3.6

1.2K 177 81
                                    

Lidya menggelengkan kepalanya berkali-kali. Ingatan mengenai masa kecilnya nyatanya membuatnya bertanya-tanya. Apa Melody yang kini tengah berjalan di sampingnya adalah Melody yang memberikannya ikan mas waktu kecil.

"Gak... Gak mungkin! Mana mungkin Melody yang dulu itu si burung merak ceroboh ini. Kejadian itu kan terjadi di Jakarta, sedangkan Melody yang ini tinggal di Bandung. Gak... Gak... Gak mungkin." Lidya kembali menggelengkan kepalanya, pikirannya sungguh tak tenang.

"Kamu sehat, Lid? Dari tadi aku perhatiin kok geleng-geleng mulu?" Melody yang berjalan di samping Lidya merasa aneh dengan tingkah sang kapten. Pasalnya, selepas keluar dari markas, Lidya terus saja menggelengkan kepalanya.

"Gue gak apa-apa," ucap Lidya singkat.

"Beneran?"

"Iya."

"Tapi, kalo anak kecil itu beneran dia gimana?" Batin Lidya lagi. Ia melirik ke arah Melody yang berada di sampingnya.

"Ah... Gak mungkin. Gak... Gak... Emang nama Melody cuma ada satu. Bisa aja cuma namanya aja yang sama, tapi orangnya beda. Ya... Pasti! Mereka pasti bukan orang yang sama."

"Lid? Lidya? Yah malah bengong lagi. Kamu beneran gak apa-apa? Aku ajak ngobrol dari tadi malah bengong mulu."

Lidya sedikit berdeham. "Hmnn... Mel..."

"Iya? Eh tunggu!" Melody menghentikan langkahnya. Ia langsung beralih berdiri di depan Lidya. Menatap sang kapten lekat-lekat.

"Tunggu deh, aku gak salah denger kan tadi? Kamu manggil nama aku kan barusan?"

"Iya, emang kenapa? Salah?" Lidya menatap Melody bingung. Memangnya ada yang salah dengan ucapannya barusan?

"Gak sih bukan gitu, tapi biasanya kan langsung pake lo atau gak panggilan yang aneh." Entah ada angin apa, Melody justru tersenyum ke arah Lidya.

"Ih... Lo ngapain senyam senyum kayak gitu? Udah gila lo ya?"

"Hehehe gak kok, seneng aja dipanggil dengan nama sama kamu." Melody tersenyum lagi.

"Ckckck dasar aneh." Lidya tak menghiraukan Melody yang masih berdiri dengan bibirnya yang masih melengkung ke atas. Lidya melanjutkan langkahnya kembali.

"Lidya tungguin!" Teriak Melody sambil berlari kecil.

"By the way, kamu mau ngomong apa tadi?" Tanya Melody setelah berhasil menyamakan langkahnya dengan Lidya.

"Gak jadi, udah males gue." Lidya memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya.

"Ih kok gitu? Mau ngomong apa?" Tanya Melody lembut.

"Gue bilang gak jadi ya gak jadi."

"Ish! Gak baik loh bikin orang penasaran. Kamu mau ngomong apa?"

"Gue bilang gak jadi! bawel banget sih lo!"

"Ih jutek banget sih. Aku kan cuma penasaran, sebenernya kamu itu mau ngomong apaan. Aku kan pengen tahu." Melody cemberut. Ia kesal dengan tingkah Lidya yang tak jadi mengutarakan maksudnya.

"Bukan hal yang penting, gak usah kepo deh."

Melody mendesis kesal. Jika sudah seperti ini, ia tak bisa berbuat apa-apa. Kaptennya itu sungguh keras kepala.

Tak terasa, mereka akhirnya sampai di pabrik tua. Lidya dan Melody langsung masuk ke dalam untuk memeriksa.

Kejadian malam itu nyatanya tak membawa ingatan buruk atau trauma untuk Melody. Ia nampak santai dan biasa saja saat memeriksa tempat tinggal tersangka yang menganiayanya. Mentalnya ternyata sudah kebal dengan hal seperti itu.

Beautiful Stranger Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang