Chapter 1 - Fetzelburg

1.4K 137 3
                                    

Auman beruang kutub memberi tanda bahwa hari baru telah tiba. Di Gheimhridh, matahari selalu tampak samar-samar karena tertutup oleh awan tebal dan salju. Tiada suara burung berkicau juga tidak ada suara ayam yang berkokok, hanya suara auman beruang kutub dan suara burung elang yang beterbangan kesana kemari membangunkan warga sekitar.

Tantalum dan Crystal selalu beranjak dari tempat tidurnya sebelum beruang kutub dan burung elang mengeluarkan suaranya. Pagi ini, seperti biasanya setelah ia mandi dan bersih-bersih, ia selalu memasak sarapan untuk ibu tercintanya. Walaupun ada koki kerajaan, ia tidak ingin bergantung kepadanya karena memasak sarapan adalah satu-satunya hal yang dapat ia beri untuk ibunya.

“Selamat pagi, ibu. Tebak apa yang aku masak pagi ini.” Kata Tantalum diikuti dengan Crystal sambil membuka pintu kamar ibunya dan dengan mendorong kereta roda berisi masakannya.

“Dari aromanya ibu sudah tahu, kamu membuat sup jagung, bukan? Tantalum, sudah sering kali ibu katakan kamu seharusnya tidak perlu melakukan hal ini setiap pagi, kamu ini adalah putri bangsawan. Kamu seharusnya dilayani bukan melayani.” Jawab Tantuzel sambil mengusap matanya selepas bangun dari tidur.

“Tidak apa-apa ibu, hanya untuk sarapan saja kok. Untuk makan siang dan malam, koki yang mengurusnya. Lagipula aku bukan anak yang bisa ibu banggakan, jadi hanya inilah yang bisa aku lakukan untuk ibu. Dan hari ini ibu akan pergi untuk mengurus daerah kekuasaan ibu di Fetzelburg, ibu harus mengisi tenaga ibu dengan baik.” Ucapnya sambil tersenyum.

“Kamu selalu berkata seperti itu, padahal kamu tidak melakukan apa-apa saja ibu sudah bangga padamu. Baiklah mari kita makan bersama-sama supnya dan bersiap-siap pergi ke Fetzelburg.”

Fetzelburg yang berada di daerah perbatasan antara Utara dan Barat tadinya dikuasai oleh Raja Emrad. Namun karena kerajaan sedang dilanda kekeringan dan kekurangan bahan pangan, terpaksa sang Raja menyerahkan kekuasaannya untuk Tantuzel. Tantuzel pun mengubah kerajaan itu menjadi lebih makmur dan terbebas dari kekeringan. Banyak penduduk Fetzelburg yang menyukainya karena telah menganggapnya sebagai seorang pahlawan, tetapi banyak pula yang tidak menyukainya karena dianggap serakah dan tak kenal ampun.

Setelah sarapan bersama, Tantalum dan Tantuzel bergegas menuju Fetzelburg. Kereta kencana yang ditarik oleh dua beruang kutub telah menunggu didepan istana. Tantuzel selalu berpenampilan mewah dan elegan dengan rambut putih pucatnya yang digulung jika ingin bertemu rakyatnya. Baginya penampilan adalah hal terpenting untuk mencari simpati rakyat terhadapnya. Sementara Tantalum juga berpenampilan mewah menyesuaikan tema busana ibunya, rambutnya ikal dan berwarna cokelat serta tongkatnya yang selalu ia bawa kemanapun.

Sampai di Fetzelburg, mereka turun dari kereta kencana ditempat yang sudah digelar karpet merah khusus untuk Tantuzel dan Tantalum. Mereka disambut dengan meriah dan disertai dengan penampilan sirkus yang luar biasa, tak sedikit rakyat yang menaruh sekuntum bunga pada karpet merah.

Saat Tantuzel mulai berjalan menyusuri karpet merah, ia dengan sengaja membekukan karpetnya dengan kakinya agar meninggalkan jejak es pada setiap langkahnya untuk membuktikan kekuatannya dan kebesarannya. Rakyat Fetzelburg serentak diam sejenak melihat jejak es yang dibuat Tantuzel, lalu mereka langsung bersorak ramai kembali memuji kekuatan Tantuzel yang memang sudah tidak diragukan lagi.

Tantalum dan Crystal selalu mengikuti Tantuzel kemanapun ia pergi, oleh karena itu Tantalum sangat dikenal oleh penduduk. Orang-orang berpendapat bahwa Tantalum adalah gadis yang ramah dan murah senyum. Walaupun ibunya selalu melarang Tantalum untuk bergaul dengan orang disekitarnya, tetapi ia tetap akan memperlakukan rakyatnya dengan baik setulus hatinya. Tetapi ada saat Tantalum akan menjadi sangat marah yaitu jika ada seseorang yang memperlakukan ibunya dan Crystal dengan buruk, baik dengan kata-kata celaan maupun sikap yang senonoh.

Sorak-sorak gembira para warga berakhir saat Tantuzel menaiki mimbar untuk berpidato, diikuti dengan Tantalum dan Crystal yang berdiri disamping mimbar.

“Wahai, rakyat-rakyatku di Fetzelburg! Aku senang sekali akhirnya kita bisa bertemu lagi. Apakah kalian sadar bahwa pada hari ini sudah genap 500 hari kerajaan ini dikuasai olehku? Aku yakin pasti salah satu diantara kalian menyadarinya. Jadi, pada kedatanganku kali ini, aku mempunyai kabar khusus untuk kalian. Salah satunya aku akan membuat kesatuan unit tentara Fetzelburg, ah! Tenang saja, aku jamin kalian akan dibayar sesuai dengan kerja keras kalian. Maka dari itu, bagi kalian yang berminat segera datang ke Jendral Kaitzo dari Gheimhridh, orangnya ada disebelah sana (menunjuk kearah jendral Kaitzo). Aku akan membacakan persyaratannya. Pertama, batas umur diantara 10-40 tahun, gender tidak masalah. Kedua, mempunyai fisik dan mental yang kuat. Dan ketiga, tidak mempunyai kekurangan fisik atau cacat. Mungkin itu saja yang ingin aku sampaikan kemari, setelah ini aku akan berkeliling untuk memantau. Jadi siapkan mental kalian mulai dari sekarang!”

Setelah Tantuzel menyelesaikan pidatonya, terdengar bunyi anak panah yang meluncur terbang, bukan kearah Tantuzel melainkan kearah Tantalum. Dengan cepat Tantuzel menyadarinya dan menahan anak panah tersebut dengan sihir es-nya yang berhenti tepat di depan mata kiri Tantalum.

Tantalum yang terlihat shock langsung terjatuh ditanah, hanya terdiam dipelukan Crystal dan tidak bisa melakukan apa-apa. Sementara warga juga terlihat terkejut, tak ada satupun yang melihat siapa pelakunya, bahkan Tantuzel pun tak melihatnya. Tantuzel terlihat sangat geram, wajahnya memerah dan siap memancarkan sihir es yang mengerikan ke seisi kota.

“Siapa yang berani melakukan hal semacam ini pada putriku?!?! Siapa?! Keluarlah atau akan kubekukan seluruh isi kota ini dan tidak ada yang dapat merasakan kehangatan matahari selamanya!”

Suasana yang tadinya gembira penuh suka cita kini berubah menjadi hening menegangkan. Wajah Tantuzel seakan ingin meledak dan matanya segera menyala biru terang menandakan ia akan mengeluarkan kekuatan terbesarnya. Tetapi sebelum semua itu terjadi seorang pemuda mengangkat tangannya di kejauhan dan berteriak bahwa akulah orangnya. Ia mengenakan busana serba hitam dan menyembunyikan crossbow di balik badannya.

“KAU! Kemari menghadapku sekarang juga, selagi masih banyak yang menonton!”

Ia berjalan dengan santainya kearah mimbar melewati kerumunan warga yang memberikannya jalan, tampaknya ia sudah tahu apa konskuensi untuk perbuatannya.

“Apa maumu anak muda? Mengapa kamu ingin menembak putriku? MENGAPA?! JAWAB AKU!” Teriakan dan bentakan Tantuzel kepada pemuda itu, tidak membuatnya takut atau gemetar sedikitpun, ia hanya menatap mata Tantuzel dengan sedikit menyeringai.

“Ia hanyalah target pertama, setelah itu kau adalah berikutnya, pelac*r. Hahahaha aku tidak peduli lagi dengan...” belum selesai berbicara, Tantuzel sudah memenggal kepalanya dengan sebilah es dari tangan kosongnya. Ia tergeletak ditanah dengan kepala terpisah dari badannya. Warga yang melihatnya merasa terkejut dan takut untuk berkutik. Lalu seorang laki-laki tua berlari sambil menangis kearah mayat pemuda tersebut.

“Oh.. putraku, mengapa kamu melakukan hal ini.” iya terus menangis tanpa memedulikan Tantuzel yang ada di hadapannya.

“Baiklah, jika kalian tidak ingin bernasib seperti pemuda sialan ini, jangan coba-coba untuk berani melakukan hal semacam itu. Kalian tak perlu takut, hiduplah dengan benar sesuai dengan aturan yang sudah ada. Karena putriku terlihat trauma, aku akan membatalkan jadwal pemantauan hari ini dan kembali ke Gheimhridh, tetapi seleksi penerimaan unit tentara akan tetap berjalan.” ucap Tantuzel.

Keadaan kembali normal setelah pemuda dibawa penjaga kota untuk dimakamkan. Ayahnya yang terus menangis tampaknya sangat tertekan dan kecewa terhadap putranya.

“Bangunlah Tantalum, kita akan segera pulang. Tenang saja, tidak ada yang bisa menyakitimu selagi masih ada ibu.” Kata Tantuzel kepada Tantalum.

Tantalum berusaha untuk berdiri, walaupun wajahnya masih terlihat trauma, ia tetap berusaha untuk bangkit kembali. Beberapa warga yang berada didekat Tantalum memberi semangat untuknya. Untunglah ia hanya trauma dan tidak tergores sedikitpun.

Bersambung...

Tantalum (Seri Ke-2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang