterimakasih karena kau masih bersedia menerima, sosok penuh dosa ini Renjun-ah." Ucap Jeno, lalu memeluk Renjun erat.

.

Pagi menjelang, Jeno dan Renjun menunggu Injun sadar hingga mereka tertidur di sopa dengan posisi Renjun menyandarkan kepalanya pada Jeno dan Jeno yang menyandarkan kepalanya pada Renjun.

Semalaman mereka tertidur dengan posisi seperti itu, hingga pagi ini mereka di sambut oleh rengekan dan tangisan Injun.

Ia menangis kencang dengan alat bantu pernapasan menempel di hidungnya, Injun mencoba melepaskannya begitu juga dengan infusan yang berada di tangannya.

Renjun terbangun dan dengan cepat berlari kearah Injun dan menghentikan aksi beruntal balita kecil itu.

"Injunie~ akhirnya kau sadar sayang. Aniya, jangan di gesek seperti itu nanti tanganmu makin sakit sayang." Ucap Renjun, lalu mencegah perbuatan Injun.

Jeno yang melihat situasi seperti itupun dengan sigap memanggil dokter.(bukankah dia ayah yang siaga😂😂)

Dokter pun datang, lalu memeriksa Injun. Luka kepalanya sudah di tangani dan memang sangat sulit karena Injun terus memberontak. Akhirnya dokter menyarankan untuk Injun di beri susu selagi ia di periksa dan hasilnya nihil. Injun tak mau dengan susu formula yang di berikan Renjun.

"Apa kau bisa menyusuinya, ASI lebih baik dari pada susu formula itu." Ucap sang dokter.

"I-ya saya bisa." Ucap Renjun khawatir, lalu dengan cepat ia duduk di atas ranjang dengan Injun yang menyusu padanya.

Tak ada lagi rasa malu dalam diri Renjun, anaknya sekarat dan membutuhkannya. Jadi ia menyingkirkan rasa malu itu.

Injun pun dengan perlahan menghentikan tangisannya, ia tak memberontak lagi dan berangsur-angsur tenang.

Dokter dengan cekatan memeriksa infusan yang terpasang. Infusan itu mulai mengeluarkan darah karena Injun tadi menggesekan tangannya dengan beruntal, membuat infusan itu akan lepas dan melukai dirinya.

Sedangkan selang pernafasan di pasang kembali, walaupun tak nyaman dan beberapa kali Injun akan melepaskannya. Akhirnya selang pernafasan itu tetap menempel pada hidung Injun. Karena, dengan sigap Renjun menahan anaknya menarik selang infus itu.

Injun akhirnya tertidur, dan dokter selesai memeriksa Injun.

"Keadaannya mulai membaik, saya harap anak anda tetap di beri ASI seperti itu agar ia cepat mendapat nutrisi." Ucap sang dokter, yang di angguki oleh Renjun dan Jeno.

The Pain of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang