Keterbukaan

557 56 5
                                    

Jongin melemparkan sembarangan bola yang ada ditangannya, hampir mengenai Sehun yang sedang duduk dipinggiran lapangan. Sehun mengeluarkan semua sumpah serapahnya, pelakunya hanya tersenyum miring meremehkan.

"Kau tidak menyukai ibu tirimu? Kudengar kau telah menemui ibu serta saudara tirimu kemarin bersama Junmyeon hyung." Kyungsoo membuka suara.

Jongin diam, memang benar kemarin dia menemui ibu dan saudara tirinya. Namun saat melihat mereka Jongin merasa teriris melihat kebahagiaan yang mereka ciptakan. Ayahnya terlihat bahagia bersama mereka, Jongin iri. Apa Jongin harus menyalahkan ibu kandungnya karena sikapnya yang keterlaluan.

"Aku iri melihat appa serta keluarga barunya. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana."

"Kalau begitu kau pindah saja ke rumah appa mu yang baru," Sehun keceplosan, tidak seharusnya Sehun memberi ide gila seperti itu.

"Aku tidak ingin membebani appa," Jongin menyenderkan kepalanya di tiang ring basket. Jongin sedikit memutar kembali memorinya saat keluarga kecilnya masih utuh. Ibunya yang belum terlalu sibuk dengan dunia bisnisnya, yang setiap harinya akan memasakkan makanan kesukaannya serta Junmyeon. Ayahnya yang setiap harinya membawakan pistol mainan untuknya juga borgol mainan. Jongin merindukan itu semua.

Jongin menyeka bulir air yang lolos dari kedua bola matanya. Dia merasa bodoh dalam hal ini telah  membiarkan kedua orang tuanya mengakhiri hubungan yang sangat sakral itu. Jumyeon kakaknya itu tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis seperti dirinya. Berulang kali keduanya memohon namun nihil.

Kyungsoo serta Sehun memilih diam tidak ingin mencampuri masalah yang sedang Jongin hadapi, jika Jongin berniat membaginya mereka akan bersedia menjadi pendengar yang baik.

"Kau ingin menginap di rumahku?" Tawar Kyungsoo. Jongin menggeleng pelan.

"Kau akan pulang?" Tanya Sehun dijawab gelengan pelan sekali. Keduanya lelah menghadapi tingkah Jongin kalau sudah begini. Mereka takut Jongin akan melakukan hal yang diluar dugaan mereka. Akal sehat seseorang bisa saja hilang saat mengalami masalah yang serius.

"Ibuku sudah menghubungiku beberapa kali. Seperti aku harus pamit sekarang juga." Ucap Kyungsoo pada keduanya sambil menunjukkan ponselnya yang berisi panggilan tak terjawab dari ibunya.

"Pulanglah. Kau juga," kata Jongin sambil menepuk pundak Sehun. Sehun mengernyit.

"Kalau aku pulang, kau bagaimana?" Tanya Sehun.

"Jangan pikirkan aku! Sudah sana pulang. Atau kalian tidak akan pulang ke rumah selamanya." Jawab Jongin marah.

Keduanya mengerjap tak percaya. Jongin sahabatnya bisa berpikiran sekeji itu terhadap mereka. Sehun melemparkan botol minum yang kosong kearah Jongin. Jongin memberi tatapan mencekik untuk Sehun.

.

Baekhyun sedang asik menggosip bersama Irene di bangku pojok kelas. Irene tak percaya kalau Baekhyun adalah tipe pria yang menyenangkan.

"Jadi kau kemarin pergi ke London untuk menemani ibu mu memesan baju pengantin yang akan dikenakan kakakmu di acara pernikahannya?" Tanya Baekhyun, Irene mengangguk manis. "Daebak, lalu cokelatnya masih ada tidak?" Baekhyun ketagihan pada cokelat yang diberikan oleh Irene tempo hari. Padahal dirinya tidak membagi cokelat itu pada Chanyeol namun Baekhyun masih tetap merasa kurang.

"Berkunjung saja ke rumah ku. Sepertinya eomma masih menyimpan beberpa kotak lagi," jawab Irene.

"Sayang sekali, akhir-akhir ini waktuku tersita untuk suatu hal."

"Apa?"

"Acara sekolah. Aku menjadi pengiring piano saat Jongdae hyung tampil."

"Ku kira hanya Chanyeol yang akan mengiringi kakak kelas saat tampil ternyata kau juga ikut. Chukkae~"

"Hmm, kemarin Jongdae hyung sendiri yang memintaku. Aku ingin menolak tapi kau tahu kan kalau aku tidak bisa menolah permintaan seseorang hahaha,"

Chanyeol berjalan kearah Baekhyun dan Irene. Meminta Baekhyun untuk segera bergabung di kelas musik karena latihan akan dimulai sepuluh menit lagi. Dengan berat hati Baekhyun pamit pada Irene padahal masih banyak hal yang ingin mereka bicarakan.

Keduanya memasuki ruang musik dengan langkah hati-hati. Karena sudah banyak siswa yang sudah berkumpul disana. Jongdae tersenyum kearah Baekhyun sambil melambaikan tangan kanannya pada Baekhyun.

"Hyung, kenapa kau memintaku untuk menjadi pengiringmu?" Tanya Baekhyun pada Jongdae yang duduk disebelahnya. Jongdae tersenyum misterius.

"Aku berharap kau kembali menjadi Byun Baekhyun yang ku kenal." Jawab Jongdae mantap.

"K k kau mengenal ku,hyung?" Tanya Baekhyun hati-hati.

"Entahlah. Kau sendiri, apa kau mengenal ku?" Sekali lagi, jawaban yang Jongdae membuat Baekhyun penasaran siapa Kim Jongdae yang sedang duduk disebelahnya kini.

Baekhyun menyempatkan diri mengunjungi toilet belakang sekolah sendirian. Toilet yang jarang sekali terjamah, banyak siswa yang memilih mengantri panjang di toilet depan. Baekhyun memasuki bilik terakhir yang menurutnya lebih bersih dari pada bilik-bilik lainnya.

"Sekali lagi kau mencampuri semua urusan ku kau akan menyesal setelahnya." Terdengar suara orang merintih sakit disusul sebuah suara gebrakan pintu yang sangat keras. Baekhyun bergidik ngeri takut kalau ada hantu yang sedang berkelahi.

Baekhyun memberanikan diri untuk keluar dari bilik toilet. Baekhyun terperangah saat melihat wajah familiar yang sedang tergeletak lemas bercucuran darah dibagian wajahnya. Jangan lupakan luka lebam yang menghiasi wajah mulus laki-laki itu. Jongin, saudara tirinya.

"Ya Kim Jongin! Kau kenapa?" Baekhyun membantu Jongin untuk bersandar di dinding. Jongin memijit pelan rahang kirinya yang terasa sakit. Baekhyun mencari sapu tangan yang sering ia bawa di sakunya lalu menyerahkannya pada Jongin.

"Terimakasih," ucap Jongin pelan dan terdengar sedikit meringis.

"Kau berkelahi?" Jongin menggeleng pelan.

"Appa akan marah jika melihat mu seperti ini."

"Tolong, jangan pernah katakan hal ini pada appa ataupun eomma."

"Baiklah. Katakanlah apa yang menyebabkan mu jadi seperti ini?" Tanya Baekhyun amat hati-hati.

"Kau banyak omong ya ternyata. Aku hanya meminta mereka agar tidak meminta uang jajan siswa kelas 1, hanya itu sungguh." Jawab Jongin.

Baekhyun mengangguk paham. Keduanya diam untuk beberapa saat.

"Aku menyayangi eomma, eomma yang telah melahirkan mu. Apa aku salah?" Jongin menundukkan kepalanya, dia takut kalau-kalau Baekhyun akan marah setelahnya.

Baekhyun tersenyum, saudaranya ini sungguh telah membuat Baekhyun ingin menangis bahagia. Ayah tiri Baekhyun mengatakan kalau Jongin suka berkelahi setelah perceraian kedua orang tuanya. Jongin berubah menjadi anak yang suka merokok dan membolos sekolah. Jongin seperti kehilangan arah. Ayah tirinya tak tega melihat kelakuan anak bungsunya itu.

"Kau tidak salah. Eomma ku adalah eomma mu juga. Eomma akan senang mendengar hal ini. Berkunjung lah minggu nanti biasanya eomma akan memasak banyak makanan kau pasti merasa kenyang dan tubuhmu ini akan bertambah besar." Ucap Baekhyun bahagia.

"Terimakasih hyung." Jongin tersenyum cerah walaupun wajahnya tertutupi luka lebam serta darah tapi masih terlihat tampan.

"Apa, kau memanggilku hyung? Kita berada ditingkat yang sama dan kau lahir lebih dulu dariku, aku yang seharusnya memanggilmu hyung!" Jawab Baekhyun tak terima. Jongin ingin tertawa namun dirinya merasa sakit disaat yang sama.

CoincidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang