"Rasanya aku ingin mati saja"
******
Elina memilih untuk terus diam, dia bahkan hanya membalas pertanyaan putranya dengan sebuah senyuman. Mana mungkin dia menjelaskan arti dari kata 'anak haram' pada putranya. Usianya masih sangat kecil, untuk memahami arti dari dua kata itu sangat menyakitkan.
Dia pun menahan air mata yang sedari tadi ingin keluar, dia tidak ingin terlihat lemah. Elina memang sering menangis di malam hari, tapi itu dia simpan untuk dirinya sendiri.
"Kenapa hidup yang aku jalani seperti ini Tuhan? Apa kau membenciku?"
Taxi yang di tumpangi Elina sampai pada sebuah gang kecil, dia dan Aliky langsung turun. Berjalan masuk ke dalam gang sempit, tanpa membawa apapun. Karena barang-barangnya masih tertinggal di dalam mobil sang kakak. Biarlah saja, itu hanya tumpukan baju. Elina bisa membelinya lagi.
Akhirnya Elina tiba di sebuah rumah kecil, bahkan sangat minimalis. Rumah yang dia beli, tidak lebih tepatnya Raiki yang membelikan rumah itu untuknya.
"Ma ini lumah siapa?"
"Rumah kita, tidak apa-apa kan kita tinggal disini sayang? Kalau mama sudah memiliki uang yang banyak Aliky dan Mama akan pindah"
Aliky mengangguk senang, dia lalu masuk ke dalam rumah yang pintunya sudah di buka oleh Elina. Sementara Elina mengikuti dengan perlahan, debaran jantungnya ternyata tidak hilang.
Perasaan untuk Raiki tidak pernah bisa berkurang sedikitpun. Bahkan sekarang ingatan masa lalu kembali menyeruak ke dalam ingatannya.
Tidak ada yang berubah sedikitpun. Semua perabotan masih berada di tempatnya, tanpa ada satupun yang berpindah. Lebih dari lima tahun lamanya terakhir kali Elina kemari. Tapi anehnya rumah ini tidak berdebu sedikitpun. Apakah Raiki masih ingat rumah ini dan merawatnya?
Itu tidak mungkin bukan.
Pemikiran itu juga bisa di benarkan karena Raiki juga memiliki kunci rumah ini selain dirinya. Namun dia lebih memilih untuk tidak perduli, untuk sekarang yang terpenting dia memiliki tempat tinggal sementara.
''Aliky mengantuk?" tanya Elina dan di jawab anggukan lemah dari putranya.
"Mama antar ke kamar Aliky"
Elina segera mengendong Aliky, menuju kamar yang berada di dekat dapur. Pintu berwarna coklat itu dibukanya secara perlahan. Lalu dia meletakan Aliky yang entah sejak kapan sudah menutup matanya karena kelelahan.
Elina menaruh guling dan bantal agar Aliky tidak terjatuh jika sewaktu-waktu dia atraksi di atas tempat tidur. Satu sifat Raiki yang menurun padannya yaitu tidak bisa diam saat tertidur. Tunggu saja sebentar lagi bantal yang semula menjadi alas untuk kepalanya akan berubah menjadi alas untuk kakinya dengan posisi terbalik.
Cup!
Elina mengecup kening Aliky dengan sayang, memandang wajah damai putranya. Matanya meredup ketika mengingat kembali ucapan ibu tirinya.
"Anak haram melahirkan anak haram yang lain!"
Elina mengigit bibir bawahnya menahan isak tangisnya, dia tidak boleh lemah dan menangis lagi.
"Kamu bukan anak haram sayang, kamu adalah putra kandung Mama. Kamu adalah malaikat kecil yang Tuhan kirimkan untuk menemani Mama, kamu sangat berarti buat Mama. Jika dia adalah kehidupan Mama, maka kamu adalah dunia Mama sayang. Mama menyayangi Aliky hanya Aliky yang Mama punya, jangan tinggalkan Mama. Mama tidak tahu apakah Mama bisa bertahan jika kamu juga meninggalkan Mama sama seperti semua orang" bisik Elina sangat lirih.
Tiap kalimat yang diucapkannya begitu syarat akan luka. Tentu saja karena luka sudah menjadi teman baik Elina, dia tidak ingin pergi sekalipun Elina mencoba untuk mengenyahkannya. Seolah luka selalu ingin berada di dekat Elina.
KAMU SEDANG MEMBACA
CAN'T STOP [COMPLETE]
General FictionAnother story of "The Target" [Raiki-Elina] Elina memutuskan untuk menyerah atas cintanya pada Raiki. Dia kembali ke kota kelahirannya, Venice. Bersama dengan seorang anak lelaki yang dia sembunyikan keberadaannya dari Raiki. Tapi disaat Elina pik...