5.2

983 177 27
                                    

Napas Melody seketika tercekat kala membaca email yang dikirimkan oleh sang kakek. Ia terdiam masih memperhatikan kata demi kata email tersebut. Berharap kalau apa yang ia baca salah.

Habisi Lidya dalam waktu tiga hari, kalau tidak, kakek yang akan bergerak sendiri.

Begitulah isi dari email tersebut. Kakeknya ternyata tidak main-main. Ia benar-benar ingin menghabisi Lidya.

Tentu saja Melody tidak ingin membunuh orang yang ia cintai. Mana mungkin ia bisa membuat dirinya menjadi seorang pembunuh dan kembali merasakan rasa kehilangan yang luar biasa.

Tapi, sang kakek pasti tidak akan membiarkan itu semua. Jika kakeknya sudah memberikan perintah, sudah pasti harus dituruti. Jika tidak, bisa jadi nyawanya yang ikut terancam.

Melody mengusap wajahnya dengan kasar. Memikirkan mengenai hal ini sungguh membuatnya gila.

"Aku harus gimana?" Tanyanya pada diri sendiri. Lagi-lagi ia menyalahkan dirinya sendiri karena terlalu mudah menjadi boneka sang kakek.

Jika saja bukan karena perlu biaya untuk kesembuhan Frieska, sudah pasti ia tidak akan berurusan dengan keluarga Bagaskara lagi.

Keluarga yang bahkan tidak pantas ia sebut keluarga. Karena apa? Karena sejak bertahun-tahun yang lalu, Melody sudah menganggap kalau nama Bagaskara bukan bagian dari dirinya lagi.

Jika menoleh ke belakang, tepatnya saat Melody berumur 11 tahun. Untuk pertama kalinya ia tahu bagaimana rasanya mendapatkan luka yang sangat dalam. Luka yang sangat membekas sampai saat ini.

Hari itu, hari di mana langit tiba-tiba menjadi kelabu. Rintik hujan perlahan turun membasahi bumi. Angin yang bertiup kencang.

Alam seolah ikut merasakan kesedihan sebuah keluarga kecil yang hancur berantakan.

Melody dan Frieska hanya mengikuti langkah sang ibu ketika keluar dari rumah megah itu. Tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tanpa tahu kalau kehidupan mereka akan berbeda sebentar lagi. Tanpa tahu kalau sejak saat itu mereka telah dicoret dari daftar keluarga Bagaskara.

Tinggal di beberapa rumah mewah di Jakarta dan bergelimang harta ternyata tidak serta merta membuat sang ibu bahagia. Ibu Melody tertekan dan sering mendapatkan tindak kekerasan dari Prabu. Belum lagi perlakuan sang kakek yang sering merendahkan ibunya.

Oleh sebab itu, ibunya memutuskan untuk bercerai. Kembali ke Bandung, ke tempat asalnya.

Marah, sedih, kecewa semua berkumpul menjadi satu saat Melody mengetahui kebenarannya. Melody kecil yang tidak tahu apa-apa harus merasakan rasa sakit sebanyak itu di usianya yang masih sangat muda.

Dari sanalah ia mulai membenci ayahnya dan juga sang kakek. Menganggap kedua orang itu bukan lagi bagian dari hidupnya, setidaknya sebelum Frieska divonis menderita kanker.

Setelahnya, ia harus kembali berurusan dengan keluarga Bagaskara. Kakeknya ternyata mengambil kesempatan dari sakitnya Frieska, ia menawarkan biaya pengobatan Frieska asalkan Melody mau menjadi mata-mata di tim Athena.

Jika saja ada pilihan lain, sudah pasti Melody akan menolak tawaran tersebut. Secara tidak langsung ia sudah mencederai profesinya sebagai penegak hukum dengan tindakannya ini. Tapi, apa boleh buat, semuanya sudah terjadi. Nasi sudah menjadi bubur. Ia tidak bisa menarik waktu yang sudah terlanjur terlewati.

***

Lidya memandangi kalung bermotif yin yang, yang diberikan oleh sang ayah. Kalung warisan keluarga itu ia mainkan sedari tadi sambil memikirkan hubungannya dengan Melody.

Beautiful Stranger Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang