Why go so far to mend what's broken if we can just prevent the breaking from happening?
"Kamu putus sama pacarmu?"
Seungwan dengan gamblang langsung bertanya pada Minhyun begitu ia kembali dari kamar. Sebotol besar air putih dan dua gelas bercangkir telah tersedia di meja. Seungwan sedang tidak punya stok cemilan jadi hanya air saja yang bisa ia keluarkan.
Mendengar pertanyaan Seungwan, Minhyun hanya memandangnya sebal. Baru menyadari betapa ia terlihat sangat bodoh datang ke kos Seungwan padahal seharusnya ia tak ke sini dulu, tanpa salam dan sapa, lalu melontarkan pertanyaan seperti itu. "Dia minta break, terus ganti minta putus," jawab Minhyun, singkat.
Seungwan tertawa terpingkal-pingkal mendengar jawaban Minhyun. Bukan, bukan karena ia bahagia mendengar kabar itu. Bagaimana tidak, orang yang ia suka sejak sekian lama sudah putus dengan pacarnya. Membuka kesempatan buat dirinya sendiri, kan? Namun bukan itu yang menjadi titik fokusnya. Sejujurnya ia khawatir begitu melihat Minhyun muncul di pintu depan kosnya dengan raut muka yang tak bisa dibaca. Tapi mendengar hal pertama yang ia ucapkan ketika melihatnya membukakan pintu, Seungwan cuma bisa melengos. Kadang-kadang temannya yang satu ini memang begini. Hwang Minhyun juga punya off moment, di mana ia seperti tidak menguasai jalan pikirannya.
"Kenapa malah ketawa, sih? Emang lucu?" protes Minhyun.
"Akhirnya, setelah selama ini kamu sukanya mutus cewek, akhirnya ada yang berani mutus kamu. Siapa deh namanya? Boleh lah minta kontaknya, mau kukasih ucapan selamat," jawab Seungwan, di sela-sela tawanya.
"Kamu nggak merasa kasian gitu sama temanmu sendiri?" Jari telunjuk Minhyun diarahkan ke mukanya sendiri. Ia tak habis pikir dengan Seungwan yang biasanya akan jadi orang paling simpatik ketika mendapati temannya punya masalah.
"Ya ngapain kasian? Kamu nggak terlihat lagi galau diputus pacarmu,"
"Hah?" Minhyun menatapnya bingung.
"Apa yang kamu rasakan sekarang? Sedih? Atau kamu sakit hati? Nggak terima? Yang mana?" tanya Seungwan, kini sudah serius. Ia teringat pada curhatan Minhyun ketika ia mendapati pacarnya sempat dekat dengan orang lain. "Kenapa dia minta putus? Pasti ada alasannya, kan? Masuk akal nggak alasannya?" lanjutnya, menghujani Minhyun dengan banyak pertanyaan.
"Nggak tau, Seungwan," balas Minhyun, lemah. Ia merebahkan tubuh tingginya di kursi panjang ruang tamu. Tidak peduli dengan kemungkinan teman-teman kos Seungwan melihatnya. "Katanya dia nggak bisa mengimbangi aku yang sibuk banget. Sampai kita nggak sering ketemu, kontak juga nggak setiap waktu. Padahal ya dia sendiri juga sibuk," lanjutnya.
Seungwan menaikkan sebelah alisnya. "Yakin cuma itu alasannya?" tanya Seungwan, lagi. "Kok aku nggak yakin, ya,"
"Ya apa lagi. Dia cuma bilang begitu. Selama ini aku juga merasa menolerir dia,"
"Kamu marah,"
Minhyun mendelik mendengar pernyataan terakhir Seungwan.
"Kamu marah udah diputus. Kamu merasa nggak percaya, makanya sampai ngedumel begini. Kan?"
Minhyun tidak menjawab.
"Kalau lagi menghadapi orang yang lagi kena masalah model begini aku jadi bersyukur nggak pacaran. Sejauh yang aku tau, pacaran nggak sekedar 'aku toleran, kamu toleran'. Tapi kita mesti considerate sama pasangan. Apalagi kalau pacaran mainnya perasaan, ya," kata Seungwan, santai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Almost | Hwang Minhyun x Son Seungwan
Fiksi PenggemarThey say you don't need perfection. But you need to always make yourself to be a better person. What will happen when a girl who respects imperfection likes a boy whose pride is too much to understand her imperfection? Son Seungwan and Hwang Minhyun...