13. Talk

423 89 19
                                    

Without an effort, sometimes our path will not cross.


Siang itu koridor lantai tiga di salah satu gedung dalam kompleks jurusan teknik informatika sangat sepi. Tengah hari seperti ini biasanya kelas sedang berjalan atau kantin sedang penuh-penuhnya. Bagi Minhyun yang sedang duduk di salah satu bangku yang berderet di koridor, suasana yang sunyi menenangkannya, membuatnya bisa berpikir lebih leluasa tanpa dibayangi bisik-bisik tidak penting di sekitarnya. Ia jengah. Tadi pagi ia mengikuti dua mata kuliah dengan jam yang berurutan. Seperti biasa, ia memilih duduk di deretan belakang. Namun, apes sekali, teman-teman perempuannya membicarakan dirinya yang baru saja putus tanpa peduli bahwa obyek pembicaraan mereka dengan jelas mendengarkan. Ia tidak masalah sebenarnya jadi bahan pembicaraan. Sudah jadi risiko ketika banyak orang mengenalnya. Tapi memang mood-nya hari itu sedang tidak baik.

Pada dasarnya hari itu ia lelah. Sehari sebelumnya ia pindahan kos dan malamnya langsung kembali ke rumah. Sekitar tiga setengah jam ia habiskan di jalan karena lalu lintas ramai. Alhasil ia baru sampai rumah sekitar jam sebelas. Dan seperti saat ia bertemu Seungwan tempo hari dengan membawa mobil, Seungwan memaksa dirinya membawa tempat minum model termos berisi kopi, kali ini dengan seplastik permen. "Aku nggak tau seberapa toleransimu sama kopi. Kubawakan aja buat jaga-jaga. Nggak bagus kebanyakan kafein. Kalau udah mulai nguap-nguap, permennya dimakan, hati-hati bawa motornya," Begitu pesan Seungwan saat itu, masih diingatnya. Menurutnya Seungwan cukup kontradiktif. Perempuan itu bisa mengingatkan orang lain untuk tidak kebanyakan kafein tapi ia sendiri doyan kopi.

"Hey, Bro," Suara itu mengagetkannya dari lamunan. Ia celingukan, memastikan memang hanya ada dirinya dan orang yang memanggilnya di sana.

"Cari siapa, sih? Di sini cuma ada kita berdua lho,"

"Memastikan. Kukira kamu manggil orang lain," jawab Minhyun, mendongakkan kepalanya, mendapati Dongho yang masih berdiri di sampingnya. Tak lama, Dongho ikut mendudukkan dirinya di sebelah Minhyun.

"Nunggu siapa, Hyun?" tanya Dongho.

"Nunggu dosbing, nih. Mau konsultasi soal judul skripsi. Masih jam dua nanti, sih, sebenarnya. Kamu sendiri mau ngapain sampai lantai tiga?" balas Minhyun. Ruangan-ruangan di lantai tiga gedung ini memang dikhususkan untuk ruang dosen.

"Wah, udah progress, ya. Aku masih mau minta kesediaan Bu Jungah buat jadi dosbing,"

Minhyun biasanya gampang untuk ngobrol ngalor-ngidul dengan Dongho. Tapi sejak kemarin ia mendapati kejanggalan sikap Dongho pada Seungwan, ia jadi urung untuk terus bicara. Mau dilanjut pun ia bingung harus bersikap bagaimana. Dirinya belum menanyai Seungwan lebih jauh tentang isi chat mereka. Mau bagaimana, semalam ia pulang langsung tepar.

"Nggak biasanya kamu diam. Gara-gara putus?" tanya Dongho yang tidak tahan diam-diaman dengan teman baiknya satu ini.

Minhyun refleks menoleh ke kiri, pandangannya tajam ke arah Dongho. "Bukan. Udah nggak kepikiran kalau yang itu," jawabnya, singkat. Ia juga tak mau membahas hal ini.

"Bisa ya langsung move on? Minhyun.. Minhyun.. udah mantan ke berapa ini. Habis ini mau cari pacar lagi?" Dongho geleng-geleng mengetahui kelakuan atasannya. Katanya banyak yang ngefans, tapi sepertinya mereka yang jadi fans Minhyun tidak menyadari atau memilih menutup mata soal urusan satu ini. "Aku yang baru putus aja masih kepikiran terus,"

Tunggu.

"Ha? Kamu abis putus?" tanya Minhyun tak percaya. "Kapan?"

"Dua minggu yang lalu. Dia ngaku sendiri kalau ketemu lagi sama teman dari jaman masih sekolah, dia bilang cinta monyetnya, eh ternyata klop dan udah sering jalan bareng di belakangku. Terus minta aku yang mutuskan. Aku kaget, tapi nggak tega. Akhirnya kusuruh dia aja yang mutus. Aku malas kalau caranya begitu," kata Dongho, jujur, sekaligus curhat colongan. Pandangannya terlihat menerawang.

Almost | Hwang Minhyun x Son SeungwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang