"Penyesalan selalu berada di bagian akhir sebuah kisah. Karena penyesalan adalah pembelajaran. Tidak ada pembelajaran tanpa penyesalan dari sebuah kisah pahit yang pernah tercipta. Itulah faktanya."
_Author_
***
"Assalamu'alaikum,"
"Walaikumsalam, iya sebentar."
Pintu berwarna coklat tua itu pun terbuka. Menampilkan sesosok laki-laki yang tadi mengucapkan salam. Sosok yang cukup membuat si pemilik rumah terperanjat. Kaget. Seolah tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Mo ... Mondy!" gumamnya.
"Mama." balas orang tersebut yang menampakkan raut wajah berbeda. Ia terlihat sumringah dengan senyum yang mengembang dari sudut bibirnya.
Rona bahagia itu terus terpancar dari wajahnya. Sampai akhirnya rona itu hilang tatkala tangan yang dulu selalu membelainya itu menghindar saat ingin diraih untuk dicium.
"Ma,"
"Mau apa kamu kesini? Bukannya kamu sudah memilih untuk tinggal bersama papa kamu? Untuk apa kamu kembali lagi? Kamu baru sadar kalau papa kamu tidak bisa berubah dan kamu tidak betah berada di sana?"
"Ma..." ucapan Mondy terpotong saat Abah tiba-tiba muncul.
"Ini ada apa sih ribut-ribut?"
"Kemod," lanjut abah cepat, begitu melihat anak yang begitu dirindukannya itu.
"Bah,"
Tanpa basa-basi, Mondy meraih tangan pria berkumis itu untuk menciumnya. Lalu mereka saling berpelukan. Menumpahkan segala rasa yang membuncah di dada. Empat tahun tidak bersama. Tanpa kata, suara, dan tatap muka. Sangat wajar jika mereka kini meluapkannya penuh dengan rasa gembira di atas rata-rata.
"Akhirnya kamu pulang juga. Abah kira kamu sudah beneran lupa sama Jakarta gara-gara Bella dan Wardhana juga Amerika. Ternyata tidak rupanya." celotehan Abah yang khaspun keluar. Membuat Mondy tersenyum mendengarnya. Hah, inilah salah satu hal yang ia rindukan selama empat tahun ini. Kelakar-kelakar pria berjenggot itu yang selalu mampu menjadi penghangat suasana.
"Ye, si mama kenapa Kemod nggak disuruh masuk? Malah dibiarin di luar terus."
Berbeda dengan suaminya, Rengganis terlihat tidak begitu antusias menyambut kedatangan putra semata wayangnya itu. Jelas sekali terlihat raut tidak suka di wajah cantiknya. Bahkan kini, tanpa mengucapkan sepatah katapun, dia justru pergi meninggalkan dua pria tersebut.
"Eh, ma ... mama," teriakan Abah menggema. Namun tak dihiraukan oleh si pemilik panggilan nama.
"Mama, masih marah ya Bah sama Mondy?" tanya Mondy.
"Nggak, mama nggak marah sama kamu. Dia cuma malu aja menunjukkan rasa kangennya sama kamu. Udah nggak usah dipikirin lagi. Ayo masuk!"
Mondy menurut. Ia mengikuti Abah Rama dan berjalan masuk ke dalam rumah yang telah ia tinggalkan selama empat tahun ini. Rumah yang penuh dengan kenangan. Kenangan masa kecil maupun masa dewasanya. Baik berdua bersama sang mama tercinta maupun bersama Abah dan Raya.
Bicara tentang Raya, dimana gadis itu sekarang? Mondy merindukannya, sangat. Salah satu alasan dia kembali adalah dia. Dia yang selalu memenuhi pikirannya, mendatangi setiap mimpi-mimpinya, dia yang tidak akan terganti sekalipun jarak dan ruang yang membentang. Raya, nama itu masih bertahta indah dalam ruang terdalam sanubari laki-laki yang masih tetap tampan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of R2M
FanfictionTerinspirasi dari satu kisah yang tidak memilikikelanjutan cerita dalam sebuah sinema elektronik. Akhirnya membuat saya ingin menceritakannya dengan ide saya sendiri. Cerita ini hanya fiktif belaka dan benar-benar ide saya. Maaf dengan adanya kesama...