"Tidak ada gunanya menyesali apa yang telah terjadi. Toh itu tidak akan bisa mengembalikan kondisi seperti semula. Karena penyesalan hanya akan memperbaiki bukan mengembalikan."
_Author_
***
Raya duduk termenung di pinggiran danau. Menikmati setiap embusan angin yang dengan lancang menerbangkan tiap helai rambut hitamnya. Di sisinya tampak Raffi yang duduk bersila tanpa bersuara. Setelah sebelumnya ia mendatangi kampus gadis yang semalam menginap di rumahnya itu. Entah bisikan dari mana, sehingga cowok brandal itu memiliki niat untuk menjemput sahabat adiknya tersebut. Padahal selama ini, menjemput adiknya ke sekolah saja tidak pernah. Sekarang tiba-tiba menjemput seseorang yang baru saja dikenalnya semalam. Aneh!!!
Meski awalnya sikap Raya sedikit tidak mengenakkan saat melihat kedatangannya. Namun, nyatanya ia bisa menjadi penyelamat gadis tersebut. Karena kedatangan Raffi, Raya memiliki alasan untuk menghindari Mondy dan Bela. Ya, mereka sempat bertemu di area parkir kampus Merah Putih tadi. Namun sebelum pertanyaan Mondy bertambah banyak, Raya pun segera mengajak Raffi pergi. Dan di sinilah mereka sekarang.
Sejak datang hingga detik ini, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut Raya. Ia lebih banyak diam. Matanya menatap lurus ke depan. Pikirannya berkelana kembali mengingat kejadian tadi pagi di kampus.
"Tapi Ray, aku nggak mau pisah sama kamu. Aku nggak bisa jauh dari kamu. Kamu tahu itu kan? Please Ray, jangan kayak gini."
"Tapi aku capek A'. Capek sama semuanya. Aku juga nggak tega kalau harus lihat Abah dan Mama terseret ke dalam masalah kita. Kasihan mereka A'."
Buliran-buliran bening itu terjun bebas dari kedua mata indah Raya. Hal yang jarang bahkan hampir tidak pernah dilakukan gadis itu. Kecuali jika hatinya benar-benar sudah penuh sesak dengan berbagai perasaan yang menghimpit. Dan mungkin saat ini itulah yang tengah ia rasakan. Hubungan percintaan yang selalu diganggu dan ditentang oleh papa kandung Mondy. Lalu merembet ke orangtuanya. Belum lagi Bela yang begitu terobsesi dengan cowok tampan itu dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Huh!!! Sungguh semuanya terasa menumpuk jadi satu dalam dada Raya. Ia hanya manusia biasa. Sekuat-kuatnya dia, tetap saja ada sisi lemah dan lelah. Dan mungkin inilah titik itu. Titik dimana rasa lelah dan lemah itu sudah tidak mampu untuk ia tahan lagi.
"Bel, gue relain Mondy ikut lo ke Amerika, tapi gue mohon, tolong jangan ganggu keluarga gue lagi. Terutama Mama sama Abah. Kasihan mereka."
Mondy tak habis pikir dengan cara berpikir Raya saat ini. Ia tahu jika Raya adalah tipe orang yang selalu mementingkan kepentingan orang lain di atas kepentingannya sendiri. Namun kali ini ... ah, ini berbeda. Mempertaruhkan sebuah kisah yang telah dibangun dengan jatuh bangun. Dengan perjuangan yang tidak main-main. Bahkan mati-matian bertahan meski diserang dari berbagai sisi. Dan kini harus menyerah dan berakhir begitu saja? Ray, are you okay?
"Ray!" suara Mondy melemah berharap bisa meluluhkan pikiran Raya yang dirasa berada di luar akal sehatnya. Jemarinya menggenggam erat jemari lentik itu.
Raya tak bersuara. Hanya tatapan memohon yang mampu ia berikan untuk menjawab.
"Okay. Tapi lo juga harus janji. Begitu Mondy pergi, lo nggak boleh menghubungi dia lagi. Lo harus hapus semua hal tentang Mondy dan tentang hubungan kalian. Lo harus lupain itu! Gimana? Deal?" ucap Bela sambil mengulurkan tangan kanannya.
Penawaran Bela membuat Mondy memalingkan wajah dengan tatapan mengerikan yang tertuju pada gadis bergigi gingsul itu. Seolah mencoba kuat, Bela tak menghiraukan tatapan yang bisa dengan cepat membuat nyalinya menciut. Ia sudah berjalan sejauh ini. Uang yang dikeluarkan papinya pun tidak sedikit. Akan sangat disayangkan jika ia mundur dan mengendur hanya karena tatapan bengis itu. Tidak. Ia tidak boleh mundur. Selangkah lagi. Ya, tinggal selangkah lagi. Mimpi dan ambisinya untuk memiliki laki-laki yang ia cintai akan terwujud. Sabar Bel! Bisiknya dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of R2M
FanfictionTerinspirasi dari satu kisah yang tidak memilikikelanjutan cerita dalam sebuah sinema elektronik. Akhirnya membuat saya ingin menceritakannya dengan ide saya sendiri. Cerita ini hanya fiktif belaka dan benar-benar ide saya. Maaf dengan adanya kesama...