Heart.2

267 24 0
                                    

Aria POV

Kau pernah tau rasanya kehilangan orang yang kau cintai?

Buruk. Sangat buruk.

Aku tak pernah tahu mencintainya membuatku sakit begini. Cinta adalah sebuah penderitaan yang indah. Aku tak pernah mengerti kata itu, aku tak melihat sebuah titik keindahan pun dalam kondisi ini.

Terjatuh. Aku jatuh dan terluka, aku juga tak yakin apa kedua kaki ini masih bisa menopang tubuhku lagi. Hati ini terasa hancur. Jadi begini rasanya Eleazar saat Nakamura diambil darinya?

Aku sungguh bodoh. Sangat bodoh sehingga tak dapat melihat duka yang mendalam di mata biru kelam itu. Saat itu aku turut berduka padanya, aku ingin dia membagi kesedihannya denganku. Aku ingin tahu apa yang ia rasakan, dan sekarang aku tahu.

Mengetahui perasaan orang lain adalah keinginan yang bodoh, mustahil dan arogan. Manusia tak akan saling mengerti perasaan satu sama lain.

Aku meraih handphone yang terletak di meja rias ku, tidak terasa sudah 3 jam semenjak pemakaman Eleazar. Sudah seminggu aku tinggal disini tapi tak ada satu pun hal baik yang kuharapkan terjadi saat tiba di tempat ini. Harapanku saat sampai di Roma, aku akan bertemu dengannya dan bercerita oh bagaimana aku merindukannya.

'Ekspetasi tak sesuai harapan.' Aku sering mendengar kata-kata itu. Dan benar, aku mengatakannya dan mengakuinya itu benar. Tentu saja, setelah, apa yang terjadi.

Mata ini serasa berat dan kering kerontang. Ya. Terlalu berat untuk tidur dan terlalu kering untuk mengeluarkan air mata. Sungguh elegi.

"Tok..tok.. Ding, Dong!"

'Tamu?' pikirku sesaat. Sebenarnya aku tidak lagi dalam mood untuk menerima tamu, dan juga.. SIAPA YANG AKU KENAL DI ITALIA? Tidak ada! Untuk sesaat aku berpikir untuk mengabaikannya sampai suara bel apartemen ku menjadi sangat menyebalkan dan membuatku harus keluar agar itu berhenti.

"ARGHH!" Aku berdiri dari posisi nyaman ku tadi. Yang aku katakan tadi sungguh. Aku tidak lagu mood untuk menerima tamu. Terpaksa, dan juga jaga-jaga, aku mengambil salah satu pisau dapur. Hei, kita tak tahu kapan pencuri dan penjahat datang, bukan? Tapi kalau dipikir, buat apa juga penjahat menjadikanku sasaran? Ah, sudahlah.

Kulihat dari lubang pintu apartemen ku dengan mataku hanya untuk melihat sepasang mata lain yang juga sedang mengintip. Mata safir jernih bagaikan langit siang hari di Roma. Oke, oke, itu terlalu berlebihan. Tapi, sungguh, mata safirnya memang sangat indah.. Mengingatkan ku pada seseorang..

Aku tak sadar bahwa aku melongo didepan pintu apartemen ku 'sendiri' sampai lelaki itu memberikanku tatapan aneh. Aku, segera, masih dengan perasaan malu, membukakan pintu apartemenku. Disamping lelaki tadi ada seseorang yang kukenal, eto.. siapa lagi namanya? Oh,,

"Monsieur!" Tadi pagi saat pemakaman adalah kali pertama aku melihatnya daripada hanya mendengar suaranya di telepon. Dia datang kepadaku, dengan muka turut berduka dan memperkenalkan dirinya. "Apa yang anda perlukan sehingga datang ke apartemenku?"

Lelaki bermata safir tadi menyingkir dan membiarkan monsieur Grell langsung berhadapan denganku.

"Sebenarnya ada hal yang ingin saya bicarakan, bisa kita masuk dulu?" Tawarnya.

Bagiku, untuk seorang tamu untuk mengundang dirinya masuk adalah hal tidak sopan. Well,whatever. Inikan Eropa, bukan Jepang. Aku hanya mengangguk lalu mempersilahkan mereka masuk.

Sekilas kulihat dari tatapan matanya, entahlah, sebuah.. kebencian? Aku tak tahu bagaimana mendeskripsikannya. Aku hanya menggeleng, tak menghiraukan dan tak mau peduli.

Lelaki bermata safir tadi memandang ku dengan tatapan aneh. Heh? Memangnya ada sesuatu yang aneh di wajahku. Pandangannya menurun ke arah tanganku, aku pun menurunkan pandanganku. ASTGA! Aku lupa!

HeartlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang