Downpour

4.4K 437 85
                                    


"Siapkan hati kalian untuk mendapat jawaban itu suatu saat nanti, untuk sekarang, kita tunggu Jungkook dan Taehyung sadar terlebih dulu. Aku dan kalian mungkin ingin melihat Jungkook tersenyum untuk yang terakhir kalinya, kan" semuanya mengangguk setuju begitupun Jimin yang tak lagi terfokus pada coklat barnya.

"Mereka kembali terbuang pada titik kesusahan yang amat sangat melelahkan, kini hidup seolah menjadi susah di tengah damai, sebab sang penggagas harapan dari sebuah takdir kekerasan berubah lemah selemah tulang belulang yang mulai berlubang."

DOWNPOUR

"Oh ya, aku juga masih memiliki sesuatu untuk di berikan pada Jungkook" Suga berujar memecah kecanggungan membuat semuanya menoleh

"Sesuatu?" Tanya Jimin memastikan

"Hanya sebuah lagu yang aku buat di sela sela waktu luang, aku membuatnya jauh sebelum bertemu kalian, tapi sayangnya sebagian file lagu ini hilang, ikut terbakar bersama rumahku, jadi lagu ini sudah lama kubiarkan terbengkalai dan baru ku selesaikan saat liburan musim semi kita, itupun saat kalian sudah terlelap semua." Ujar Suga masih terlampau datar.

"Kau beruntung hyung, kau punya bakat yang berharga. Setidaknya, kau bisa memberikan hadiah pada Jungkook untuk yang terakhir kalinya" Jimin tersenyum miris setelah menyelesaikan ucapannya.

"Terima kasih. Kau adalah orang kedua setelah Jungkook yang mengatakan kalau bakatku berharga" Dan akhirnya, setelah sekian lama tersembunyi dalam kurungan diri yang dibiarkan beku sebeku batu, kini kurva kecil dari bibir yang sama kecilnya itu dapat terlihat begitu gamblang walau tidak dalam waktu lama. Suga tersenyum tulus walau hanya karena alasan sederhana sesederhana ucapan Jimin barusan. Kemudian Jiminpun ikut tersenyum meski tetap tidak merasa lega, dalam benaknya kini masih tetap terganjal sesuatu tentang Jungkook dan kepergiannya.

"Haruskah aku menempatkan diri pada titik tergelap di rumah sakit ini? Aku ingin menangis, tapi aku malu pada Jungkook." Jimin menundukan kepalanya, memandang kaku pada dua kakinya yang beralaskan sepasang sepatu yang dulu pernah Jungkook berikan kala sepatunya hilang di terjang ombak saat libur sekolah musim dingin kemarin.

"Jungkook selalu tersenyum meski ia tau suatu saat nanti dirinya akan menghilang. Aku malu jika harus menangis hanya karena takut pada kenyataan itu." Lanjut Jimin lalu kambali terduduk di atas kursi yang sedari tadi ia duduki.

Namjoon mengusap pundak Jimin, mencengkramnya sedikit guna menyakinkan adiknya bahwa semua akan baik baik saja. Tapi itu lagi lagi membuatnya terluka, segala hal yang menimpa dirinya kini seolah terlalu sensitif, hingga apapun yang saudarahya lakukan akan selalu mengingatkannya pada perlakuan Jungkook.



***




Sekuat kuatnya aku, berdiri tegappun kini kurasa aku tak mampu. Terasa lemah rampah, terombang ambing bagai buih yang tak lagi putih, terseret sampai ke permukaan lalu kemudian dihempas kembali kedasar terdalam hanya dengan sekali tarikan.
Ini jauh lebih menyakitkan dibanding saat diacuhkan, tapi aku tetap yakin bahwa apa yang pernah ia katakan itu benar, pasti akan ada berjuta asa yang tersembunyi dalam kerumitan ini, yang masih tersimpan jauh di dalam bujuk rayu berlandas keputus asaan, yang memaksaku untuk bertahan di tengah kehancurah- Jimin.


Pagi pertama di bulan September, bukan kah ini menyenangkan? Ini tergambar seolah waktu berjalan lebih cepat dari sebelumnya, seolah malam ke malam selama beberapa bulan ini hanya berlangsung dalam beberapa detik saja, namun nyatanya tidak begitu, sebab waktu telah berlalu lama dalam penantian mereka. Mereka yang masih dengan setia menanti bangunnya seseorang. Seseorang manusia yang masih memejamkan matanya selama lima bulan ini.

THE REASON || JEON JUNGKOOK Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang