Jalanan itu begitu gelap, karena kurangnya pencahayaan yang cukup. Hanya lampu remang yang berada berjauh-jauhan–yang selalu setia menerangi setiap malamnya.
Helaan nafas kembali dari bibir sang wanita. Ia memejamkan kedua mata hazelnya, merapatkan jaket yang tersampir di tubuhnya, memandangi sang pria di hadapannya.
"Sekali lagi aku bertanya padamu. Pernah kah kau mencintaiku?"
Ahra membuka kedua matanya, memandang lurus kearah sang pria dengan air mata yang telah menumpuk.
Sang pria menundukkan kepalanya, mengusap kasar wajahnya dengan gusar. Merasa frustasi untuk menjawab pertanyaan dari sang wanita. Hatinya merasa bimbang. Rasa dilema memenuhi seluruh pikirannya. Pilihan antara menerima kebahagiaan atau membuang kebahagian yang telah ia miliki.
Seokmin begitu ingin bahagia. Sayangnya, mengambil jalan kebahagiaan tak semudah yang ia bayangkan karena adanya seorang wanita yang lebih membutuhkannya sekarang.
"Seokmin-ah jawab aku. Aku mohon" Ahra meraih tangan seokmin yang terkepal dengan kuat, menarik dagu milik pria itu, membuat Seokmin dapat melihat jelas bulir air mata yang telah keluar dari balik matanya.
Seokmin mengalihkan pandangannya, enggan menatap sepasang mata milik Ahra yang dapat membuat dirinya goyah. Dengan tarikan kasar, ia melepas pegangan tangannya.
"Apa mungkin bagimu? Aku–Lee Seokmin, dapat mencintai seorang penderita skizofrenia?" Seokmin mengigit bibir bawahnya, menekan seluruh emosi yang tengah berseteru di dalam sana.
Hati Ahra begitu tertohok, rasa sakit memenuhi relung hatinya. Hatinya begitu sakit, seperti dihujani ribuan jarum yang melayang begitu saja padanya. Bahkan rasa sakit ketika Seokmin menolak bayi yang telah berada di janinnya dulu tak sebanding dengan rasa sakitnya kini.
"Aku mohon dengan sangat padamu. Tanda tangani berkas yang pagi ini telah aku kirimkan padamu. Tolong ceraikan aku..."
Seokmin berbicara tanpa mengalihkan pandangannya dari samping, bibirnya bergetar seiring perkataan yang ia lontarkan pada wanita di hadapannya.
Tanpa sepengatahuan Ahra, setetes air bening keluar dari balik matanya.
"Seokmin-ah, apa kau sedikitpun tidak pernah merasakan cinta padaku?"
Ahra memandangi Seokmin yang tengah menghindar darinya, membuat wanita itu hanya dapat melihat sebagian wajah miliknya.
Dengan gerakan cepat, Seokmin segera menghapus bulir yang telah merembes turun di pipi tirusnya, memilih menatap kedua mata hazel itu sambil memohon dengan tegas. "Aku mohon ceraikan aku. Aku muak denganmu. Tidak kah kau mengerti? " Aku harap, besok kau telah menandatanganinya. Aku akan ke rumahmu untuk mengambilnya besok."
Pria itu berkata, bahwa ia besok akan kerumahnya
Sejak kapan rumah itu menjadi rumahnya?
Rumah Ahra.
Tanpa embel-embel rumah kita–seperti yang pria itu kerap ucapkan. Perkataan kecil seperti itu saja cukup menambah kepedihan di hatinya yang telah remuk.
Seokmin membalikkan tubuhnya hendak berjalan pergi dari tempat itu ketika tangan kecil milik Ahra, dengan cepat menggapai lengan miliknya.
"Apa lagi maumu?" Seokmin menatap Ahra dengan tajam.
Ahra menggeleng pelan, segera melepaskan pegangannya dari lengan Seokmin. "Tidak, hati-hati di jalan Seokmin-ah" ucapnya sambil tersenyum dengan seluruh lengkungan di bibirnya. Terkesan seperti paksaan. Karena sepasang mata miliknya tidak turut tersenyum.
Seokmin mengangguk mengerti, membawa kaki panjang miliknya untuk segera berlalu dari hadapan Ahra.
Ahra terus memandangi bahu Seokmin yang lebar hingga sosoknya menghilang di pertigaan jalan. Tubuhnya terjatuh iatas aspal yang dingin dan kasar, kakinya melemah seiring kepergian pria itu darinya. Tangisan yang begitu pilu keluar kembali, diiringi isakan tangis yang semakin menjadi-jadi. Tak peduli dengan betapa kasar dan kerasnya tempat ia terjatuh. Ahra terus melampiaskan rasa sakit yang menimpanya tanpa ampun.
Sedari tadi, ia berusaha.
Berusaha terlihat kuat, menghargai keputusan yang pria itu buat.
Tak begitu memperdulikan hatinya yang telah terburai tanpa sisa.
Penuh keheningan di kegelapan malam.
Hidup penuh warnanya direnggut secara tegas oleh pria yang telah 3 bulan menjadi suaminya.
Menyisakan kegelapan dunia yang menghampiri dirinya secara kejam.
Kertas perceraian yang ia sembunyikan di balik laci miliknya, harus ia tanda tangani besok.
Bibirnya begitu kelu, sehingga tak mampu berkata-kata. Perkataan yang pria itu lontarkan tentang ketidak mungkinan mencintainya dan muak melihatnya terus terngiang-ngiang di pikirannya.
"Aku meninggalkanmu tanpa sepenuhnya meninggalkan. Aku terus bersamamu seiring detak jantungmu yang masih berdetak, dan alveolus yang masih melaksanakan pertukaran oksigen pada tubuhmu" –Lee Seokmin
TO BE CONTINUE
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With Crazy Girl
FanfictionDunia kerlap kerlip malam, membuat mereka terjebak dalam satu masalah. Puncaknya masalah itu timbul. Ketika Seokmin mengetahui bahwa wanita yang baru dua bulan lalu ia temui secara tidak sengaja telah mengandung anaknya. Dan parahnya lagi, wanita...