Chapter 8 - Broken

39 4 1
                                        

Di sebuah ruangan mewah bergaya Mediterranean tersebut, ia kepulkan asap yang keluar dari bibirnya bersamaan dengan desah nafas frustasi. Seolah hanya dengan menghisap benda yang terapit oleh kedua jemarinya tersebut ia dapat rasakan kedamaian yang memenuhi relung jiwanya meskipun hanya sebentar. Rumah ini tentu bukan miliknya, rumah mewah dengan segala fasilitas yang tersedia. Rumah besar yang tak pernah dilingkupi hal-hal manis yang seharusnya diciptakan oleh sang pemiliknya. Hari ini ia hanya sekedar singgah disini. Menikmati setiap jengkal sudut-sudut ruangan yang menyisakan sesak kala ingatan kecil itu menyeruak dalam pikiran liarnya.

"Jadi kau menerima tawaranku, Nak." Suara itu mengalun bersamaan langkah kaki yang memenuhi ruangan luas tersebut.

Roussel hanya menoleh sekejap, lalu ia hisap lagi nikotin tersebut tanpa peduli bahwa pria paruh baya itu sudah ada di depannya dan kini memilih duduk berhadapan dengannya.

"Aku yang sudah setua ini saja tidak pernah merokok, apa kau tidak sadar bahwa rokok—"

"Adalah teman terbaikku." Selanya.

Helaan nafas keluar dari bibir pria paruh baya tersebut. Berhadapan dengannya jauh lebih susah dibanding dengan saudaranya yang lain. Ia mungkin telah gagal menjadi seorang pahlawan yang dapat membimbingnya menapaki kehidupan yang indah. Ia terlalu berambisi untuk kelangsungan hidupnya hingga ia melupakan hal kecil. Hal kecil yang menjauhkannya dari pangeran yang sebentar lagi akan singgah di tahtanya.

"Aku mau menjadi bagian dari perusahaanmu, Tn. Levebfre. Asalkan aku bebas melakukan apapun yang aku mau! Berhenti mengatur kehidupanku melalui orang-orangmu!"

Senyum getir keluar dari bibirnya. Ia membenci ini, membenci ketika anak kandungnya justru memanggilnya dengan sebutan paling menyakitkan ketika berada berdekatan seperti ini. Hatinya tersayat bagai ribuan tombak bermata tajam yang sengaja menusuknya. Membuatnya ingin sekali memaki bahkan mendaratkan tinju padanya. Namun ia tersadar ia hanya mampu diam jika sudah menyangkut anak bungsunya ini. Detik ini ia mencoba menutupinya seolah tak pernah sekalipun mendengarnya.

"Roussel, ayah berharap banyak padamu."

Ia berdiri sembari merapikan baju bagian bawah yang sedikit kusut, lalu tanpa berpamitan ia melengos meninggalkan lelaki paruh baya yang menatapnya nanar.

***

Cukup bagi Jianna meluangkan waktunya untuk beristirahat setelah seminggu meliburkan diri. Sapaan hangat seperti biasa menghampirinya dari orang-orang kantor pagi itu yang tentu dihadiahi senyuman dari bibirnya. Meskipun ia berkali-kali menghela nafasnya setelah memasuki lobby menuju ruangan kerjanya, menetralkan pikirannya yang hampir kacau setelah mendapatkan sebuah pesan dari nomor tak dikenal. Langkah anggunnya terhenti secara tiba-tiba ketika mendapati seorang gadis berwajah Asia terjatuh saat akan menaiki eskalator disisi ujung. Tanpa ragu ia mendekatinya lalu mengulurkan tangannya yang anehnya tak digubris sama sekali.

"Nona, apa kau baik-baik saja?" tanyanya.

Gadis tersebut mendongak sambil memberi tatapan sengit pada Jianna. Setelahnya ia berdiri, dan

Bruk!

Jika boleh Jianna tertawa saat ini pastilah ia akan melakukannya, namun ia tak sejahat itu ketika melihat gadis didepannya kembali jatuh. Jianna lagi-lagi mengulurkan tangannya yang ditepis kasar olehnya.

"Aku hanya ingin membantumu," kata Jianna lembut.

"I don't need your hand!" balasnya ketus sembari melepas sepatunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 28, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FatalitéTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang