Korea

100 5 7
                                    

Bukan hal mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru memang. Apalagi jika kita tak pernah ke tempat itu sekalipun. Asing. Itu yang ada di pikiran Mark saat ini. Pertama kalinya pria itu tak memiliki rencana.

Bahasa koreanya tak begitu buruk. Hanya perlu menyesuaikan logat dan kebiasaan disana. Mark dan mamanya tinggal di sebuah apartemen kecil. Hanya ada 2 kamar, 1 kamar mandi, dan ruang tengah yang hampir menyatu dengan dapur. Sederhana. Jauh dari rumah mewahnya di LA.

"Mark! Ayo makan!" Panggil mamanya dari luar

Pria itu berjalan malas. Meninggalkan kamarnya yang tak begitu luas.

Bimbimbab tersedia di atas meja. Karena baru beberapa hari disana, mama Mark sengaja menyediakan sumpit dan sendok. Dia yakin anaknya belum terbiasa menggunakan sumpit.

Tak ada senyum atau kehangatan pada diri Mark. Saat makan pun dia sedingin balok es.

"Oh ya, kamu mau kuliah dimana?" Tanya wanita cantik itu

"Belum kepikiran ma!"

"Ini!" Sebuah brosur dia sodorkan pada anaknya. Dalam kertas itu tertulis Hanyang University.

"Universitas itu tak jauh dari sini. Kamu bisa naik kereta bawah tanah atau bis. Disana juga ada teman mama yang bisa membantu kamu biar dapet beasiswa"

"Iya, nanti Mark pikirin"

Bagi Mark semuanya terlihat samar. Tak ada gelap ataupun terang. Karena sekarang dunianya abu-abu. Semuanya nampak sama. Benar ataupun salah.

* * *

Pagi itu begitu terik. Langkah kakinya pelan menuju halte bis di sebrang. Dari kejauhan, seorang gadis mungil menarik perhatiannya. Rambutnya tampak lebih panjang dari sebelumnya. Senyuman itu? Apa mungkin dia Tim?

Mark coba berlari. Tapi lampu berubah merah untuk pejalan kaki. Hampir saja dia terserempet mobil yang melintas.

Pikirannya terus berulang pada kejadian pagi tadi. Andai dia berjalan lebih cepat, mungkin dia bisa bertemu gadis itu lagi. Tapi, ah! jika gadis itu bukan Tim bagaimana? Bisa jadi itu hanya bayangan saja. Mungkin akibat rasa rindu yang berlebihan.

Sumpit yang di pegangnya mengacak-acak tepak makan siang. Tak lagi ada kata lapar ataupun kenyang. Dia makan saat orang lain makan. Tidur waktu orang lain tidur. Begitu setiap hari. Seperti zombie. Tanpa nyawa.

Pria itu masih terduduk di kantin. Menunggu teman mamanya yang akan datang. Manik birunya berkeliling, mengamati suasana kantin yang mulai sepi. Sudah satu jam dia disana, tapi orang yang di tunggu tak juga terlihat.

Mark berdiri. Sejenak berniat pergi. Tapi dari kejauhan, seorang pria menyapanya hangat.

"Mark Yi Eun Tuan!" Panggil seseorang dari kejauhan

Mark menoleh. Merasa namanya di panggil "oh, selamat siang!" Ucapnya sambil membungkuk. Kebiasaan orang korea saat memberikan salam.

"Selamat siang! Ayo kita bicara di kantor!" Ucap pria itu. Tangannya merangkul Mark. Menggiringnya ke tempat yang akan mereka tuju.

* * *

Seorang gadis baru saja datang. Langkahnya tagas berjalan ke arah kantin. Hanya sebentar, sebuah baki berisi makanan dia bawa dengan mudah. Sekarang manik hitamnya tengah berkeliling. Mencari tempat duduk yang dia sukai.

Sebuah tempat duduk yang terletak di sudut kantin menjadi pilihan. Selain tidak mencolok, dari tempat itu Sunny bisa melihat langsung ke arah taman.

"Mark Yi Eun Tuan!" Suara keras dari seorang pria mengacaukan pendengarannya. Berisik. Sunny ingin mengumpat. Tapi dia bukan siapa-siapa disana.

Langkah kaki terdengar menjauh. Mungkin dari si pembuat gaduh. Tapi dia tak sendirian. Ada langkah lain yang menyamainya.

"Mark Yi Eun Tuan!" Ucap gadis itu lirih

"Sepertinya tak asing" keningnya berkerut. Berusaha memikirkan sesuatu yang mungkin dia lupakan.

Ah sudahlah. Gadis itu kembali melanjutkan makannya. Tak ada yang lebih penting dari pendidikannya sekarang. 6 bulan telah dia buang percuma dengan terbaring koma diatas kasur rumah sakit.

Itu memang bukan kehendaknya. Tapi waktu yang terbuang tetap tak akan pernah terulang. Baru 2 bulan sejak dia sadar dari koma. Tapi gadis itu bersikeras untuk ikut papanya ke korea.

Masalah sekolahnya? Tenang saja. Dia telah mengikuti ujian susulan. Sunny bahkan dinyatakan lulus dengan hasil yang memuaskan.

Sekarang, gadis mungil itu tengah bersiap menghadapi ujian masuk Universitas Hanyang. Mungkin tidak akan mudah, tapi bukan berarti itu tak mungkin kan?

* * *

Langit berwarna biru gelap. Tanda bahwa matahari hampir terlelap. Suasana cukup ramai di ibu kota negara korea itu. Maklum, jam-jam seperti ini banya pegawai yang baru pulang kerja.

Bis itu berhenti. Tepat di depan seorang gadis cantik yang telah lama berdiri. Tangannya menggapai pegangan pintu, berharap bisa masuk secepat mungkin. Tapi harapannya sia-sia. Sebuah tangan pucat mencekalnya. Memegang pintu itu tanpa sengaja. Nafasnya terengah-engah sisa lari barusan.

"Maaf!" Ucap pria itu sopan

Sunny hanya melirik heran. Tak lama, kemudian dia segera masuk ke dalam bis nya.

Gadis cantik itu duduk di kursi paling belakang. Wajahnya dia palingkan kearah jendela. Mengamati setiap jalan yang di lewati bis itu.

"Kamu orang korea?" Suara seorang pria mengacaukan hening di sekitar Sunny. Membuat gadis itu terpaksa menoleh.

"Bukan. Aku orang indonesia!" Jawab gadis itu. Senyum manis dia tampilkan, sebagai bentuk sopan santun yang berusaha dia terapkan.

"Orang indonesia? Serius? Gw juga orang Indonesia" suara terdengar riang. Mungkin karena menemukan seseorang yang di anggap sama.

"Oh, syukur deh ketemu orang Indonesia juga disini" Sunny sebenarnya malas menghadapi pria di sebelahnya, tapi bagaimana lagi. Masa iya harus jutek sama teman sebangsa.

"Nama gw Ryu. Ryuzaki"

"Ryuzaki? Itu lebih ke jepang deh kayaknya"

"Oh, iya bokap orang jepang dan nyokap orang indo. Nama lu siapa?"

"Nama gw Sunny!"

"Lucu juga namanya"

Gadis itu menjawabnya dengan senyum. Tak lama, bis itu berhenti di halte dekat apartementnya. Di kawasan yeongdeungpo-gu dekat dengan tempat ayahnya bekerja.

Gadis itu berdiri. Mengisyaratkan dia akan segera turun.

"Sampai ketemu lagi!" Ucap Ryuzaki melempar senyuman hangat

Sunny tersenyum sejenak. Lalu membatin "emangnya siapa yang mau ketemu sama lu lagi coba?"

* * *
Ada cast baru nih. Menurut kalian gimana? Minta comentnya ya!

For the First Kiss Forever (Completed) #wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang