Yuki menghela nafas, hatinya saat ini benar-benar gundah gulana. Seorang gadis yang berusia 29 tahun itu seharusnya berada di rumah untuk merawat anak dan suami, bukan malah sibuk dengan berkas-berkas di meja yang terasa tidak pernah ada habisnya. Tapi bagai mana mungkin merawat anak dan suami jika status gadis berusia 29 tahun itu saja saat ini masih singel.
Sedangkan ibunya yang setiap hari menghubunginya terus-terusan berkata betapa pentingnya pendamping hidup untuk saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Memiliki keturunan dan hidup bahagia. Sembari bertanya "Jadi kapan kamu mau membawa calon suami ke rumah?"
Tapi tak semudah itu. Bahkan gadis dengan wajah keturunan indo jepang yang katanya cantik bagai bunga sakura, pekerjaan dengan gaji lumayan dan sifat baik yang selalu di tunjukan. Nyatanya tak membuat Yuki segera mendapatkan pria idaman untuk bisa melepas masa lajangnya.
Kasihan...
Bahkan karna itulah Yuki selalu menghindari setiap acara reoni yang di adakan teman-temannya. Hanya untuk menghindari pertanyaan "Kapan nikah?"
"Habis dapat telpon dari ibumu lagi?" sebuah suara menyadarkan lamunan Yuki.
Gadis itu menoleh dan melihat si tersangka. Asistennya.
Seorang pria menatap Yuki dengan datar. Yuki sudah terbiasa dengan wajah sedatar es di kutup utara itu.
"Ada apa?" tanya Yuki ketus pada pria itu.
Masih dengan menatap Yuki intens pria itu meletakan beberapa berkas di hadapan Yuki.
"Aku sudah selesai mengerjakan semuanya"
"Baguslah, aku tinggal mengeceknya" ucap Yuki sembari membuka berkas yang baru di serahkan.
"Jadi benar ibu kamu telpon lagi?" kembali pria itu bertanya dengan tidak sopan.
Yuki menghentikan kegiatannya, di sandarkannya punggungnya pada sandaran kursi sembari menengadahkan kepalanya menatap pria yang masih berdiri di sampingnya dengan tenang.
"Memang ada urusannya sama kamu?" Yuki balik nanya.
"Jika masalah pernikahan lagi yang di bahas ibumu. Bukankah aku sudah memberi solusi yang baik pada mu. Kamu tinggal ajak aku ke rumahmu dan kita bisa langsung menentukan kapan kita menikah" ucap pria itu masih dengan tampang datarnya.
Yuki mengeryitkan dahinya. "Sebelum mengajakku menikah, perbaiki dulu ekspresi wajah kamu. Mana ada seorang pria melamar wanita dengan wajah tampang triplek begitu. Selain itu berapa kali aku harus mengajarimu. Pangil aku Kak, Mbak atau Bu, karna aku ini senior kamu dan usiaku itu lebih tua 6 tahun dari kamu. Ngerti!!"
Pria tinggi yang merupakan juniornya itu hanya mengendikan bahu cuek dan berbalik pergi.
Kembali Yuki menghela nafas.
Namanya Rizal Albian, tapi orang-orang memanggilnya Al. Pria tampan dengan tinggi 180cm itu masuk perusahaan ini 3 tahun yang lalu. Saat itu usianya masih sangat muda, 20 tahun. Di banding dengan rekan-rekan yang lainnya dia yang paling muda. Tapi jangan ragukan kemampuannya. Selain cepat tanggap dia juga sangat cepat dalam mengerjakan setiap tugas yang di berikan. Karna itulah dia menjadi salah satu pria popular di perusahaan ini. Banyak gadis yang berbondong-bondong menyatakan cinta padanya. Tapi seperti yang kita lihat, dengan wajah datar dia selalu menolak setiap gadis yang datang padanya. Hingga satu tahun lalu tiba-tiba dia menyatakan cintanya pada Yuki yang merupakan senior juga rekan kerjanya. Entah Yuki harus menganggap ini anugrah atau musibah karna di cintai oleh junior yang usianya lebih muda 6 tahun dari dirinya. Mungkin menurut orang lain itu bukan masalah. Tapi jujur buat Yuki itu sebuah pantangan yang tidak boleh di langgar.
KAMU SEDANG MEMBACA
MASALAH CINTA YUKI
Hayran Kurgu21+ "Jika gadis sepertimu harus jatuh cinta dengan seseorang, aku yakin aku lebih cocok untukmu dari siapapun. Seperti aku yang menerimamu apa adanya, kamu juga harus bisa menerimaku dengan semua yang aku punya ..."