3.

84 4 0
                                    

Kevin melirik hp nya yang daritadi tergeletak asal di atas kasur. Baru juga dia mau angkat, panggilannya sudah mati lebih dulu. Keningnya berkerut begitu di lihatnya nama Dilla muncul di list panggilan tak terjawab 2 kali. Gak nunggu lama dia langsung menekan tombol hijau di nomor tersebut. Ini kedua kalinya Dilla menghubunginya setelah pertemuan mereka di cafe waktu itu.

"Hallo? Lo dimana sekarang? Kampus? Lagi ada bimbingan ya?"

Kevin tersenyum kecil. "Nanyanya satu-satu kenapa sih... Gue dirumah kok. Hari ini lagi free gak ada bimbingan. Kenapa?"

"Eh, keluar yuk? Kemana gitu. Gue lagi bosen nih."

"Sama anak-anak?"

"Enggak lah. Ngapain sama anak-anak. Rusuh. Kita berdua aja." Nada suara Dilla terdengar semangat di tempatnya. "Ya? Gimana? Mau kan? Ya? Ya? Ya?"

Kevin tidak menjawab. Dia masih diam di tempatnya. Pikirannya mendadak bercabang kemana-mana. Ini pertama kalinya Dilla menghubunginya setelah pertemuan pertama mereka di cafe sama anak-anak seminggu lalu.

"Hallo? Kevin? Lo masih disitu kan? Hallooow???"

"Ha? Iya iya..."

"Gimana? Mau gak?"

Kevin mengangguk di tempatnya. "Okedeh. Gue jemput lo dimana nih?"

"Yes!" Dilla langsung memberitahu alamat rumahnya ke Kevin. Dia bilang setengah jam lagi Kevin harus udah ada nyampe dirumah dia kalo gak ada hukumannya. Kevin langsung tidak terima.

"Masih mending gue jemput lo. Batal nih." Ancamnya balik ke Dilla. Dilla tertawa.

"Bercanda. Yaudah buruan otw ya. Hati-hati."        

Kevin turun dari mobilnya begitu melihat Dilla sudah berdiri didepan pagar dengan anteng sambil terus menempelkan hp nya di telinga kanannya. Kevin mematikan panggilannya seraya memasukkan hp nya kedalam saku. Dilla juga melakukan hal yang sama.

"Gampang kan nyari rumah gue?" Kevin tidak menjawab. Dia malah sekarang sibuk menggamati rumah didepannya itu seksama. Rumah yang gak terlalu besar tapi juga gak terlalu kecil dengan pagar hitam menjulang tinggi.

"Kenapa? Lo pengen masuk? Ntar aja, kapan-kapan. Waktu nyokap bokap gue ada dirumah."

"Kenapa?"

"Hah?" Dilla menatap Kevin bingung. Kevin menatapnya balik.

"Kenapa pas harus ada nyokap bokap lo?"

"Oh... Ya kan biar sekalian gue kenalin ke mereka." Kevin langsung salah tingkah di tempatnya membuat Dilla tertawa geli seraya menepuk pundaknya pelan.

"Sebagai temen gue... Kenapa jadi salting gitu sih? Udah ah, ayo cus."

"Mau kemana sih?"

Dilla tidak menjawab. Dia malah sekarang sudah masuk ke dalam mobil, memakai seatbelt dan menyandarkan kepalanya di kaca sebelahnya. Matanya bahkan sudah tertutup. Kevin mendesah pelan dan masuk ke dalam mobil.

"Mau kemana?"

"Udah jalan aja dulu."

"Ya jalan kemana? Yang jelas dong." Kevin menatap Dilla gemas. Tapi Dilla malah teratwa di tempatnya. Dia sudah gak lagi merem, dia kelihatan sibuk dengan gps didalam mobil.

"Lets go! Ikutin aja gps ini." Kevin tidak lagi membuka mulutnya dan menurut apa yang Dilla ucapkan. Dia sebenernya pengen nanya itu jalan kemana, dia juga pengen nanya kenapa jalannya jauh dan jalan yang di lewatin itu titik-titik jalanan yang slalu kena macet,  tapi kayanya gak ada gunannya. Dilla pasti gak bakal jawab. Soalnya dia udah kelihatan pulas di tempatnya.

Arah Kisah Kita {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang