⚠ Budayakan vote sebelum membaca ⚠
Happy reading 😊 📖
Author P.O.V.
Dengan cemas Rio memandang langit hitam di atasnya yang kini bergemuruh keras, rintik demi rintik air mulai membasahi wajahnya. Bagaimana bisa langit sore yang cerah tadi berubah menjadi langit yang menyimpan amukan badai seperti ini? Rio menghela nafas lalu memandang kegelapan hutan didepannya. Dimana dia dan Ify sekarang?
Ify mengerang pelan "Dingin...," Rio memutar kepalanya dan berkata pelan "Tahan ya..., Fy." Rio sudah membawa Ify cukup jauh dari jalan bercabang tadi.
"Kita balik ke jalan cabang itu aja gimana?" tanya Rio, yang kini bisa merasakan anggukan pasrah dari kepala Ify yang menempel di punggungnya.
Rio membalikkan badannya lalu berjalan menelusuri hutan dengan Ify yang masih ada di punggungnya. Beberapa kali Rio membenarkan posisi Ify yang sempat merosot. Tetesan air hujan kadang mengaburkan pandangannya.
"Fy, capuchon jaketnya dipake aja ya..." kata Rio pelan. Ify pun memakai capuchon jaket Rio untuk menutupi kepalanya.
Rio melayangkan pandangannya. Bukankah pohon pinus ini sudah ia lewati tadi? Gawat... struktur bagian-bagian hutan yang kerap sama mengecohkan arahnya, Rio berhenti sejenak. Dia ragu apa yang harus dilakukannya kini. Tetap disini? Atau terus berjalan? Kalau tetap disini, berarti dia mengumpankan dirinya dan Ify pada taring badai angin yang akan melanda hutan sebentar lagi. Tapi, ketiadaan peta ataupun kompas, membuat Rio ragu untuk terus berjalan, bisa-bisa ia membawa Ify semakin jauh memasuki hutan.
Titik-titik hujan mulai turun dalam volume lebih besar. Ify berbisik pelan "Yo, pake aja jaket lo! Udah mau gede ujannya"
Rio menggeleng "Lo yang lebih butuh" katanya singkat.
Ify terbatuk pelan, lalu merapatkan tubuhnya ke punggung Rio karena udara dingin semakin menekan jantungnya. Rio bisa merasakan suhu tubuh Ify semakin tinggi. Rio berdoa dalam hati, paling tidak mereka harus menemukan tempat berteduh sebelum hujan ini menjelma menjadi badai. Tapi dimana? Di tengah hutan seperti ini? Rio memohon dengan sungguh-sungguh pada Tuhan agar satu saja keajaiban datang menghampirinya. Dia berjanji dalam hati, kalau dia bisa menemukan tempat berteduh untuknya dan Ify, dia akan jujur... jujur tentang perasaannya pada cewek itu.
Karena Rio sudah menemukan jawaban dari pertanyaan hatinya. Dia tau mana yang harus dipilihnya sekarang. Dia sudah menyadari nama badai apa yang sedang melanda hatinya kini.
Dan tampaknya Tuhan mendengar doa Rio. Dari kejauhan, Rio melihat sebuah sinar kecil. Rio memejamkan matanya lalu membukanya lagi, takut sinar itu hanya halusinasi atau fatamorgana. Dengan ragu, Rio berjalan ke arah sinar itu. Mungkin benar keajaiban itu masih ada... pikir Rio saat melihat sebuah bangunan kayu yang tak seberapa besar. Asal sinar itu ternyata adalah cahaya dari lampu petromax yang tergantung di beranda bangunan kecil itu.
Dengan tangan masih memegangi tangan Ify yang bergelayut di punggungnya, Rio terpaksa menendang pintu bangunan itu. Tidak terlalu sulit, karena sepertinya pintu bangunan itu tidak terkunci dengan baik. Rio menatap ke dalam bangunan kayu itu dengan penuh rasa syukur.
Ternyata sebuah gudang penyimpanan gelondongan kayu. Rio meletakkan Ify yang masih menggigil hebat di depan tumpukan kayu. Ify yang merasa kedinginan pun duduk meringkuk, memeluk lututnya dengan kedua tangan untuk menghalau rasa dingin yang menyergapnya. Untung jaket Rio yang membalut tubuhnya tidak terlalu basah.
Rio keluar sebentar untuk mengambil lampu petromax yang tergantung di beranda, berniat meletakkannya tepat di depan Ify. Rio menghela nafas lega saat memegang petromax yang masih panas itu. Petromax itu masih baru, itu artinya baru saja ada yang kesini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Camp of Music [HIATUS]
Teen FictionHanya satu mimpi yang ingin diwujudkan Mario Stevano, yaitu menyelesaikan rangkaian instrument nya untuk seseorang yang berharga dalam hidupnya. Seseorang yang membuat dunianya lebih berwarna Sampai pada akhirnya, ia kehilangan seseorang itu. Mimpin...