Bagian 5
Yang Terbangun
"Kelak saat ada yang melepaskan pakaianmu, kau akan kembali hidup di malam hari, dan kembali menjadi maneken saat cahaya matahari menyentuh kulitmu.
Sampai benar-benar ada wanita yang mau mencintaimu dengan tulus, siklus itu akan terus kaualami, sebagaimana siang dan malam terjadi sampai bumi kiamat."
Beberapa bintang berjatuhan dari langit malam yang sedang cerah. Tiupan angin yang berembus sepoi membawa debu mereka terbang jauh hingga sampai ke ladang lavendel, menebarkan benih-benih keajaiban yang membuat sesuatu di dalam kamar lantai tiga itu hidup.
Dimulai dengan suara degup lemah yang hanya bisa didengarkan melalui sentuhan. Sesuatu di dalam rongga dada bidang mulai berdetak lembut, menciptakan irama selaras. Maneken Eridan memiliki jantung manusia yang berdetak dan juga sayup-sayup embusan napas.
Darah yang membeku selama tersegel dalam kutukan perlahan mencair dan mulai mengaliri setiap celah rongga sel di dalam tubuhnya. Memberikan warna lebih hidup pada kulit pucatnya. Dia tampak lebih manusiawi.
Ujung jemarinya yang lentik dan memiliki kuku indah secara konstan turut menciptakan sebuah pergerakan yang lemah tapi pasti. Lalu ketika angin yang membawa debu bintang itu berembus masuk melalui celah jendela berjeruji besi di sisi tembok yang tinggi dan membelai tubuhnya, sepasang mata itu akhirnya terbuka. Begitu jernih selayaknya kilauan embun di pagi hari, begitu polos bak bayi yang baru saja dilahirkan ke dunia. Namun, sebuah rasa sakit yang mendera tiba-tiba membuat Eridan meringis tak enak dilihat. Menghapus kesan damai dari pancaran matanya
"Ahh, dasar wanita gila," erangnya kesakitan sambil beranjak bangun. Eridan meraih rambut di kepalanya dengan gerakan sedikit kaku dan canggung. Seluruh sendi yang dia miliki seperti engsel yang lama tak dilumasi oli, memaksanya bergerak patah-patah laksana robot.
Ditambah rasa sakit di sekujur badan yang turut mengiringi setiap detik upayanya untuk duduk. Serasa seseorang baru saja selesai mengulitinya. Eridan bahkan sampai membelalakkan mata ketika menemukan beberapa helai rambut indahnya telah tercabut dan bertebaran di lantai. Begitu juga tubuh yang terasa remuk redam akibat perlakuan Agnes kepadanya beberapa waktu lalu, terangkum menjadi sebuah ringisan yang lebih dalam dan memilukan untuk menyambut pengalaman pertamanya kembali hidup sebagai manusia.
"Berani-beraninya dia melakukan ini semua padaku." Dia menggumam di antara ancaman dan kekesalan.
Tiupan angin yang masih berputar-putar di sekitarnya dan memberikan rasa dingin dalam tempo singkat, seakan-akan berusaha menyadarkan Eridan bahwa dia sedang telanjang. Tak pelak, fakta itu membuatnya histeris panik.
"Bajuku? Di mana bajuku?" Eridan menatap sekeliling penuh selidik. Tak ada tanda-tanda keberadaan pakaian di sana-sini. Dia semakin panik.
Susah payah dia berusaha bangun, terjatuh, bangun, dan terjatuh lagi hingga berulang kali mencoba. Kaki-kaki Eridan telah melupakan bagaimana cara berdiri dan berjalan setelah sekian lama dibekukan oleh kutukan. Membuatnya mengerutkan kening pada kegagalan yang terus berulang.
Aku harus bisa berjalan bagaimana pun caranya.
Tanpa mengenal putus asa, Eridan terus mencoba. Sampai beberapa lama, usahanya membuahkan hasil. Dia berhasil menjangkau tempat tidur walau dengan tertatih. Eridan meraih seprai untuk menutupi tubuh polosnya. Dia memutuskan berbaring di sana, guna melepaskan lelah sambil mengembangkan seulas senyum.
Ketika sepasang matanya menatap langit-langit ruangan yang temaram oleh cahaya bohlam kecil, Eridan mengangkat lengan ke udara dan memandangi dengan sirat kelegaan berpadu bahagia.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mr. Mannequin [Repost]
Romance[Follow dan jangan lupa tinggalkan jejak ya] Agnes mendapatkan warisan maneken berwujud seorang pria rupawan mengenakan tuksedo hitam dan sebuah mini kastel tua di tengah perkebunan lavendel dari almarhum sang kakek-Howard Preston. Namun, semenjak...