Perasaan Mondy

967 117 29
                                        

"Benar apa kata orang, kalau segala sesuatu yang dipaksakan dan dilakukan secara terburu-buru itu hasilnya nol besar. Kalau pun ada yang berhasil, mungkin itu hanya faktor keberuntungan semata."

_Mondy Wardhana_


***


Satu bulan berlalu sejak pertemuan tak terduga itu, belum ada tanda-tanda jika ingatan Raya kembali. Dan itu cukup membuat Mondy bingung harus bagaimana. Semua tempat yang dulu pernah menjadi kenangan mereka telah dikunjungi, dengan harapan memori itu bisa kembali walau hanya seujung jari. Namun kenyataannya berbeda, kenangan itu tak mampu menggugah memori yang tertidur selama tiga puluh empat ribu lima ratus enam puluh jam. Waktu yang tidak bisa dibilang sebentar untuk sebuah kata lupa. Amnesia jenis apa yang dialami gadisnya itu sampai begitu sulit mengembalikannya? Apa dia benar-benar lupa? Apa dia sudah ingat, tapi pura-pura lupa? Entahlah. Laki-laki itu benar-benar bingung dibuatnya.

Setiap hari ia harus melihat gadis yang ia cintai pergi bersama laki-laki lain. Bersenda gurau bersama, tertawa, bermesraan, sungguh itu adalah hal paling menyakitkan yang harus ia lihat. Senyum manis Raya saat bersama Raffi membuat Mondy semakin sakit. Dulu senyum itu terlukis hanya saat dia bersamanya. Namun kini berbalik. Saat bersamanya, tak ada senyum semanis dulu. Di awal pertemuan satu bulan yang lalu, ia begitu yakin pada tatapan itu. Namun kenapa semakin hari keyakinan itu seperti menghilang?

Beberapa kali ia meyakinkan dirinya untuk tidak menyerah pada situasi yang dirasa semakin sulit ini. Satu minggu, dua minggu, ia masih mencoba untuk menguatkan dan meyakinkan diri. Namun di minggu-minggu berikutnya, ia seolah tak sanggup. Ada banyak hal yang membuat dia merasa tidak bisa untuk tetap berada di sana. Hal-hal yang membuat perasaannya perih tak terperi.


***


"Kamu yakin dengan keputusan itu?" tanya Abah Rama.

"Kamu mau ninggalin mama lagi?" sambung mama Rengganis dengan raut kesedihan.

Mondy tertunduk lesu. Ia sendiri tidak tahu apakah ini keputusan terbaik yang ia ambil. Ia tidak yakin untuk melakukannya. Namun tetap berada di sini juga bukan pilihan yang tepat. Ia sudah tidak kuasa untuk menanggung rasa cemburu yang terus membakar hatinya setiap hari. Ia juga tidak bisa untuk meredam emosi yang hampir meledak setiap detiknya. Dan menurutnya pergi adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari berbagai rasa yang membelenggu jiwa.

"Kamu benar-benar menyerah?" abah Rama kembali membuka suara. Dan itu membuat Mondy mengangkat kepalanya.

"Pergi bukan berarti menyerah Bah. Hanya saja, untuk saat ini, Mondy pengin sendiri. Menenangkan diri dari semua yang terjadi di sini. Mungkin dengan begitu, Mondy bisa berpikir jernih dan mendapatkan cara untuk mengembalikan ingatan Raya. Karena sampai kapan pun, cinta Mondy ke Raya nggak akan pernah hilang. Sampai kapan pun, Mondy akan perjuangkan apa yang Mondy yakini. Termasuk Raya,"

"Mungkin kemarin Mondy terlalu memaksakan kehendak, terlalu terburu-buru untuk mengembalikan semua memori Raya. Abah sama mama lihat sendiri kan, nggak ada satupun yang berhasil. Benar apa kata orang, kalau segala sesuatu yang dipaksakan dan dilakukan secara terburu-buru itu hasilnya nol besar. Kalau pun ada yang berhasil, mungkin itu hanya faktor keberuntungan semata. Maka dari itu, Mondy pengin sendiri dulu. Mondy ingin pergi untuk beberapa waktu. Bukan selamanya. Jadi mama jangan pernah berpikir kalau Mondy akan pergi ninggalin mama. Itu nggak akan pernah terjadi Ma." tutup Mondy sembari memegang kedua tangan mamanya dan menatap wajah ayu nan sendu wanita paruh baya itu.

"Kamu nggak khawatir kalau Raya dan Raffi ... ?" tanya mama Rengganis menggantung.

Mondy tersenyum tipis mendengarnya. Ia tahu apa yang akan dikatakan mamanya. Wajar kalau ada rasa khawatir. Empat tahun bukan waktu yang sebentar. Sekalipun mereka menjalin hubungan belum selama itu, tetap saja ada kedekatan diantara keduanya. Yang secara perlahan mengetuk hati yang tertutup sunyi. Mengukir rasa di atas lupa yang mendera. Dan menyingkirkan segala kenangan yang pernah tercipta dalam angan. Kenangan cinta antara dirinya dan Raya.

"Mah, Raya itu cuma lupa. Cepat atau lambat dia pasti ingat semuanya. Mungkin saja saat nanti aku pergi, ingatan dia kembali. Bisa saja perantara ingatan dia itu bukan aku, tapi orang lain. Dan disaat itu kembali, dia pasti akan tahu siapa orang yang dia cintai selama ini. Siapa orang yang ada di dalam hatinya selama ini. Dan siapa orang yang merindukannya selama ini."

Mata Mondy menerawang jauh. Seolah membayangkan saat-saat yang begitu diharapkan itu tiba.


***


"Hai Mon, sorry nunggu lama. Jalanan tumben banget macet ini tadi."

"Nggak apa-apa kok, santai aja. Kayak nggak tahu jalan Jakarta aja lo. Apalagi ini malam minggu."

"Iya juga sih, heheee."

Dua laki-laki tampan itu tengah berada di sebuah kafe. Raffi dan Mondy. Ya, sore tadi Mondy mengajak Raffi bertemu. Entah apa yang ingin mereka bicarakan. Ini adalah kali pertama pertemuan empat mata keduanya. Sebelum malam ini, pertemuan mereka selalu terjadi karena sebuah ketidaksengajaan.

"Ada apa lo ngajakin gue ketemuan di sini?" tanya Raffi yang memang tidak tahu alasan dibalik ajakan mendadak Mondy tersebut.

"Gue besok mau balik ke Amerika."

Raut wajah Raffi berubah setelah mendengar ucapan Mondy.

"Lo mau balik lagi ke Amerika? Kenapa?"

"Gue rasa tanpa gue jelasin, lo udah tahu jawabannya apa. Satu hal yang harus lo tahu Raf, gue pergi bukan berarti gue menyerah. Gue akan tetap perjuangin apa yang gue yakini itu akan menjadi milik gue. Dan lo harus tahu, kalau cinta gue ke Raya itu masih sama. Nggak akan pernah hilang dan nggak akan pernah tergantikan oleh siapapun,"

"Gue harap selama gue pergi, lo bisa jaga dia dengan baik. Dan yang pasti, gue harap lo nggak memanfaatkan kepergian gue ini untuk kepentingan lo sendiri. Sebagai sesama lelaki, gue yakin lo pasti tahu gimana perasaan gue sekarang. Apalagi sekarang lo juga tahu kalau rasa cinta gue masih utuh buat Raya,"

Mondy menghela napas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.

"Gue pasti kembali. Dengan cara yang akan membuat Raya kembali. Kembali dari semua yang dia tinggalkan selama empat tahun ini. Bukan maksud gue merebut dia dari lo, tapi Raya cuma lupa. Akan ada saat dia kembali mengingat semuanya. Dan gue yakin lo paham apa maksud gue kali ini. Sorry Raf, kalau ini terdengar jahat dan egois, tapi lo harus tahu, saat semua nanti kembali, cepat atau lambat, Raya pasti akan mencari kisahnya yang lalu. Kisah yang belum usai saat tanpa sengaja amnesia mendatanginya. Kisah yang masih bisa terajut, tapi terenggut sejenak oleh kata bernama lupa. Gue yakin lo tahu itu akan terjadi suatu hari nanti kan?"

Raffi memandang Mondy dalam. Penuh dengan makna yang tersirat. Ia paham. Ya, dia mengerti apa yang dimaksud Mondy. Sejak awal ia menjalin hubungan dengan Raya, itulah ketakutan terbesar yang menghantuinya. Saat ingatan itu kembali dan gadis itu pergi dari sisinya. Namun bagaimanapun, itu tidak bisa disalahkan. Tidak pula bisa dihindarkan. Itu adalah sebuah risiko yang harus ia hadapi saat memilih jalan tersebut.


***


Bersambung...

The Story of R2MTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang