Spring Waltz

214 23 0
                                    

-4-

"Kau melihatnya lagi"

Suara datar itu menyadarkannya, tapi tak membuatnya mengalihkan pandangan dari sosok itu. Tapi dia tergelak pelan. "Siapa?"

Dia tahu. Dia tahu maksud teman yang sudah bersamanya sejak sekolah menengah pertama itu. Hanya saja... entah kenapa dia ingin sekali sebuah penegasan, tentang gadis yang sedari tadi menarik perhatiannya. Ah, bukan. Lebih tepat sejak maniknya menemukan sosok itu, beberapa hari lalu, saat pertama memasuki kelas barunya.

"Hyuuga"

Sudut bibirnya makin terangkat tinggi.

"Dia manis, ya?"

Maniknya masih memperhatikan gadis itu, yang tersenyum tipis di antara teman-temannya yang tertawa lebar. Entahlah, mungkin mereka sedang membicarakan suatu hal konyol. Dia tidak tertarik dengan bahan pembicaraan mereka. Tidak sama sekali. Hanya gadis itu, dan senyumnya. Dan setelah mengamatinya beberapa hari, dia sadar. Selalu seperti itu...gadis itu. Tersenyum, tanpa ada tawa lebar, tanpa ada suara yang muncul.

Dia sangat suka. Gadis dengan senyum manis itu.

Dia ingin selalu seperti ini. Menatap senyum gadis itu, yang entah kenapa selalu membuatnya ikut tersenyum. Menatap senyum gadis itu, yang entah kenapa dia merasa tak akan pernah bosan meski terus-terusan melihatnya.

Sebuah keinginan yang entah sejak kapan muncul. Sebuah harapan yang dirasa olehnya aneh, tapi dia tak mempermasalahkannya.

"Tidak ada gunanya juga jika aku menjawab 'Tidak', kan?"

Dia kembali tergelak, kali ini suaranya lebih keras. Mengundang beberapa pasang mata menatapnya. Mengundang dua teman lelakinya mendekat.

"Apa yang dia tertawakan, Shino?"

"Tanyakan saja padanya," pandangannya Shino masih mengarah ke bawah, ke arah buku yang berada di pangkuannya. Karena sejak hari pertama mereka menjadi murid baru di sekolah menengah atas, mejanya dijadikan tempat duduk Kiba saat istirahat tiba.

"Dia manis ya, si Hyuuga itu"

Sebuah pernyataan, bukan pertanyaan.

"Hah? Hyuuga? Biasa saja," si Kuning berisik yang menanggapi, dengan suara yang melengking tinggi, yang untungnya tak terdengar gerombolan gadis di depan sana.

"Kiba," suara itu pelan, tapi Kiba tahu ada sebentuk tuntutan perhatian dari nada suara itu, yang membuatnya dengan enggan mengalihkan pandangaannya. Teman pucatnya itu tersenyum, dengan senyum anehnya yang biasa. "Kau sungguh-sungguh tidak akan terselamatkan"

"Hah?" Dia tak paham, dengan maksud kalimat pendek itu. Sai, senyum, dan kalimat aneh. Kombinasi yang sangat bagus untuk menjatuhkan orang. Dan dia mencoba menyiapkan diri untuk kemungkinan bahwa akan ada kalimat lanjutan dari pemuda itu yang akan sangat tepat sasaran, tanpa ada basa-basi.

"Karena kau sudah menganggap Hyuuga itu manis, berarti kau memang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Kalau kau tak juga paham, berarti kadar kebodohanmu sudah terlalu tinggi"

"Maksudmu apa sih, Sai?"

Itu bukan suaranya. Tapi dia mengangguk dengan kening berkerut, dalam hati bersyukur bahwa ada seorang lain yang juga tidak paham maksud si pucat itu.

"Kau menyukainya, Kiba. Si Hyuuga itu," Shino menyahut, dengan suara datarnya. Sai mengangguk, dengan senyum anehnya. Naruto berteriak, dengan suara kerasnya.

Dia merasa kepalanya mendadak kosong, dengan dada yang terasa sesak.

Dan kesadaran menyeruak, dengan amat perlahan. Membuatnya merutuki dirinya sendiri.

.

.

Seorang tampan/cantik tak selalu membuatmu menyukainya. Tapi ketika kau menyukai seseorang, dia akan selalu terlihat 'indah' di matamu.  

Always With MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang