5.

134 5 0
                                    

Dilla menyandarkan kepalanya malas ke jendela sebelahnya. Hari ini dia terpaksa membatalkan janji pergi nonton konser 'Raisa-Afgan' dengan Yeta karena ulah mama papa nya kemarin sore.

Jojo disebelahnya masih terus tertawa. Menertawai kemalangan kakaknya itu. Gimana enggak, padahal Dilla udah dari jauh-jauh hari beli tiket dan tiket yang dia beli itu juga bukan di harga yang paling murah, tapi di atasnya yang murah dikit karna waktu itu harga tiket yang paling murah udah abis sih, jadi terpaksa. Dan sekarang, ternyata, dia harus rela tiketnya itu di pakai Vika, sepupup Yeta. Dan gak di bayar lagi.

"Udalah... Berapa sih harga tiketnya? Nanti papa ganti."

"Bener ya?" Dilla langsung semangat.

"Iya... Tapi potong dari uang jajan kamu."

"Sama aja bohong!" Dia kembali menyandarkan kepalanya di jendela. Mamanya tertawa kecil sambil menoleh kebelakang, menatap anaknya itu. Matanya langsung membulat dan menggomel.

"Kakak, jangan nyandar di jendela gitu dong. Rambutnya berantakan tau!"

Dilla menelan ludah dan memperbaiki posisi duduknya. Diliriknya baju longdress yang sekarang dia pakai itu tidak nyaman. Diangkatnya kakinya sedikit. Di tatapnya hells kepunyaan mamanya itu tidak percaya.

Gimana mungkin mamanya yang sudah berumur hampir 50 itu masih kuat make sepatu kaya begini. Sementara dia, yang masih berumur 21, baru juga setengah jam udah berasa mau patah kakinya.

"Lagian gak enak dong sama tante Iren kalo kamu gak dateng. Masa sodara sendiri gak dateng."

"Kan sodara jauh. Harusnya gapapa."

"Mau sodara jauh deket, namanya juga tetep sodara kakak. Udah, jangan bawel lagi. Pusing nanti kepala papa."

"Kalo pusing, sini biar aku aja yang nyetir pa." Tiba-tiba Jojo nyelutuk disebelahnya. Dilla langsung menggeleng cepat.

"Jangan, jangan... Aku masih mau hidup... Oke pa, kakak bakal diem tapi jangan biarin Jojo nyetir ya."

Jojo melenggos ditempatnya. Dia sudah kembali sibuk dengan hp nya sambil terus menggomel ke kakaknya itu. Dia dengan yakin meyakinkan Dilla kalau dia sudah bisa menyetir dengan baik meskipun dia masih berumur 16 tahun dan belum punya sim. Tapi Dilla malah menyumpat kedua telinganya dengan headseat dan memilih untuk tidak menghiraukan adiknya itu.

Mata Dilla begitu masuk ke ballroom mewah itu langsung tertuju kearah stand-stand makanan. Dia tersenyum tidak sabar. Kakinya sudah mau bergerak kearah stand zupa soup kesukaanya begitu tangannya di tahan mamanya.

"Salaman dulu. Makan mulu kamu ini."

"Salaman kan entar ma pas udah mau pulang. Masa iya mama mau naik ke panggung trus nyalamin mereka?"

"Salaman sama sodara-sodara yang lain maksud mama, bukan sama pengantinnya." Dilla mendesah pelan dan akhirnya dengan terpaksa mengikuti langkah mamanya. Papa nya bahkan sudah gak kelihatan entah kemana.

Begitu selesai bersalam-salaman entah dengan siapa, Dilla sendiri juga gak kenal. Dilla langsung menghambur kearah stand zupa soup yang sudah di incarnya daritadi. Begitu tau kalo gak ada yang antri, dia semakin mempercepat langkahnya.

"Dor!"

Dilla nyaris saja jatuh kalo Farid tidak buru-buru menahan tangannya. Dilla mendengus pelan dan langsung memukul tangan Farid yang masih menahan tangannya.

Arah Kisah Kita {COMPLETED}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang