"Karena mama adalah orang terpenting dalam hidup aku. Dan nggak ada yang bisa menggantikan itu."
_Mondy_
***
"Pagi semua,"
"Pagi sayang, ayo duduk kita sarapan! Udah lama kan kita nggak sarapan bareng?" ucap mama Rengganis dengan senyum yang menambah manis wajah yang masih terlihat muda itu.
"Iya nih ma, lama banget. Mondy kangen banget sama masakan mama."
Pagi ini suasana tidak sebeku kemarin saat Mondy menampakkan diri setelah empat tahun pergi. Semalam Rengganis, wanita berkacamata itu memberanikan diri untuk menemui putranya. Berbicara empat mata. Mengatakan apa yang ingin ia katakan sedari siang hari.
"Mon."
"Mama. Ada apa?"
Tanya Mondy tidak terjawab dengan kata atau kalimat, melainkan dengan sebuah rengkuhan hangat. Sebuah pelukan yang sebenarnya sejak empat tahun silam ingin diberikan Rengganis pada putra semata wayangnya itu. Namun apa daya, kala itu emosi dan kekesalan lebih mendominasi hati dan pikirannya. Hingga jangankan pelukan, seulas senyum saja tidak ia perlihatkan kepada Mondy. Bahkan untuk mengantarkan dia ke halaman rumah pun tidak.
Namun kini wanita berkerudung itu sadar, jika apa yang dilakukan dulu adalah sebuah kesalahan. Tidak seharusnya ia berbuat seperti itu. Karena bagaimanapun, Wardhana adalah papa kandung Mondy yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Meskipun laki-laki bertubuh gagah itu dulu pernah meninggalkan mereka, tapi darah itu tetap mengalir didiri Mondy. Akan sangat berdosa jika darah itu dipisahkan dengan alasan apapun.
Sebagai seorang anak yang memiliki kewajiban untuk mengingatkan orangtuanya jika mereka berada di jalan yang salah, Mondy pun ingin melakukan hal tersebut. Jika bukan dia, siapa lagi? Toh hanya dia yang dimiliki papanya. Seburuk apapun kelakuan pria berkumis itu dimasa lalu, dia tetaplah papa, laki-laki yang membuatnya hadir di muka bumi ini. Dia tidak ingin melihat orang yang sangat berjasa dalam kehidupannya itu terus-menerus berada dalam lembah hitam. Dia ingin melihat pria itu berubah menjadi baik, lembut, menjadi sosok yang pantas untuk dihargai dan dihormati. Bukan hanya oleh dirinya, tapi juga orang lain. Dia ingin bisa membanggakan sosok yang begitu ia rindukan kehadirannya selama bertahun-tahun itu di manapun dia berada. Ingin sekali.
"Maafin mama sayang, maafin mama. Nggak seharusnya mama dulu bersikap seperti itu. Seharusnya mama dukung kamu, merestui kepergian kamu. Maafin mama, kalau sikap mama dulu, membuat kamu merasa sendiri di sana. Maafin mama."
Tangis itu pun pecah. Isak itu membuncah tak terindahkan. Mondy melepas pelukan itu perlahan. Lalu menghapus jejak-jejak basah yang mengalir dari dua mata sang mama yang berlapis kacamata itu.
"Mama nggak perlu minta maaf, karena nggak ada yang harus dimaafkan. Mondy ngerti kok kenapa mama waktu itu kesal dan nggak ngasih ijin ke Mondy. Selama ini kita selalu sama-sama. Susah, senang, kita lewati berdua. Kita nggak pernah terpisah jarak dalam kurun waktu yang lama. Jadi wajar kalau mama nggak setuju aku pergi."
"Ma, kemanapun aku pergi, selama dan sejauh apapun itu, aku nggak akan pernah lupain mama. Satu detik pun nggak akan pernah ma. Karena mama adalah orang terpenting dalam hidup aku. Dan nggak ada yang bisa menggantikan itu. Mama adalah wanita terhebat yang dipilih Allah untuk Mondy. Untuk mengandung, melahirkan, membesarkan, mengasuh, dan membimbing Mondy. Dan selamanya Mondy nggak akan lupa itu. Mondy cuma ingin jadi anak yang berbakti sama orangtua. Sama mama, sama papa juga. Itukan yang mama ajarin selama ini ke Mondy? Kalau kita harus berbakti pada orangtua. Seburuk apapun kelakuan dia, kita harus tetap berbakti padanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Story of R2M
Hayran KurguTerinspirasi dari satu kisah yang tidak memilikikelanjutan cerita dalam sebuah sinema elektronik. Akhirnya membuat saya ingin menceritakannya dengan ide saya sendiri. Cerita ini hanya fiktif belaka dan benar-benar ide saya. Maaf dengan adanya kesama...