Chapter 1 - Fainted

86 12 0
                                    

Ia dikenal dengan suara lembut nan tegasnya yang menenangkan. Gadis itu bukanlah gadis beperawakan tinggi, bermata besar, dan juga bukan pula seorang dengan banyak predikat yang disandangnya seperti tokoh dalam cerita novel. Ia sederhana. Sesederhana gadis itu memperlihatkan cantiknya dihadapan orang lain. Ia juga tak memungkiri bahwa kecantikan itu bisa dicari dengan materi yang melimpah, akan tetapi sebuah pemikiran juga menentukan seberapa kecantikan itu ada. Pemikiran yang terbuka nan luas juga disertai tingkah yang tidak semena-mena membuatnya paham betul bahwa arti kecantikan itu sendiri berada diotak. Percuma saja kau punya kecantikan seabrek tetapi tak sejalan dengan mind set yang kau punya.-Jianna Delarose.

"Kau terlihat serius sekali, Jian?"

Sebuah suara yang baru terdengar setelah keheningan cukup lama membuyarkan pikiran gadis berambut coklat gelap yang tengah berkutat dengan materi pada berkas yang terbuka dihadapannya. Ia menoleh dengan raut wajah frustasinya pada meja disampingnya.

"Berkas ini membuat kepalaku hampir pecah." Sahut Jianna seraya menelungkupkan salah satu pipinya pada berkas tersebut.

"Bagaimana bisa aku dituntut bekerja diruangan seperti ini, aku tidak bisa berkonsentrasi apalagi mengartikan sebuah kata. Hufh!" Jianna mengangkat lagi kepalanya, lalu menengok ke arah pintu kaca untuk melihat jam analog yang terletak diatasnya.

Liane terkikik, gadis perancis itu menatap sahabatnya dengan tawa kecil yang muncul begitu saja dibibirnya. Ia sungguh geli melihat ekspresi gadis asia yang bahkan bukan terlihat seperti orang marah hanya karena suaranya yang memang terkesan lembut ketika dirinya marah sekalipun.

"Aku ingin tertawa sungguh, kau seperti orang yang tidak pernah melihat huruf sebelumnya." Ujar Liane.

Jianna mendengus lalu ia berdiri untuk merenggangkan tangannya yang terasa kaku. Ia langkahkan kakinya setelah memundurkan kursi untuk memperlebar sisi sempit tersebut.

"Karena makan siang sudah tiba, untuk sementara aku tidak mau terus bersama berkas itu sedangkan perutku belum sama sekali terisi sejak tadi malam." Tuturnya.

"Pantas kau terlihat pucat. Apa kau baik-baik saja?" kata seseorang yang baru saja berdiri dari tempat duduk lain diruangan yang sama.

Gadis itu tersenyum, "aku baik-baik saja, Jakson. Kau mau ikut denganku untuk sebuah kue legenda?"

Jackson tersenyum disertai anggukan. Pria itu berkacamata itu akan selalu mengumbar senyum kepada siapapun, menurutnya sebuah senyuman akan membuat dirinya bahagia apalagi jika itu datang dari gadis berambut coklat gelap yang kini tengah menunggunya didekat pintu.

"Semuanya, kami duluan." Ucap gadis itu sedikit berteriak pada beberapa penerjemah yang masih saja sibuk padahal waktu makan siang sudah tiba.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
FatalitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang