8. Mingling

29 5 0
                                    

***

Di suatu tempat di sudut kota yang lain, tepatnya di dalam sebuah ruangan berwarna abu-abu yang terkesan simple namun tidak juga terlihat membosankan, dengan nuansa yang kental dengan hal-hal berbau boy-ers. Sebuah ranjang ukuran dua badan nampak menjadi menghuni tetap di salah satu sudut ruangan, di sudut lainnya juga terdapat lemari bergambar transformer.

Tak jauh dari ranjang, seorang pria remaja duduk di depan meja belajarnya, tengah tertawa terbahak-bahak setelah melihat sebuah pesan yang baru saja masuk ke salah satu akun medsos-nya. Sangking lucunya ia sampai memukul-mukul permukaan meja sambil sesekali memembenturkan kepalanya.

Sudut matanya sudah berair, namun tawa pria itu nampaknya belum juga menemukan ujungnya. Bahkan lama kelamaan tawanya semakin menjadi.

Hingga, beberapa menit kemudian ketika rahangnya mulai lelah karena tertawa, akhirnya ia mencoba menghilangkan rasa geli yang masih setia bersemayam di perut, kala mengingat pesan yang diterima sebelumnya.

Sebuah kesadaran memberitahukan padanya bahwa gadis yang sedang ia ajak bertukar pesan itu ternyata sudah salah paham. Mengetahui hal itu, lagi-lagi ia tak kuasa menahan tawanya untuk tidak lepas.

Hingga pintu yang tiba-tiba terbuka memunculkan kepala seorang wanita berambut panjang yang ia biarkan tergerai. Serta ekspresinya yang kurang bersahabat di barengi dengan kalimat yang cukup pedas.

Hal itu sukses membuat ruangan menjadi senyap, hanya menyisakan suara detak jam yang berasal dari atas nakas samping tempat tidur. Serta suara melengking yang berasal dari wanita di depan pintu.

“Heh! Kamu pikir cuma kamu satu-satunya penghuni rumah ini? Jika kamu tidak segera menyumpal mulutmu itu, maka aku dengan senang hati akan menyumpalnya dengan tumpukan skripsiku yang gagal!!” ujarnya sarkas, menyiratkan kejengkelan yang amat kental dalam suaranya.

Dengan ekpresi terkejut sekaligus terluka yang terlampau dramatis, Ryan selaku sang tersangka mengelus dadanya.

“Ups, sorry kakakku yang cantik membahana. Aku tidak bermaksud mengusik ketenanganmu dan lagi, aku tidak berminat dengan tumpukan kertas bertoping tinta itu” Ia menunjukkan ekpresi bersalah yang sama sekali tidak terlihat kalau dia menyesal telah mengganggu ketenangan gadis yang lebih tua tujuh tahun darinya itu. Justru sebaliknya ia terkesan sedang meledek kakak perempuannya itu.

Namanya Reyna, gadis yang kini tengah marah-marah di ambang pintu itu merupakan kakak perempuan satu-satunya dari pria yang beberapa saat lalu tertawa hingga rahangnya terasa  longgar, Ryan.

Sudah biasa dengan mulut Ryan yang sudah seperti kran bocor.

Reyna kembali menampakkan wajah paling sangar miliknya, sekaligus pelototan terhadap adik kurang ajar-nya, sebagai peringatan terakhir agar tidak mengganggunya menyelesaikan skiripsinya yang sudah tiga kali gagal, sebelum menarik kepalanya dan kembali ke kamarnya yang berada tepat disebelah kamar Ryan.

“Apa sekarang di kalangan wanita sedang tren memberikan pelototan pada pria tampan sepertiku?” bertanya pada dirinya sendiri dengan ekspresi yang terlalu serius seolah itu merupakan pertanyaan paling rumit abad ini dan harus segera di pecahkan.

Karena merasa pertanyaan itu tak sanggup ia temukan jawabanya ia lantas kembali meraih ponselnya yang ia lantarkan di atas meja beberapa saat yang lalu. setelah memantapkan niat ia segera mengetik balasan untuk meluruskan kesalahpahaman yang terjadi.

Hey Rany, sprtinya ada yg slah dsni.
kau tau? aku tdk bnr”
berpcran dgn Ika

Semenit, dua menit,

Kau masih d sna?

Lagi, Ryan kembali mengirim pesan kepada Rany, hanya sekedar ingin memastikan atau barangkali ingin menekan kegelisahan yang entah bersumber dari mana atau apa penyebabnya. Ia tidak tau.

Menit-menit berlalu, setelah beberapa saat menunggu, yang terasa amat sangat lama bagi Ryan. Akhirnya setelah menit ke tiga belas –menurut perhitungannya- yang di tunggu akhirnya membalas.

Kau brcnda? Jika
iya, mka hentikn, krna
kau akan sangt melukai
persaannya

Sejenak Ryan menatap balasan itu, ia berfikir bahwa gadis itu benar-benar percaya jika dirinya dan Ika berpacaran. Benar-benar konyol, dari mana dia mendapatkan argumen semacam itu.

Aku mengtakn yg
Sebnarnya, Ika tak lebih
dri seppku yg kbtulan tiggl
d dpan rumh.

Selanjutnya, tidak ada balasan meski Ryan telah menunggu lebih dari se-jam. Maka ia memutuskan keluar dari percakapan dengan perasaan yang belum sepenuhnya tenang, seperti ada sesuatu yang mengganjal didalam sana, namun ia berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia hanya harus meluruskan kesalapahaman antara dirinya dan Rany. Meski ia tak tau pasti mengapa harus demikian.

Lalu setelah menyalurkan rasa frustasinya dengan cara mengacak-acak rambutnya, ia lantas berjalan menuju ranjangnya yang terlihat nyaman, merebahkan dirinya disana dan berharap pagi bisa datang lebih awal.

***

......tbc

Sorry for late update and typo✌

Happy reading😘

Turn Back!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang