Heart. 11

48 10 0
                                    

"White as baby anthem. The one, my true identity."

Sangat puas.

Dapat kukatakan, melihat ekspresi Antony yang sekarang ini sangat membuatku senang. Kami berempat telah menjatuhkan 60 persen anggotanya dengan skala kuantitas anggota 1 dibanding 4.

Ya, walaupun aku sudah sangat puas, aku tak bisa lengah. Sebagian besar anggota tim ku sudah kelelahan. Ini adalah pertarungan pertama kami, jadi mungkin saja ini adalah hal yang wajar. Dan kami semua, termasuk diriku, tak menyangka, William lah yang paling menonjol.

Ia memang kelihatan sebagai orang humoris dan cinta damai, namun jika ia serius, ia sangat serius. 'Dia seperti bipolar, mengerikan.' Aku bahkan mengridik ketakutan saat melihat matanya yang sadis memukul salah satu anggota Antony.

"Aeneas, dibelakangmu!" kudengar teriakan Mark dan langsung menghindar sesuai dengan instruksinya. Namun sayangnya, dia yang kena batunya. "Mark!"

Aku melihat ke arahnya yang terjatuh sampai-sampai lupa bahwa diriku sendiri sedang dikerumuni kira-kira 5 pria berbadan kekar.

Sebuah pukulan mendarat di bagian ulu hati ku, membuatku terjatuh secara dramatis. Lebih dramatis dari drama korea.

"BORONGI DIA!" Aku mendengar suara Antony memerintah anggota-anggotanya untuk memborongiku. Namun, anehnya, rasa sakit itu tak pernah datang.

Aku membuka mata, melihat Eliezer dengan mata yang lebih serius dan maksudku SANGAT SANGAT SERIUS. Iris mata nya seolah berubah dari warna biru terang menjadi abu-abu pekat. Kelam. Badai akan datang, aku tau itu. Badai besar.

"Oh? Rupanya kau disini, Aeneas? Aku telah mencarimu, asshole." Aku menelan ludah, melihat rupa Eliezer sekarang ini. Mataku beralih pada barang yang ia genggam, membuatku terbelalak seketika.

Sebuah pistol. Aku sering kali melihat pistol namun kali ini, aku baru pertama kali melihatnya secara nyata dengan mata kepalaku sendiri. Yang membuat pemandangan disana lebih mengerikan, adalah segumpal asap yang keluar dari lubang peluncur pistol tersebut. Menandakan bahwa, beberapa peluru telah dipakai. Aku berbalik, mendapati 5 pria tadi dengan lubang masing-masing di kaki maupun di tangannya. 'Untung saja dia tidak membunuh mereka..!' pikirku.

"Kau!" Ia menujuk ke arah Antony yang sepertinya tidak kalah kaget dan ketakutan denganku, "Jadi, kau yang beraninya mengambil wanitaku!"
"Kusarankan kau serahkan dia sebelum aku menghabisi kalian semua." Dari rada-radanya, sepertinya Eliezer berusaha menahan amarahnya.

Antony yang sepertinya bertambah takut dan kaget hanya berteriak, "Serang dia! Jangan biarkan dia kabur."

Salah satu anggotanya yang dekat dengan posisi kami mendekat dan bersiap memukul. Eliezer, dengan santainya menghindar dan memukul leher belakangnya, membuatnya pingsan.

"Sepertinya kemurahanku tak kalian hargai. Baik, aku terima tantangan kalian" Ia menaruh pistolnya yang tadi, meraih sebuah pedang yang kelihatannya lebih membunuh, "Dan kali ini, aku tak akan sungkan."

Eliezer POV'Apa yang ingin kau capai?''Siapa yang ingin kau lindungi?''Terima aku, aku akan membantumu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Eliezer POV

'Apa yang ingin kau capai?'

'Siapa yang ingin kau lindungi?'

'Terima aku, aku akan membantumu.'

Bising. Telingaku serasa hampir tuli, kepalaku hampir meledak. Suara-suara itu datang lagi, menghujani pikiranku yang sedang berat ini. Memberikan tawaran menggoda yang akhirnya akan menuntun bayaran. Tidak tulus.

'Memangnya ada seorang iblis yang tulus?'

Kata-katanya terdengar seperti ia akan membantu. Tentu, dia membantu. Aku tau dia itu kuat, sangat kuat. Dia lebih berharga dari 1000 pasukan. Namanya adalah Ein dan dialah diriku yang dulu. Aku tak tau sejak kapan kami ada 2, namun aku ingat dengan jelas pernah menjadi dirinya.

Seorang pembunuh berdarah dingin. Bermata merah bagaikan darah. Sungguh merah, sungguh pekat. Seorang yang telah kehilangan kemanusiaannya, seseorang yang egois. Yang ingin mendominasi.

Sesaat dia mengambil alih tubuhku, aku tau, aku akan lepas kendali. Mungkin saja, aku tak akan kembali lagi. Mungkin saja, mereka akan ketakutan melihat sebuah iblis yang naik ke alam fana sendiri. Mungkin saja,

'....Aria akan membenciku?'

Aku menatapnya, memberikan tatapan kebencian. Tidak, tidak akan. Aku tidak akan kalah dengannya. Aku tak akan,

"Membunuh kebahagiaanku sendiri." Wajahnya muncul di benakku, memberiku kekuatan. Di imajinasiku, ia tersenyum lebar. Pipinya memerah dan rambut medium nya yang indah berterbangan karena angin.

'Kau menyedihkan, kau tahu itu.' Ia menatap diriku yang terduduk dengan tatapan bosan.

'Malaikat dan iblis tak bisa saling jatuh cinta. Dan jika ya, maka malaikat itu telah melakukan dosa. Ne, kau mengerti maksudku sekarang?' Aku tersentak.

Dan disaat itu, aku tau bahwa aku kalah. Aku membiarkan pertahanan ku tak terjaga dan sekarang, aku sungguh sangat menyesal.

'Aku kembali..'

HeartlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang